66. Nembak?

1.3K 119 17
                                    

Vote terlebih dahulu kakah🌚

Happy reading🔥

--------------

Sayang gue itu sebesar antariksa, tak terdeteksi dan tak terkira.

-A-

--------------



Ujian tengah berlangsung.

Para murid dari kelas sepuluh IPA sampai dengan sebelas IPS tengah berkutat dengan soal-soal dari dalam kelas.

Terlihat dari raut mereka yang sangat kentara bahwa soal-soal begitu rumit. Salah satu dari antara mereka adalah Ayna. Keringat mengucur deras dari pelipisnya kala membaca satu-persatu kata yang tercetak di kertas.

Ayna mengumpat dalam hati. Matanya bergerak kesana-kemari mencari jawaban. Terpaksalah dirinya menjadi jerapah sejenak.

"Ayna!" tegur Bu Emi di depan sana. Ini sudah yang kedelapan kalinya.

Ayna menggerutu dalam hati. "Nih guru minta gue kasi HCN ke minuman dia. Liat aja, ntar kalo udah selese ujian, gue kerjain lo mampus."

Berbeda dari khayalan dalam hati, kenyataannya dia malah menunduk pura-pura menyesal daripada kertas jawaban miliknya dikoyak.

Ayna melirik teman sebangkunya melalui ekor mata. Dia sangat tidak terima teman sekerjanya harus kelas sepuluh. Anak IPS pula. Jadikan, Ayna tidak bisa tanya-tanya.

"Kenapa gak Sarah aja temen sebangku gue?!" teriak Ayna dalam hati. Ingat Sarah? Dialah si pintar dari kelas Ayna.

Ayna menyesali dirinya yang bukan belajar semalaman malah nonton drama korea sampai pukul dua pagi. Ini salah Ayna. Dia bahkan tidak menyentuh buku sama sekali. Kalau begini, apakah artinya Ayna akan tinggal kelas?

Tidak. Ayna tidak mau.

Gadis itu melirik sesekali pada teman sebangkunya yang fokus mengerjakan soal, berbeda dengan dirinya yang mengharapkan jawaban jatuh dari surga.

"Sstttt .... Sssttttt!!!" desis Ayna berusaha memanggil teman sebangkunya.

Berhasil. Teman sekerjanya itu menoleh pada dirinya. Ayna tersenyum lebar.

"Dek, nama lo siapa?" tanya Ayna berbasa-basi, sesekali matanya melirik ke depan memastikan Bu Emi tidak memperhatikan.

Bukannya menjawab, lelaki yang duduk tepat di samping Ayna menggarut pipinya bingung.

Ayna yang melihat itu berdecak pelan. "Nama lo woi! Siapa?"

"Eum .... Gue Kenny, Kak. Ngapa?" jawabnya dengan suara pelan, takut terdengar pengawas.

Kepala Ayna manggut-manggut. "Kelas sepuluh Ips, ya?"

Kenny hanya mengangguk.

Ayna menggigit bibir bawahnya ragu. Tetapi dia tidak punya pilihan lain. "Lo pinter kimia, gak?"

Kali ini lelaki berponi itu menggarut kepala belakangnya. "Gak terlalu, sih, Kak. Gue kan, anak ips."

"Nah bagus. Gue mau nanya beberapa soal doang ke lo. Bisa, gak?" tanya Ayna berharap adik kelasnya itu mau membantunya. Sungguh otak Ayna itu tidak bisa digunakan untuk pelajaran. Jadi percuma jika dia menjawab sendiri. Dipastikan salah semua.

Kenny melongo heran. "Lo kan kelas sebelas, Kak. Belom gue pelajarin materi lo. Apalagi gue anak ips."

Bibir Ayna maju ke depan. Pipinya menggembung. Tatapannya berubah memelas. "Plis, tolongin gue, Ken. Jebal ... gue gak tahu apa-apa. Lo liat-liat soalnya boleh dong."

My Enemy Ayna Where stories live. Discover now