Bab 16

18.8K 1.6K 77
                                    

Bagian 16 : CUMAN BIMA YANG MENANYAKAN

.

.

.

Mereka sudah hari kedua di bali. Malam pertama, mereka makan dan langsung tidur, mungkin capek. Hari ini di pagi – pagi sekali mereka sudah bersiap untuk menyusuri kota bali. Ya walaupun mungkin tidak semua akan dikunjungi hari ini. Masih ada besok dan besoknya lagi sebelum pulang.

"Jadi mau kemana dulu nih ?"

Mereka masih ada di lobi hotel. Juan sudah bilang jika hotel yang di sewa untuk mereka adalah hotel dengan pantai di sampingnya. Dan tentu saja, bukan saja indah. Pagi tadi, Dinara dan Gege sudah melihat sunrise yang sangat cantik. Kebetulan kamar mereka bertiga dengan ditambah Arika, menghadap ke arah timur. Jadi, sunrise sangat baik di posisi ini.

"Gue denger ada banyak air terjun indah. Gue mau coba ke sana. Buktikan kalo Bali bukan indah buat mantai aja."

Gege menyambar pembicaraan. Lagi pula, Dinara setuju dengan Gege. Pantai sudah cukup membosankan untuk Dinara karena pantai memiliki kenangan buruk untuk Dinara. Sebagian besar berasal dari pantai.

"Gue juga pengen nyobain gimana air terjun Bali. Jadi di mana Ge tempatnya ?"

Gege menunjukan tempat yang di sudah carinya semalam. Dan tentu saja wajah Dinara berbinar. Benar – benar bagus. Dan sepertinya enak untuk mandi di sana. Giliran Desta yang melirik ponsel Gege.

"Gila sih bagus njir. Mandi di sana dah gue." Kata Desta lalu berlari menunggu lift.

"Gue jamin lo bakal nyesel ga ikut gue naik. Bawa baju amjinc."

Dan tentu saja Dinara tertawa lantas mengikuti omongan Desta. Selalu saja Dinara yang paling pertama mengikuti apa yang Desta mau. Lihat ? Yang lainnya juga ikut menunggu lift datang.

* * * * * * * * * * * * * * * * * * * * * * * * * * * * * * * * * * * * * * * * *

Perjalanan ke sana cukup jauh. Berbukit dan tentu saja memakan waktu yang cukup lama. Tempatnya agak di pedalaman gitu. Jadi mereka harus naik mobil khusus ke sana setelah sampai di tempat parkir umum di sana.

Setelah naik mobil khusus ke jalan berbatuan, telinga Dinara dan yang lainnya sudah mendengar deruan air terjun. Pertanda mereka akan sampai. Setelah mereka turun dari mobil, mereka harus berjalan turun sedikit ke bawah untuk menjangkau air terjun itu.

Sepi memang. Mereka datang selagi yang lain menikmati berjemur di pinggir pantai atau bahkan berenang di air asin. Menurut para penjaga disini, biasanya para pengunjung datang dari tengah hari ke sore. Untuk mandi dan kembali kepenginapan. Beruntung saja, mereka datang saat suasana sedang sepi.

"Anjay bagus banget." Desta berucap, "Ge ... Ge .. potoin gue dong liat gue liat."

Desta begitu atraktif jika begini. Dasar selebgram.

"Kayaknya lebih enakan lo munggungin gue deh." Ucap Gege lalu Desta menurut.

Gege tertawa kecil, "kenapa – kenapa ?" seru Desta ketika melihat Gege tertawa.

"Lo bagusan di foto dari belakang."

Senyuman lebar Desta luntur ketika Gege melanjutkan omongannya, "Soalnya muka lo ga keliatan. Kan bagus jadinya."

Semua orang di sana tertawa. Termasuk Dinara. Ada – ada saja kelakuan mereka berdua. Bima masih memperhatikan gerakan – gerakan kecil yang dilakukan Dinara. Dinara duduk di batu besar dengan kaki tenggelam ke air sampai di mata kakinya. Lantas, Abima mengikuti Dinara. Duduk disampingnya dan menenggelamkan kakinya di dalam air.

Yang lain sudah main air. Gege, Desta, Juan menemani Arika. Memperlakukan lembut seorang Arika dengan sikap dingin Juan. Bima sangat tertarik dengan kisah mereka berdua. Bagaimana awalnya Arika mengenal Juan sampai akhirnya mereka menjadi pasangan.

"Arika kayaknya ga terlalu suka air." Ucap Dinara pelan.

