Bab 59

86 6 0
                                    

Bagian 59 : GEGE DATANG

Dinara sudah berada di apartemennya. Fathur di temani Bima di rumah sakit. Meskipun Dinara bersikukuh untuk menemani Fathur, Bima juga tidak bisa Dinara lawan. Dengan alasan Dinara perempuan dan harus beristirahat karena hari mulai menjelang pagi, Bima melakukan penjagaan untuk Fathur.

Selain itu, Bima juga teringat sewaktu Dinara tidak sdarkan diri dulu akibat menolong Renny, adiknya, Dinara mengatakan jika dia membenci jika ada di rumah sakit. Dinara juga sedang tidak ingin bertemu orang tuanya. Dan sialnya, rumah sakit terdekat adalah rumah sakit dimana ibu Dinara bekerja. Oleh sebab itu, Dinara benar - benar harus pulang.

Walaupun sedari tadi dirinya berbaring di atas tempat tidur, dia sama sekali tidak bisa tidur. Dia lelah memang. Tapi entah, Dinara sulit tidur juga. Dan sudah biasa.

"Apa gue minum obat aja ? Gue juga perlu istirahat sebenernya." Dinara bermonolog sendiri.

Kemudian, Dinara bangkit juga dari tempat tidurnya. Nakas samping tempat tidur Dinara, di laci paling bawah. Dinara menyediakan obat tidur dan penenang untuk dirinya. Dinara harus melakukan ini untuk mengistirahatkan tubuhnya sendiri jika tidak ingin memakai alkohol.

Dinara sedang tidak berniat untuk mabuk.

Efek samping dari obat ini adalah, Dinara tidur. Tapi tidurnya tidak nyenyak. Akan ada sekelibat kejadian masa lalu yang membuatnya terbangun dengan mandi keringat. Dinara juga jadi malas tidur sejak mimpi buruk itu terus - menerus menganggu Dinara.

Dinara meminum obatnya lalu mulai berbaring lagi. Biasanya, obat ini segera beraksi dengan tubuhnya. Dosis obat ini juga sudah di tambah. Dinara meminum tiga tablet dalam sekali teguk. Saat kemarin dua tablet tidak ada efek mengantuk, Dinara berinisiatif untuk menaikkan dosisnya lagi.

Langit - langit putih di kamar Dinara menjadi pemandangannya kali ini. Dinara masih berfikir bagaimana tidur nyenyak tanpa ada yang menganggunya. Termasuk mimpi dan juga masa lalunya. Dinara sudah capek dan muak jika harus terus terjaga setiap malam bahkan sampai pagi lagi. Dinara seakan takut jika menutup mata barang sebentar saja. Dinara juga tidak sanggup jika harus pulang ke rumahnya.

Lalu kemudian, Dinara teringat saat dia menginap di kamar Bima. Tanpa obat. Tanpa alkohol dan juga tanpa penenang apapun, Dinara bisa tertidur nyenyak.

"Kenapa juga ? Abima ?"

* * * * * * * * * * * * * * * * * * * * * * * * * * * * * *

Dinara terbangun dari tidurnya. Hari sudah sore. Dinara baru saja selesai menguap saat bel apartemennya di tekan. Ponselnya bergetar. Mungkin saja sedari tadi. Matanya menangkap cahaya sore yang masuk ke sela - sela jendela balkonnya yang hanya tertutup sedikit. Lalu Dinara menggapai ponselnya.

Gege's calling.

"Kenapa, Ge ?"

'Gue di depan elah. Lo tidur udah kayak kebo. Ga laper lo ?'

Dinara menjauhkan ponselnya dari telinganya. Suara Gege sudah menggelegar. Dan ternyata Gege yang menekan - nekan bel apartemennya. Sialan Gege.

"Iya gue ke sana."

Dinara memtuskan sambungan telepon Gege. Dan Dinara yakin jika Gege akan mendumel setelah pintu apartemen Dinara di buka nanti. Entah mendumel karena Dinara lama mengangkat telepon atau karena Dinara mematikan sambungan telepon Gege. Kita akan segera mengetahuinya.

"Lo kebo atau apa si, di telepon sedari tadi juga. Mana gue malu sama tetanga lo sebelah. Masa dia bolak - balik tanya ke gue kenapa gue nunggu lo di luar. Terus kenapa juga lo matiin telepon gue. Kan gue masih pengen ngomong sama lo."

