12. Akibat Nyontek

2.3K 145 4
                                    

Ayna berjalan menuju ruang guru, pelan tapi pasti dia melangkahi satuan jarak. Langkah kaki Ayna tidaklah begitu lebar. Jadi, dia santai-santai saja untuk bertemu Pak Supri.

Sesampainya di ruang guru, dia celingukan mencari keberadaan meja Pak Supri. Puluhan meja disini, bagaimana Ayna bisa tau keberadaan meja Pak Supri yang mana.

Daripada memasuki ruang guru tetapi yang mencari pun tak ada, lebih baik Ayna menunggu disini saja. Lumayan lah, modus agar tidak masuk kelas.

Ayna bersandar pada sisi dinding pintu, sambil bergumam, dia melihat ke arah lapangan. Disana ada Refyal yang tengah bermain basket. Ayna memperhatikan gerak-gerik Refyal. Cara bermain Refyal yang dibilang sudah sangat terbaik.

Sesekali kaus itu terangkat ketika Refyal sedang memasukkan bola ke ring, menampakkan pemandangan yang pasti membuat seluruh gadis berteriak heboh.

Ayna terkekeh ketika membayangkan dirinya tengah memegang perut kotak-kotak kepunyaan Refyal tersebut. Sungguh menggoda.

Siswa-siswi yang berlewatan memandang Ayna aneh. Mereka memang sudah terbiasa melihat Ayna seperti itu. Tertawa sendiri dalam khayalannya. Aneh.

"Gila tuh cewek," cibir seorang cowok berambut ikal yang sedang membawa gitar. Lalu disusul oleh anggukan dari teman-temannya.

Ayna yang mendengar hal tersebut mengangkat bahunya acuh. Toh, apa yang dibilang mereka benar adanya.

Ayna kembali melirik ke arah Refyal, disana ada Nolla yang sedang memberikan Refyal minum dan sapu tangan untuk mengusap keringat Refyal. Sudah biasa. Ayna sudah biasa melihat adegan seperti itu. Saking biasanya, rasanya Ayna ingin menjambak-jambak Nolla yang terlalu genit dengan masa depannya.

Lima belas menit berlalu, Ayna masih menunggu Pak Supri. Refyal tidak lagi bermain basket di lapangan, membuat Ayna kesal menunggu tanpa ada hiburan semata.

"Lama amat sih!"

"Kalo gini mah, mending gue di kelas tiduran di belakang si Bobi," celetuk Ayna. Dia membayangkan badan Bobi yang besarnya seperti gentong air, jadi setiap Pak Supri atau guru lainnya menjelaskan, dia bisa tertidur pulas di belakang tanpa ada gangguan apapun.

"Pak Supri nih kebiasaan banget dah. Udah dia yang nyuruh gue jumpain. Malah pergi entah kemana, gak bertanggung jawab banget sih jadi guru."

Ayna menghela napas, dia kembali mengedarkan pandangannya ke lapangan.

"Anka! Kamu kenapa sih belakangan ini bandel banget? Kemarin kamu kenapa malah ikut tawuran? Gara-gara kamu ikut tawuran, kamu hampir masuk penjara kan. Kamu tuh susah banget sih dibilangin, orang tua kamu itu saya suruh bawa kesini, suruh menghadap saya. Kenapa enggak dibawa juga dari kemarin?"

Ayna menoleh ke dalam ruang guru saat mendengar Bu Melati menceramahi adik iparnya. Tidak biasanya Bu Melati marah, emang ada masalah apa?

Ayna menyipitkan mata ketika mendengar bahwa Bu Melati menyebutkan kata tawuran. Tawuran? Si Anka ikut tawuran? Tidak mungkin! Dia kan murid teladan.

"Jawab Anka! Kalau kamu gak mau bawa Mama kamu ke sini, makanya kamu gak usah ikut hal-hal yang berbau nakal. Kamu tau? Gara-gara kamu anaknya Pak- ishhhhh," Ayna melihat Bu Melati mulai stres. Oke ini mulai serius, Ayna menajamkan pendengarannya.

