Bab 41

16.4K 1.3K 71
                                    

Bagian 41 : TENTANG PERTEMANAN DINARA DAN BIMA

.

.

.

Bara sudah hadir di tengah – tengah mereka. Dinara masih diam karena keterkejutan yang baru saja di terima dari Jefri. Bima juga ada. Setelah Dinara turun dari mobil masih dengan suruhan Jefri, Bima menyusul ke lokasi yang di kirimkan Dinara. Tidak jauh dari rumahnya. Bara bisa melihat Dinara sedikit 'diam' di sana.

"Gue udah nyuruh lo jangan bilang apapun sama Dinara, Jef."

Jefri terkekeh begitu Bara berucap kata dengan nada dingin dan datar. Jefri juga sedikit marah pada Bara yang menatap Dinara tanpa henti. Dinara juga tidak menatap Bara. Dinara hanya diam begitu di dekatkan dengan sosok yang baru di kenal Jefri.

"Lo okay, Di ?"

Bima kembali menanyakan itu. Karena pertanyaan – pertanyaan sebelumnya tidak diindahkan oleh Dinara.

"Ara. Liat gue."

Bara menyentakkan badan Dinara untuk menatap ke arah Bara. Dinara menatap Bara dingin. Sepenuhnya memang bukan salah Bara. Hanya saja, Dinara masih kaget dengan kenyataan ini.

"Gue mau pulang." Ucap Dinara dengan penuh penekanan kepada Bara.

Namun selanjutnya, Dinara melepaskan tangan Bara dari tubuhnya dan menghampiri Bima.

"Bisa lo anterin gue balik, Bim ?"

Jefri tertawa, "lo mau ninggalin Bara ketika udah tau kenyataannya, Ra ? Tega."

Dinara benar – benar yakin, Jefri punya dua kepribadian. Dan apa Dinara juga sama ?

"Gue bakal ngomong berdua sama Bara lain waktu. Gue mau nenangin diri gue dulu bentar. Puas lo ?"

Jefri masih tertawa lalu menggeleng, "belom puas kalo lo masih ngiket Bara kayak gini." Ucap Jefri dingin.

Tuh 'kan. Dinara benar – benar yakin jika Jefri punya dua kepribadian.

"Gue ga inget kalo gue ngiket Bara. Gue udah bebasin dia mau ninggalin atau tetep di samping gue." Dinara meledak.

Dinara benar – benar sudah cukup dengan kesabarannya.

"Kenapa lo ga tanya dia tentang pilihan apa yang dia ambil." Ucap Dinara kemudian meninggalkan Bara dan Jefri.

Bima yang di tarik paksa oleh Dinara kini kebingungan. Tidak mengerti apa masalahnya. Yang Bima mengerti adalah Dinara benar – benar sedang terluka.

"Lo tunggu dulu di sini. Gue ambilin minum dulu."

"Bim." Dinara memanggil Bima pelan tapi berhasil membuat Bima menoleh. "Gue boleh diem di sini bentar ga ? Kalo perlu gue ijin sama bokap dan nyokap lo."

Bima tersenyum lantas mendudukkan Dinara di sofa yang pernah Dinara duduki sebelumnya. "Boleh, bokap sama nyokap gue lagi ga di rumah. Apa lo mau tunggu di kamar gue ?"

Dehaman dari Dinara memmbuat Bima salah tingkah, "gue ga ada maksud apa – apa. Cuman gue ngeliat lo kayak yang belum tidur."

Kekehan dari Dinara membuat Bima makin salah tingkah, "gue ngerti. Jadi gue boleh pake kamar lo ?"

Anggukan cepat dari Bima membuat Dinara kembali tersenyum, "di atas 'kan ?"

Dinara mendongkak begitu melihat tangga yang ada di sana menuju kamar Renny dan Bima. Bima terkejut lalu dengan cepat tangannya menggapai leher Dinara.

"Di, lo luka."

Dinara juga terkejut begitu ada tangan hangat di lehernya. Dinara berdeham menuntaskan kecanggungan di antara mereka.

Senior RuwetWhere stories live. Discover now