BAB 54

13.1K 836 57
                                    

Bagian 54 : MASALAH DARI BUNDA DINARA

"Gue ga tau kejadiannya kapan. Nyokap gue dateng terus bilang gitu aja."

Dinara sudah menceritakan bagaimana bundanya datang dengan kabar buruk bagi Dinara. Setelah mengatakan bahwa bundanya akan menikah lagi, Dinara diam.

Bundanya Dinara malah kebingungan sendiri. Lalu berkata, "kita bicarain lagi di rumah. Bunda masih ada kerjaan. Balik ke rumah nanti ya."

Bundanya meninggalkan Dinara sendiri. Setelah Bundanya menghilang masuk ke dalam mobil, lalu mobilnya melaju meninggalkan Dinara. Dinara terduduk di samping mobilnya.

Dinara ingin menangis namun air matanya tidak bisa keluar. Dia sakit.

Cukup lama Dinara terduduk di samping mobilnya, Dinara akhirnya berakhir di sini. Di dalam mobil tanpa keluar dari mobil. Tanpa persediaan makanan dan tanpa orang lain.

Sebenarnya, tempat ini sering di kunjungi orang yang ingin berduaan, mencari inspirasi atau bahkan orang yang ingin melarikan diri dari masalah seperti Dinara.

Tapi karena jalannya cukup jauh dari bawah sana. Orang - orang sudah merasa malas datang ke sini. Apalagi ditambah dengan rerumputan yang mulai meninggi dan tidak terurus.

"Apa nyokap lo ga ngenalin calonnya ke lo ?"

Dinara menggeleng tidak tahu.

"Gue juga nggak terlalu mau tahu tentang siapa yang bakal dinikahin sama nyokap gue." Kata Dinara santai

Bima hanya mengangguk - anggukan kepalanya sambil memakan makanan ringan yang tersedia di sana.

Hal yang sama dilakukan oleh Dinara titik Dinara mengambil makanan ringan setelah memakan mie cup- nya.

"Jadi, apa yang akan lakuin setelah ini ?" Tanya Bima langsung.

Gendi kan dari bahu Dinara seolah menggambarkan Dinara tidak tahu apa yang harus dilakukan. Mengikhlaskan ibunya dengan yang lain atau menahan ibunya untuk dirinya sendiri.

Dinara menceritakan tentang keegoisan dirinya terhadap orang yang disayanginya kepada Bima. Dia tidak tahu jika Bara sudah pernah menyampaikan hal ini kepada Bima sebelumnya.

"Gue juga nggak tahu mempertahankan atau melepaskan." Kata Dinara pelan.

Setelah itu Dinara menatap Bima yang ada di sampingnya. Lalu tidak tau kenapa, Dinara tersenyum kecil.

"Menurut lo, Bim." Bima menoleh menatap Dinara, "gue harus gimana ?"

Bima diam. Lalu menggeleng pelan.

"Gue pasti ngerasa sedih sih. Nyokap sama bokap gue juga dingin gitu di rumah. Dan ngebuat gue kayak ga punya orang tua. Dan ya, itu sepi dan menyedihkan." Kata Bima pelan

Dinara sekarang yang diam. Seolah Dinara tau jika Bima akan melanjutkan perkataannya. Jadi, Dinara menunggu lanjutan dari cerita Bima.

"Kalo menurut gue, kebahagiaan lo juga penting. Jadi lebih baik lo fikirin dulu semuanya pelan - pelan. Gue ga bisa ngasih solusi. Takutnya, solusi gue lebih menuntut lo buat jadi seperti yang gue sarankan." Bima menjeda lalu menarik nafasnya, "jadi untuk sekarang, gue minta lo coba mikirin apa yang terbaik buat lo. Buat nyokap lo juga."

Senyuman kecil Dinara membuat Bima bingung.

"Kenapa ?"

Dinara menggeleng, "gue fikir, lo bakal ngasih saran buat mencoba membahagiakan orang tua dulu sebelum kebahagiaan gue."

"Gue fikir, lo juga berhak bahagia."

* * * * * * * * * * * * * * * * * * * * * * * * * * * * * * * * * * * * * *

Dinara pulang ke apartemennya di antar Bima. Mereka memakai mobil masing - masing. Bima mengikuti mobil Dinara dari belakang. Dan Dinara mengemudikan mobilnya santai.

Setelah sampai di apartemen Dinara, Bima tidak mengantarnya sampai ke basemen. Hanya mengantarnya sampai ke depan gedung apartemen Dinara. Bima sudah bilang sebelumnya, bahwa dia tidak bisa meninggalkan Renny sendirian di rumah. Apalagi, ibu dan ayahnya sedang tidak ada di rumah.