"Sudahlah, kembali kamu ke kelas. Tetapi sekali lagi saya peringati, awas kalau kamu berbuat macem-macem lagi. Saya akan awasi kamu!" tekan Bu Melati. Ayna memperhatikan raut wajah Anka yang sedari tadi tidak berubah, hanya datar saja.

Anka keluar melalui pintu yang Ayna tempati untuk bersandar. Jadilah mereka saling bertatapan.

"Apa lo!" gertak Ayna yang dibalas tatapan tajam dari Anka. Anka hanya geleng-geleng kepala menanggapi gertakan Ayna.

Ayna menyipitkan mata ke arah Anka yang berjalan tanpa membalasnya. Mungkin dia sudah tobat, pikir Ayna.

"Gak waras. Ketawak sendiri," sindir Anka ketika langkahnya sudah lebih jauh dari tempat Ayna, tetapi Ayna masih tetap bisa mendengar.

"Apa lo bilang?! Berani lo ya ngejek gue dari jauh! Dasar adik ipar durhaka! Gue coret lo dari kartu keluarganya Kak Refyal nanti," teriak Ayna kuat membuat orang di sekitar Ayna menutup telinga akibat pekikan keras gadis itu.

"Duh, Na. Suara lo itu gak bisa lebih merdu sikit?" keluh salah seorang yang berlalu lalang. Tidak heran bila banyak yang mengenal Ayna, bahkan bisa dibilang satu sekolah ini pasti mengenal Ayna.

Satu kalimat; Tidak mengenal Ayna tidak update.

"Diem lo! Suka-suka gue dong. Mulut-mulut siapa? Mulut gue kan?!"

"Yaelah selow dikit kek, Na. Gue kan cuma nasehatin lo."

"Gue gak perlu dinasehatin sama manusia kek lo! Manusia rempong!"

"Gak ngaca apa lo, Na."

"Gue bahkan selalu ngaca kalau muka gue udah lebih cantik daripada si Nolla songong."

"Itu mah lo yang terlalu pede, Na."

Ayna berlalu ketika sudut matanya menangkap Pak Supri, mengabaikan satu manusia yang menurut Ayna merasa sok tau.

"Ada apa, Pak? Bapak manggil saya?" tanya Ayna saat sudah berada tepat di depan meja Pak Supri.

Pak Supri menoleh, berpikir sebentar lalu menggangguk. Seperti orang bodoh.

"Iya," Pak Supri nampak mengambil sebuah kertas yang Ayna tidak tahu kertas apa itu. "Ini kertas punya kamu?" sambungnya.

Ayna menatap kertas tersebut lalu mengambilnya. Itu punyanya, sudah jelas tertera namanya besar-besar di kertas tersebut.

"Punya saya, Pak. Orang udah ada nama saya."

"Punya kamu?" tanyanya lagi.

"Iya, Pak!"

"Serius punya kamu?" ulangnya yang ketiga kalinya.

Ayna mengerutkan dahinya bingung. "Bapak aneh banget, asli. Udah jelas ini punya saya, Pak. Bapak gak bisa baca emang?"

Pak Supri menatap Ayna tajam dibalik kacamata tebalnya. "Pergi kamu!"

"Hah?"

"Pergi kamu!" suruhnya tiba-tiba membuat Ayna bertambah bingung.

"Apasih, Pak. Gaje banget, njir," umpat Ayna asal ceplos.

"Berani kamu ya. Pergi saya bilang!"

"Apaan dah? Aneh banget," Ayna masih tetap menunggu, menanti Pak Supri kembali memanggilnya.

"Pergi!" titah Pak Supri terakhir kalinya.

Ayna yang sudah terlalu bingung akhirnya menuruti apa yang Pak Supri pinta. Tetapi baru lima langkah berjalan menjauh, Ayna kembali di panggil.

"Pergi dan bersihkan seluruh taman di sekolah ini selama satu minggu."

"Apa?"

"Laksanakan sekarang juga!"

Ayna menjadi bertambah bingung. "Gak waras nih orang," Ayna menatap Pak Supri yang sudah pergi membawa kopi hitamnya.

"Plankton kedua njir. Otaknya kecil!"

***

Holla:"

Pendek yak kayak aku😥, gak deng, akumah mana pendek.😝

Istri sahnya Jeon Jungkook💓

My Enemy Ayna Where stories live. Discover now