Bab 42

14.5K 1.1K 124
                                    

Bagian 42 : SISI BARA DAN SISI BIMA

.

.

.

Bara sudah kembali ke rumahnya setelah dia menyelesaikan urusan dengan Jefri. Jefri benar – benar sudah keterlaluan. Bima sudah berhenti dari pergaulan dia dan teman – temannya. Bara tidak bisa kembali lagi bukan karena Dinara. Tapi memang dirinya sendiri yang tidak ingin kembali lagi.

Bara merebahkan tubuhnya di atas ranjangnya. Sudah pukul tiga. Bagaimana dengan Dinara ? Itu yang masih ada di pikiran Bara.

Tadi, setelah Dinara pergi bersama Bima, Bara ingin segera menyusulnya. Namun Jefri menahannya. Jefri menahan Bara yang hendak mengejar yang menurut Jefri tidak usah di kejar.

"Dia ga usah dikerja, Bara. Dia udah ninggalin lo."

Bara mendesah, "semuanya gara – gara lo."

Jefri tertawa, "apa salah gue ?"

"Lo ngomong apa aja sama Dinara ?"

"Lo takut kalo gue billang lo pernah tidur bareng cewek dan cowok ?"

Bara meninju pipi kiri Jefri.

"Bangsat."

Jefri yang terjatuh akibat pukulan keras yang di berikan Bara itu tertawa. Dia mengelap sudut bibirnya yang tersobek dan berdiri lagi.

"Gue ga bilang gitu sama Dinara. Gue cuman ga bisa kehilangan lo lagi."

Jefri menunjukkan sisi lainnya.

"Jef, gue udah ga main sama lo dan kawan – kawan lo. Gue pengen hidup normal."

Bara mendesah menjambak rambutnya sendiri. Kemudian, dia ingin sekali menunju Jefri berkali – kali setelah menyelesaikan kata, "gue cuman bilang gue adalah teman main lo."

"Jef."

"Kenapa ? Temen main yang gue maksud adalah makna yang sebenarnya. Lo sama gue temenan dan suka main bareng."

Bara menggeleng kemudian menumpu tubuhnya di lutut dengan kedua tangannya.

"Dinara bisa aja salah paham tentang yang lo barusan omongin."

Jefri tersenyum, "itu yang gue mau, Bar. Lo terlalu mudah dimanfaatkan sama dia."

"Dia ga pernah memanfaatkan gue. Dia hanya bergantung sama gue. Gue yang sering nyakitin dia. Dan kenapa lo harus nambah kesakitan dia, Jef ?"

Bara mengacak – ngacak rambutnya ketika fikirannya hanya Dinara dan Dinara. Dia beranjak ke kamar mandi lalu membersihkan dirinya. Walaupun Bara tau, mandi saja tidak akan membuat tubuhnya bersih.

"Apa gue langsung bilang sama Dinara aja ?"

Gumaman itu terus menerus keluar dari mulut Bara setelah mengumpat beberapa kali.

Bara sudah menyelesaikan urusan kamar mandinya. Dia sedang memikirkan masalah, menelepon Dinara sekarang atau nunggu pagi atau mungkin siang. Bara biasanya tau jika Dinara sedang tidak bisa tidur. Tapi mungkin Dinara juga tidak akan mengangkat telepon Bara sekarang. Jadi, Bara merencanakan untuk menelepon Dinara nanti saja. Sesudah matahari sudah agak naik.

***

Dinara menggeliat di tempat tidurnya. Begitu dia mendongkakkan lehernya untuk menggeliat dia merasakan perih di lehernya.

"Sakit njir." Ucapnya, tanpa membuka mata.

Dinara hanya mengusap lehernya lagi pelan.

"Nyenyak banget tidur lo."

Senior RuwetWhere stories live. Discover now