Sampai di lantai apartemennya, lift terbuka. Dinara berjalan santai tapi ponselnya mengintruksi Dinara untuk berhenti.

"Kenapa ?" Ucap Dinara setelah menempelkan ponselnya pada telinga.

'Lo ga di apartemen ?'

Suara Fathur yang serak membuat Dinara yakin jika Fathur sudah tertidur. Dinara melirik jam tangannya dan waktu sudah menunjukkan pukul satu malam. Tumben sekali. Fathur seperti itu hanya ketika sedang bersama wanita tentu saja.

"Baru sampe. Kenapa ?"

Dinara masih saja berjalan santai menuju kamarnya di lorong itu. Hanya tinggal belok ke kanan, Dinara sudah bisa mencapai kamar tidurnya.

'Ada yang ribut di depan apartemen lo.'

Langkah santai Dinara berhenti. Tinggal beberapa langkah lagi, Dinara tinggal berbelok dan itu akan sampai ke sana. Namun ucapan Fathur seakan membuat Dinara terpaku dan membeku di tempat.

'Kayaknya ada nyokap lo. Bara juga ada tadi waktu gue balik.'

Dinara makin yakin, ucapan Fathur tidak mungkin salah. Ah, Dinara sedang malas menemui mereka.

"Ngeributin apa ?"

'Gue ga yakin. Tapi gue rasa mereka bahas soal bantuan Bara untuk pernikahan nyokap lo.'

Ini yang membuat Dinara malas pulang. Untung saja, Dinara sudah pindah apartemen. Kalau di apartemen lama, Dinara bisa malu oleh tetangga yang lain. Bara dan bundanya pasti ada di dalam, namun ruangannya tidak kedap suara jadi, tetangga bisa saja mendengar apa yang sedang Bara dan bundanya bicarakan.

Dinara sudah mulai melangkah lagi setelah berucap terima kasih pada Fathur yang sudah memberikan informasi yang membuat Dinara hampir saja tidak bisa melangkahkan lagi kakinya. Untung saja Dinara sudah kebal dengan semua yang seperti ini. Walau Dinara sudah bosan dan malas, hatinya juga sedikit teriris, Dinara akan selalu mencoba untuk menguatkan dirinya sendiri.

"Itu Dinara tante," ucap Bara yang menatap ke arahnya terdengar ke telinga Dinara yang sudah mulai mendekat.

Dinara jadi ingat ucapan Fathur sebelum menutup ponselnya. Jika dia siap membantu kalau Dinara perlu bantuan. Dinara menggenggam erat ponsel yang sengaja ia tidak masukkan ke dalam tas ataupun saku yang ada di celananya.

"Dinara, dari mana ? Bunda nunggu kamu."

Dinara tersenyum kecil, "ngapain bunda di sini ? Bukannya bunda harus ada di rumah sakit ? Emang bunda libur ?"

Pertanyaan Dinara yang membabi buta itu membuat Bara terkejut. Sudah lama rasanya Bara tidak mendengar Dinara berbicara dengan kalimat dan pertanyaan sepanjang itu. Dinara dulu memang sangat bawel dan tidak bisa diam. Hanya karena Bara melakukan kesalahaan, Dinara jadi berubah. Terutama sikap Dinara pada Bara.

"Bunda mau liat apartemen baru kamu. Bunda kan juga harus tau gimana anak bunda tinggal di sini." Kata Bundanya yang membuat Dinara tertawa dalam hati.

Dinara tersenyum kecil untuk bundanya.

"Kenapa ga besok aja bunda. Hari udah malem banget." Dinara beralasan sambil melihat jam tangannya.

Bundanya mengangguk kecill, "setidaknya bunda tau, bagaimana kehidupan anak bunda selama ini."

Dinara terkekeh. Tawa dalam hatinya keluar begitu saja tanpa di minta. Atau bisa disebut jika Dinara kelepasan.

"Kenapa, Ara ?"

Bara yang sedari tadi diam bertanya. Bara nampak heran begitu Dinara terkekeh mendengar ucapan dari bundanya.

Gelengan dari Dinara membuat Bara semakin bingung.

"Gue bingung aja. Dan mau tanya sama bunda."

"Kenapa, Ara ?"

Dinara diam, sikap dan aura dingin Dinara keluar.

"Kenapa bunda baru peduli sama aku sekarang ? Apa karena bunda mau ninggalin aku semakin jauh ? Apa sikap bunda selama ini tidak cukup untuk membuat jarak di antara kita ?"

Senior RuwetTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang