Bab 43

16.1K 1.3K 281
                                    

Bagian 43 : BUNDA DINARA

.

.

.

Sore ini, dengan diantar Bima, Dinara bertemu ibunya. Ada satu kafe di dekat rumah sakit di mana ibunya bekerja. Bima sepertinya memiliki janji juga di kafe yang sama melihat dia sudah mengobrol dengan salah satu temannya yang sudah menunggunya di tempat yang tidak jauh dari tempat duduk Dinara bersama ibunya. Bundanya.

"Kamu bisa balik kerumah, Ara."

Dinara masih kesal dengan ibunya yang terus memaksa untuk pulang ke rumah yang ditempati ibunya sekali – kali.

"Di sana ada Bi Yum yang bantu kamu. Nyuci baju sama nyiapin makan."

"Bunda. Aku udah bisa semuanya sendiri."

Bundanya mendesah kecil, "bukannya kamu ga bisa masak."

Dinara tertawa dalam hati. Iya. Dinara tidak bisa masak. Apa itu masalah besar ? Tidak juga. Dinara masih sehat dan bisa tumbuh mencapai seratus enam puluh dua sentimeter sampai sekarang.

"Kenapa harus di apartemen itu, Ra ?"

"Parkirannya luas, Bunda."

Bundanya menelan makanan yang sudah ia makan tadi. "Emang kamu pake parkirannya ? Kamu kan punya satu mobil doang. Buat apa parkirannya gede – gede ?"

Lagi – lagi Dinara harus tertawa dalam hati. Tidak tau saja. Dinara kan sudah punya banyak koleksi mobil juga motor.

"Ya siapa tau, Dinara bisa punya mobil banyak gitu." Seru Dinara cuek memakan makanannya.

Yang terdengar adalah suara tarikan nafas bundanya.

"Kalo bunda pindah rumah, ga di rumah itu lagi. Apa kamu mau pulang ke rumah ?"

Dinara diam. Tentu saja mungkin itu akan berbeda jika bunda membicarakan hal ini sebelum Dinara pindah. Dinara sudah terlanjur nyaman dengan apartemennya yang sekarang. Bundanya terlalu terlambat untuk mengulang lagi waktu yang sudah Dinara habiskan sendiri.

"Tergantung." Dinara mengendikkan bahunya.

"Tergantung apa ?"

Dinara mengunyah lalu menelan makanannya sebelum berkata, "tergantung, bunda balik ke rumah tiap hari atau engga."

"Ga bisa tiap hari juga, Ara."

Dinara mengangguk. "Ya berarti Dinara juga ga bisa pulang ke rumah bunda dong."

"Apa bedanya Daiara ? Rumah ya rumah."

Ini nih. Dinara sudah malas ribut masalah yang seperti ini.

"Ya bedalah. Setidaknya, Dinara balik ke rumah ada kehidupan di sana."

"Kan ada Bi Yum."

"Beda bunda."

"Apa si yang beda ? Kan kamu bilang kudu ada kehidupan di rumah. Bi Yum juga hidup, Ara."

Dinara ingin tertawa tapi di tahan. Bundanya ini seorang dokter. Tapi kenapa lemot begini. Apa sudah tertular dari banyak pasien yang minta konsul kepada dirinya ?

"Intinya, bunda ga di rumah, Dinara juga males di rumah."

"Kalo bunda nikah lagi gimana ?"

Dinara diam.

Dinara sedang tidak bisa di ajak bercanda.

Bundanya dengan seenaknya membahas yang bisa membuat Dinara sangat tidak bisa sabar. Menikah. Dinara tidak suka pembahasan itu.

Senior RuwetWhere stories live. Discover now