Bima menoleh kepada Dinara lalu melihat Arika yang menenggelamkan kaki hingga lututnya ke air. Bima merasa baik – baik saja dengan Arika.

"Kenapa ? Dia kayaknya baik – baik aja." Tanya Bima untuk Dinara.

Dinara menggendikkan bahunya, "entah, hanya saja sedari tadi dia terus berpegangan pada Juan dan tidak mau lepas."

Kekehan Bima membuat Dinara menoleh, "kenapa ketawa ?" tanya Dinara.

"Gapapa, mungkin Arika sama Juan lagi di masa kasmaran, Di."

Balasan Dinara membuat Bima kembali menatap Arika bersama Juan.

"Arika bukan hanya berpegangan agar selalu bersentuhan dengan Juan, Arika mencengkram kuat lengan Juan."

Lantas saja Bima mengangguk ketika melihat kenyataan itu. "Lo ga main air ?" sahut Bima mengalihkan perhatian Dinara terhadap Juan dan Ariska.

Dinara mendengus, "mau, bentaran lagi. Matahari baru aja naik. Belom di atas kepala."

"Lah kenapa ?"

"Dingin, Bim."

* * * * * * * * * * * * * * * * * * * * * * * * * * * * * * * * * * * * * * * * * * * * * * * * * * * *

Mereka sudah ganti tempat tujuan. Mereka ada di pantai kuta sore hari. Katanya disini bagus kalau malam. Rame lagi. Dan mereka mungkin akan belanja kebutuhan untuk oleh – oleh keluarganya masing – masing di swalayan dekat sana.

Abima membeli beberapa pakaian untuk Renny adiknya dan juga untuk teman – temannya Bima. Tim ubur – ubur juga jangan dilupakan. Mereka yang menemani bima kurang lebih dua tahun ini.

"Untuk Ryan mana yang bagus, Di ?"

Iya. Bima ditemani oleh Dinara. Tentu saja. Siapa lagi yang akan di tarik Abima jika bukan Dinara.

"Gue suka ini. Ryan kan orangnya agak, galak."

"Hah ? Tau darimana lo ?"

Gendikkan bahu yang diterima oleh Bima membuat Bima terkekeh sendiri. Lagian, Bima sudah mengerti jika Dinara adalah pembully juga.

"Di, ceritain dong, katanya dulu lo suka ngebully juga ?"

Dinara mengantungkan lengannya saat akan mengambil baju kaus berwarna merah maroom di depannya. Dinara sudah tau jika satu sekolah juga mengetahui tentang hal ini. Namun Bima lebih penasaran dari yang lainya.

Di antara teman Dinara yang lainnya, hanya Bima yang menanyakan hal ini. Dinara berfikir langsung berdeham kecil.

"Hemm, gue harus mulai dari mana ya ?"

Bima terkekeh, "lo yang ngelakuin, Di. Kenapa bingung ?"

Kekehan keluar dari mulut Dinara yang sedari tadi tertutup.

"Okay, gue bakal mulai."

Bima mengangguk antusias lalu menatap Dinara. Memberikan kesan sangat ingin tau bagaimana Dinara dulu dan bagaimana Dinara bisa berhenti.

"Jalan dulu sana, bayar dulu abis tu nongkrong duduk di sana." Ucap Dinara mendorong punggung Bima menuju kasir sambil menunjuk tempat duduk di salah satu resto di depan pantai.

Bima berdecak, "gue kan udah penasaran. Malah ada acara di tunda."

Dinara hanya terkekeh sambil mengambil uang untuk membayar apa yang tadi dia beli. Bima melakukan hal yang sama. Mereka mengobrol hal ringan sambil mengantri di kasir, tertawa kecil dan seolah Dinara tidak ada masalah apapun.

Padahal tadi pagi, Bara menelpon untuk menanyakan kemana Dinara pergi. Dan tentu saja Dinara tidak memberitahukan apapun kepada Bara. Dan bisa di tebak ? Bara punya nomor telepon Bima. Dan Bima mengatakan semuanya. Tentu saja tanpa kompromi dengan Dinara terlebih dahulu.

Jika Bara meneleponnya, mungkin ada hal yang benar – benar mendesak. Dan kemungkinan lainnya Bara sempat datang ke apartemen Dinara dan tidak menemukan Dinara di sana.

"Oh iya, Bara tadi WA gue, katanya dia bakal dateng ke Bali besok."

Oh shit ! 

Senior RuwetWhere stories live. Discover now