33. Ponsel Ayna

1.8K 127 7
                                    

So Far Away-
Martin Garrix

***

Pagi ini Ayna berencana untuk tidak pergi sekolah. Ia perlu memeriksa suatu hal yang membuatnya sedikit merasa penasaran.

Hari ini Ayna memesan ojek online, jadilah Ayna tidak lerlu berupaya menunggu angkot yang lama datang. Dalam beberapa menit, ojek online pesanan Ayna telah datang. Ayna menaikinya dengan santai.

Ini sudah jam sembilan. Nafia dan Dara banyak sekali memberi pesan, tetapi semua Ayna abaikan. Biarkan saja, toh sebelumnya ia sudah mengirim surat bahwa ia sedang ada urusan keluarga.

Setelah sampai, Ayna membayar biaya yang sudah tertera di layar ponselnya. Tanpa mengucapkan terimakasih Ayna meninggalkan tukang ojek online yang ia naiki tadi.

Ayna memandang tempat yang ada di hadapannya, menelitinya, dan memfotonya. Ayna berencana masuk ke dalam, agak ragu tetapi Ayna sudah menetapkan pilihan untuk masuk.

Tempat ini terlihat seram dari luar, tetapi di dalam sangat indah. Di bagian belakang terdapat taman yang terisi berbagai macam bunga, rumput hijau yang tidak memanjang, bebatuan warna warni terkumpul di setiap pot bunga. Ayna kembali menduga, apakah ini tempat ia sekolah waktu kecil?

Ayna menggeleng. Mana mungkin.

Ayna menatap ke depan, ada pohon besar yang rindang di sebelah kolam, Ayna bergidik ngeri, tetapi tetap menghampiri.

Ada ayunan yang tergantung di sela-sela batang pohon. Ayna menduga bahwa itu adalah tempat kuntilanak mengayun-ayunkan anaknya.

Ayna duduk di bangku yang tersedia, sejujurnya ia sedikit takut, tetapi kakinya sudah keram berjalan sedari tadi. Tempat itu luas, banyak juga tempat kosong yang hanya terisi lampu-lampu saja.

Ayna belum memasuki bangunan tersebut, ia takut kalau tempat ini adalah tempat kerumunan seluruh preman.

Ayna menghela nafas, ia mengambil ponsel dan mulai membalas pesan masuk dari Nafia dua jam lalu.

"Boneka penyu ini milikku."

"Tidak. Itu milik Oyla. Kemarin Abang yang berikan pada Oyla."

"Mana ada, kamu jangan bohong. Jelas-jelas ini punyaku sejak dulu."

"Kamu salah. Kemarin Abang baru memberikannya pada Oyla."

Suara debat itu membuat ketenangan Ayna terusik. "Apa jangan-jangan itu anak-anaknya si kunti?" gumam Ayna.

"Mampus gue," Ayna cepat-cepat bangkit ketika mendengar suara langkah kaki yang mendekat.

"Eh itu siapa?" tunjuk Oyla pada Ayna yang tengah berlari terbirit-birit.

Teman berdebatnya tadi menggeleng menandakan ketidaktahuan.

Oyla menurunkan tangannya, matanya berkedip dua kali berusaha berpikir. Ia melihat sebuah ponsel berada di bangku dekat pohon. Dengan segera Oyla menghampiri ponsel tersebut dan mengambilnya.

Ponsel itu masih menyala dan belum terkunci, Oyla mengambil dan memainkannya.

Temannya tadi telah pergi, membuat Oyla lebih leluasa bermain. Di ponsel Ayna terdapat banyak game. Oyla merasa senang bisa bermain game.

Oyla tidak ingat waktu, ia tetap memainkan ponsel tersebut hingga ponsel itu mati karena habis daya.

"Yahh, mati," bibir Oyla maju beberapa senti.

Oyla menghela nafas, ia masuk ke dalam dengan hati bahagia. "KAK NANCI!!" teriak Oyla menggelegar.

Nanci yang sedang memotong buah terheran-heran melihat Oyla. "Jangan teriak-teriak, La. Tenggorokan kamu nanti sakit lagi mau?"

My Enemy Ayna Where stories live. Discover now