44. Senjata Makan Tuan

1.7K 126 4
                                    

Keramaian di depan mading membuat nuansa koridor sedikit menyesakkan, apalagi ditambah beberapa tubuh cowok yang ikut bergosip.

Tidak bisa dipungkiri apa yang mereka lihat, seseorang yang mereka kira sangat tak tersentuh menyebarkan fotonya sendiri saat sedang bertelanjang dada.

Semua berbisik ria dari mulut satu ke mulut lain. Jadilah fitnah kejam yang tidak diinginkan.

"Dia kek gini biar dilirik Nolla tuh, tau gue," bisik salah seorang dari mereka.

"Hooh gue juga udah ngira gitu. Tapi nggak nyangka aja. Kemaren dia narok surat cintanya ke Nolla di mading, sekarang malah sok narsis. Jijik gue, sumpah."

"Apalagi ya, kemaren gue denger-denger dia nggak dateng ke ultah yang udah dibuat begitu megah sama Kak Refyal. Heran gue, kepala dia kejedot pintu keknya waktu kecil."

"Lama-lama jijik dah gue."

Teman-teman yang lain mengangguk setuju, mereka sudah tidak nyaman dengan keberadaan Anka.

"Lagian sikapnya tuh sok cool banget. Padahal dia mah nggak ada apa-apanya kalau nggak ada Kak Refyal. Ganteng sih ganteng, tapi sikapnya menjijikkan."

Koridor terus dipenuhi oleh seluruh pengisi SMA Merpati. Tak khayal mereka menggosipi Anka dengan sadis, bahkan ada yang memotret foto tersebut dan langsung menyebarkannya ke sosmed.

Suara yang terdengar tidak asing itu merasuki otak para siswa agar semakin menghujat Anka. "Eh gue bilang ya, kalian harus hati-hati sama nih cowok. Dia kayak ada gangguan kejiwaan gitu, makanya kalo dia lewat sinisin aja. Biar mampos tuh orang."

"Halah bacot banget sih lo, Na. Cewek yang paling deket sama Anka ya lo lah. Semua orang disini juga tau, malah sok-sok ikut ngehujat. Kita semua disini juga tau kalo si Anka tuh sahabat masa kecil lo. Tolong ya, lo kira kita ini bodoh?"

"Tau nih, bilang aja aslinya lo nggak tegaan kan nengok Anka diginiin?"

Bibir Ayna memanjang, sewot. "Apa? Lo bilang gue nggak tega nengok si squidward dihujat? Helaww keknya emang lo nih yang sakit jiwa, bukan dia!"

"Nahkan itu lo ngebelain dia, ngaku aja kali, Na," balas Anton, salah satu penggosip paling gencar di SMA Merpati.

Ayna mendecih. "Cuih, najis gue belain dia. Udalah ya kalo lo emang iri sama dia yang punya perut kotak-kotak gitu bilang aja! Secara lo kan cuma punya perut buncit, sama kayak otak lo yang selalu menganggu."

"Wah sembarangan lo," Anton mengangkat tangannya hendak memukul Ayna.

Suasana koridor bertambah ramai, seluruh siswa yang lewat mampir mengerubungi Anton dan Ayna.

"Wihh ini nih tipe cowok yang suka ngelakuin kekerasan ke cewek. Nggak nyangka gue, udah lambai, banci, beraninya sama cewek lagi. Ngaca ya! Masih mendingan Anka daripada lo! Najisin emang!"

Wajah Anton memerah, karena sudah terlalu emosi ia mendorong tubuh Ayna dengan kuat. Ayna yang tidak memiliki tenaga lebih sebagai seorang wanita hanya bisa pasrah ketika kakinya merasa ngilu karena menabrak lantai dasar.

Bisik-bisik kembali terdengar, mereka bicara sambil menatap Ayna sinis, karena memang tidak ada yang menyukai Ayna di sekolah tersebut. Mereka juga sama sekali tidak berniat untuk membantu.

Anton berjalan mendekati Ayna, ia menarik kerah baju Ayna dengan kasar. "Lo.... udah nyari gara-gara sama gue. Padahal tadi itu nggak ada urusannya sama lo, ikut campur urusan orang aja!" Anton kembali menghempas tubuh Ayna ke lantai.

Ekspresi Ayna berubah sepik, ia mengakui tubuhnya kecil sehingga gampang dihempas kemana-mana. "Heh! Jangan kira karena lo cowok gue takut. Lo hanya banci kaleng yang berkeliaran di bumi! Dan gue tau orang kek lo harus dihapuskan di muka bumi ini."

My Enemy Ayna Where stories live. Discover now