121. Diskusi & Negosiasi

357 37 6
                                    

💙 Mas Rezky

"Mas cuma tanya. Bukan mau marah-marah. Apalagi salah paham lagi," jelasku pada jenis pertanyaan tadi.

"Tapi kenapa jadi tanya soal mantan?"

"Ya cuma pengin tahu aja."

"Tapi nanti bakal bisa jadi bahan debat. Mas mau?"

"Nggak akan jadi debat kusir, kalau pendapat kita jelas. Jujur, relevan, dan nggak mengada-ada. Jadi kenapa kamu nggak mau jawab?"

"Aku bukannya nggak mau jawab. Tapi hanya sedang meminimalisir kejadian nggak nyaman, supaya nggak semakin berulang."

Aku jadi tersenyum dan saling pandang bersama Rina. "Kalau obrolan dan sanggahan kita jadi kaya gini, Mas jadi ingat sesi debat setiap kali lagi HUT sekolah dulu, waktu kita masih SMA. Kamu ingat nggak?"

"Ingat dong. Dulu, Mas yang jadi juri. Dan aku pesertanya."

"Dan dari dulu sampai sekarang, kamu masih sama mengagumkannya."

"Aduh. Dipuji, biar aku mau jawab ya?"

Aku langsung memperdengarkan kekehan bahagiaku. "Iya dong. Kalau nggak bisa pakai cara negosiasi, ya pakai cara super halus. Biar kamu bisa langsung luluh."

"Iya deh. Oke. Aku jawab ya."

Dan setelahnya, senyum bahagiaku makin terkembang dengan begitu sempurna. Seiring dengan diri dan hatiku yang kini kembali bersiap untuk mendengarkan jawaban dan cerita dari Rina.

"Mantanku cuma satu, Mas. Cuma Damar aja. Mas Rama bukan mantan pacarku, karena aku dan Mas Rama memang nggak pernah pacaran."

"Dulu, Mas Rama langsung lamar kamu?" tanyaku penasaran.

Karena aku memang tak tahu banyak soal kisah Rina dan Mas Rama. Berbeda saat Rina bersama Damar yang aku memang mengetahuinya karena melihat mereka saat di SMA.

Rina mengangguk, "Iya, Mas."

"Wah, Mas Rama gentle banget ya. Mas benar-benar kalah macam-macam dari Mas Rama. Ya kalah umur. Ya kalah mapan. Dulu, waktu Mas Rama udah lamar kamu, Mas masih jadi mahasiswa. Dan yang jelas, Mas kalah berani. Karena Mas yang notabenenya udah kenal kamu lebih dulu, tapi malah nggak berani buat deketin kamu."

Rina tersenyum lagi, "Memang Allah kasih qodar buat kita bareng, ya sekarang, Mas."

Aku langsung mengangguk tanda setuju, "Ya. Kamu benar, Rin. Allah yang sudah mengatur semuanya ya?"

Rina menganggukkan kepalanya lagi, "Nggih, Mas."

"Dulu, panggilan kamu waktu sama Damar atau Mas Rama, apa?"

"Kenapa tanya-tanya kaya gitu lagi?"

"Ya kan Mas pengin tahu."

"Nanti cemburu."

Aku langsung berdecak, "Kamu emang pinter banget kalau urusan godain Mas."

Rina terkekeh dengan begitu senang, "Tadi, siapa ya, yang bilang pengin aku balas balik buat godain?"

Aku berubah sedikit cemberut, "Iya deh. Iya. Wis, memang kamu yang menang. Mas kalah."

Rina tertawa, "Tapi kita lagi nggak lomba, Mas."

Aku ikut tertawa juga, "Tapi Mas beneran masih penasaran, dulu, panggilan kamu sama Damar dan Mas Rama, apa?"

"Yakin nggak cemburu kalau aku jawab?"

Aku berdecak lagi, "Ya udah, nek soal Damar, Mas nggak peduli, nggak urus. Karena Damar cuma mantan pacar kamu. Tapi kalau Mas Rama, Mas peduli."

Kali Kedua ✔Where stories live. Discover now