Benar bukan ? Dinara membuka pintu dan Gege sudah membabi butanya dengan beragam pernyataan dan pertanyaan.

"Lo ga laper apa, Ra ?"

Dinara tersenyum. Dinara memang sengaja tidak menjawab pernyataan - penyataan yang di katakan Gege saat tadi baru saja masuk ke dalam apartemen Dinara. Dinara hanya merespon pertanyaan terakhir.

"Laper, Ge. Mau masak apa sekarang ?"

Gege mendengus sebal, "giliran makan aja lo semangat."

Dinara nyengir. Oh iya dia lupa menanyakan siapa tetangga yang Gege maksud tadi.

"Ge, tetangga yang mana yang kata lo bolak - balik ?"

Gege diam sebentar setelah menyimpan kantong keresek yang di dalamnya sayuran yang akan Gege olah menjadi sandwich. Sekalian Gege akan membuat banyak untuk sarapan Dinara besok pagi.

Sebenarnya sudah terlalu sore untuk membuat sandwich. Tapi Dinara juga tidak protes saat Gege mengatakan akan membuat sanwich sebelum pertanyaan Dinara tentang tetangga Dinara yang bolak - balik mencurigai dirinya.

"Kamar 1608."

Dinara mengangguk, sebenarnya, Dinara diam di apartemen nomor 1607. Dan Fathur di 1606. Dan jika mengenal satu sama lain antara tetangga tidak. Hanya saja orang itu sudah ada di apartemen ini lama.

Bahkan Dinara juga hanya pernah sekali bertemu dengannya saat Dinara akan pergi menggunakan mobilnya dan dia datang dengan mobilnya. Sedikit menyapa say hai dan setelah itu, Dinara tidak bertemu lagi dengannya.

Dinara yakin, tetangga laki - laki itu punya sindrom yang bahkan Dinara sendiri tidak tau apa namanya. Dinara hanya belajar dari beberapa kemungkinan. Dinara menyapanya tapi dia terlihat lebih abai. Dan Dinara hanya melihatnya sesekali. Mungkin dia pemalu. Dinara juga tidak begitu ingin mengenalnya.

"Lo kenal ?"

Dinara menggeleng menjawab pertanyaan Gege. "Dia kayaknya pemalu."

"Setuju." Ucap Gege yang sudah memotong - motong sayuran yang sebelumnya ia cuci dulu.

"Dia cuman lewat di hadapan gue aja. Tanya doang 'lo ngapain di sini ?' gitu aja pas udah balikan ke tiga kali."

"Kayaknya dia naksir lo." Ucap Dinara polos.

"Jangan buat gue khilaf dari Desta."

Dinara tertawa. Dinara lupa jika Gege sudah berpacaran dengan Desta.

"Kenapa Desta ga lo ajak ?"

Gege tersenyum, "dia tadi nganterin gue sampe lobby. Katanya ada urusan sama nyokapnya."

Dinara diam, "awas aja kalo Desta sampe macem - macem di belakang lo. Gue gibas juga."

Gege menggeleng kecil, "pas tadi nunggu lo di luar, gue sempet video call sama dia. Masa gue di kenalin sama nyokapnya."

Tawa Dinara makin menjadi, "kenalin sama orang tua tu langsung jangan di video call. Bilangin Derta nanti."

"Ya segitu juga gue udah malu setengah mati, Ra. Apalagi langsung temu."

Dinara mengangguk. Mungkin Desta membutuhkan sedikit waktu lagi. Untuk bisa mengenalkan Gege secara langsung pada orang tuanya.

"Eh, lo sama Bima apa kabar ?"

Dinara mendadak tersentak kaget.

"Buset gue lupa."

"Kenapa ?"

"Bima sama Fathur ada di rumah sakit."

Gege berhenti dari aktivitasnya, "loh kenapa mereka ?"

"Bentar deh gue telepon dulu."

Saat Dinara berdiri akan mengambil ponselnya, suara dentingan bell apartemennya berdenting. Siapa lagi ?

Dinara membuka pintu lalu kaget setengah mati.

"Lo ngapain di sini ?" 

Senior RuwetTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang