14. Loker

2.4K 144 5
                                    

Ayna berjalan memasuki rumahnya. Ia teringat akan dirinya yang berusaha keras menaiki angkot akibat sulit menekukkan lutut. Ini semua gara-gara si Anka tai, pikir Ayna.

"Kaki gue sakit tuh," ringis Ayna. "Untung aja gue bisa pulang. Kalo gak, mampus ajalah."

Ayna duduk di sofa sebentar, dia terlalu capek untuk menaiki tangga menuju kamar, jadi dirinya cukup beristirahat sebentar.

Terlalu lama beristirahat membuat Ayna merasa bosan, dia menyalakan televisi. Menikmati film spongebob sambil berbaring, sangat sesuai dengan selera Ayna. Apalagi bila ditambah dengan camilan. Ayna pun mengambil beberapa snack, dengan jus mangga yang telah dia buat dengan susah payah.

"HAHAHAAHHAHA," Ayna tertawa terbahak ketika bintang laut yang ada di dalam televisi tersebut berusaha menyembunyikan donat yang ternyata adalah hadiah ulang tahun dari sahabatnya, spongebob.

"BODO BANGET ANJIR! HAHAHHAHAHA GILAK!" teriak Ayna setengah mati dengan napas yang terengah-engah.

Karena terlalu asik menonton Ayna tidak sadar bahwa Ayahnya sudah pulang.

"Ayna!" tegur Ayah Ayna.

Ayna menoleh ke arah sumber suara. "Loh, Ayah kapan pulang?"

"Kondisikan suara kamu! Ayah capek pengin istirahat. Jangan berisik!" titahnya mengabaikan pertanyaan Ayna.

Ayna termagu di tempat lalu mengangguk lemas. Ayahnya tidak pernah memperhatikan dirinya. Bahkan dia tidak menanyakan mengapa Ayna masih mengenakan seragam sekolah.

Ayna menatap punggung Ayahnya yang sedang menaiki tangga.

"Ayna rindu Ayah..," lirihnya.

***

Ayna berjalan dengan lesuh, dia melangkah menuju kelasnya lalu menelengkupkan wajah.

"Tumben-tumbenan banget lo pagi ini gak kecacingan. Kesambet apa lo? Jangan-jangan karena kemarin lo udah mau tobat yak?" tuding Nafia.

Ayna melirik Nafia. "Sembarangan banget mulut lo. Gue kan emang udah tobat kemarin. Jangan membalikkan fakta yak."

"Yang ada lo kali yang membalikkan fakta. Orang gila tuh ya orang gila aja. Mau tobat juga gak bakal sembuh seratus persen. Namanya otaknya udah mereng, gimana mau dibenerin coba, mana bisa," cibir Nafia yang membuat Ayna berdesis sabar.

"Diem lo! Dasar mafia! Penjahat ya penjahat aja. Gue gak gila kalo lo lupa, mana ada orang gila yang secantik gue. Kak Refyal aja sampe kelepek-kelepek waktu liat gue," sombong Ayna kepada Nafia sambil mengibaskan rambutnya ke belakang, Nafia sendiri sudah memperagakan mulut muntah.

"Duh gue tadi pagi makan apa ya? Sayang banget kalo gue keluarin semua sekarang," sindir Nafia.

Ayna menatap Nafia enteng. "Keluarin aja, siapa tau ada berlian di perut lo. Bisa kaya mendadak kita."

"Ah capek gue tuh bedebat sama lo! Bawaannya gue gak pernah menang deh. Males gue lama-lama," Nafia meninggalkan Ayna dengan bibir mengerucut.

"Cieeee ngambek nih yeee. Baru tau gue, mafia bisa juga ngambekan. Setau gue sih mafia itu orangnya kejam, kasar, tidak berperikehewanan," Ayna menggeleng-gelengkan kepala melihat kepergian Nafia. Dia tahu Nafia termakan ucapannya. Haha, rasain!

Bel masuk telah berbunyi, tak terasa kelaspun mulai ramai. Hari ini pelajaran Bu Emi, percuma saja bila Ayna berada di kelas. Ujung-ujungnya juga dia akan dikeluarkan. Jadi Ayna memilih pergi sendiri daripada diusir.

Sementara di ujung sana Nafia masih mengerucutkan bibirnya. "Kek gitu yang dinamain tobat? Sampe anak mamang punya cucu pun gue yakin dia gak akan pernah tobat."

My Enemy Ayna Where stories live. Discover now