34. Hari Beruntung?

1.7K 114 11
                                    

Hati gue emang enggak seindah hati dia, tapi hati punya gue enggak fake kayak hati punya dia.

-A-

***

Ayna menggigit jarinya. Ia telah kembali ke tempat tadi dan tidak ada tanda-tanda ponselnya disana. Apa yang harus Ayna lakukan sekarang? Ponsel Ayna kemarin baru ganti, masa dia harus minta beli pada Ayahnya lagi?

Ayna berjalan di trotoar dengan perasaan hampa. Hari sudah malam, lampu-lampu jalanan menyala terang, bintang-bintang di langit sudah bermunculan, dan Ayna masih belum pulang.

"Kemana coba hape gue. Gak mungkin kan diambel sama hantu. Aneh aja kalo hantu bisa megang barang."

Ayna terus mengomel. Tak sadar ia sudah berjalan ke tengah kota. Keramaian pun sangat terasa disekeliling Ayna, tak heran karena ini adalah malam minggu.

"Yah, gue kesini berasa bener-bener jomblo dah," ucap Ayna ketika melihat sepasang kekasih yang sedang berpegangan tangan.

Ayna melihat gedung yang terjuntai tinggi. Ia sedang berada di pusat perbelanjaan, pas sekali, Ayna sedang lapar sekarang. Ia langsung memasuki salah satu kafe yang ada di bawah gedung, perutnya sudah berbunyi sedaritadi minta diberi asupan.

Ayna memesan makanan dengan cukup, karena uang yang Ayna pegang saat ini tidak mencukupi untuk membuat lambungnya benar-benar penuh.

Ayna memilih kursi yang paling nyaman baginya. Disini kafe, tentu saja banyak anak muda datang sambil membawa pasangannya, banyak juga satu keluarga besar makan bersama. Ayna melihat mereka semua, ia merasa iri seketika.

Selagi menunggu pesanan, Ayna menutup mata untuk menenangkan pikiran. Ia sudah terlalu capek berpikir, otaknya perlu istirahat sekarang.

"Abang! Oyla mau es krim."

Ayna mengerutkan dahinya, ia merasa seperti pernah mendengar suara tersebut.

"Abang! Oyla mau es krim coklat, bukan strawberry."

Ayna mengabaikan suara tersebut, ia merasa tidak pernah mengenal anak kecil manapun.

"Abangggg! Bukan es krim coklat yang kek gini."

"Jadi kek gimana?"

Ayna langsung menegakkan badannya ketika mendengar suara tersebut. Ia sangat mengenal suara tersebut. Musuh sekalian sahabat kecilnya dulu.

"Yang gak pakek krim. Oyla maunya yang pakek es banyak."

"Gak boleh."

"Kok gak boleh sih?" Oyla menatap Anka polos.

"Pakek es banyak nanti bisa sakit, jadi pakek krim aja ya."

Oyla menggeleng kuat. "Tak nak," jawab Oyla meniru ucapan salah satu kartun kesukaannya.

Dengan terpaksa Anka memesan eskrim yang diinginkan oleh Oyla. "YEAYY, Abang baik deh."

"Hm," gumam Anka.

Diam-diam Ayna memperhatikan mereka berdua. Ia menutup wajahnya dengan buku pesanan yang ada, jangan sampai Anka mengiranya sebagai penguntit.

"Abang, tadi Oyla senenggggg banget, Oyla bisa dapet boneka yang banyak. Kapan-kapan Abang bawa Oyla kesini lagi yak, seru banget. Oyla sukaaaa," ucap Oyla girang, ia mengangkat kedua tangannya terlalu bahagia.

"Iya, tapi jangan teriak-teriak lagi, nanti tenggorokan Oyla sakit," syarat Anka.

Dengan segera Oyla mengangguk mantap. "Nanti waktu pulang, Oyla bakalan rajin minum obat tenggorokan, Oyla bakalan bilang ke Kak Nanci juga. Abang tenang aja."

My Enemy Ayna Where stories live. Discover now