Bab 19

17.4K 1.6K 82
                                    

Bagian 19 : AKHIRNYA BARA HADIR

.

.

.

Dinara tidak bisa tidur sampai pagi. Dia terus memikirkan apa yang Bima katakan. Bara tidak sayang sepenuhnya kepada Dinara kelihatannya masuk akal. Dinara selama ini tidak sempat memikirkan ini karena Dinara terlalu benci pada dirinya sendiri sehingga tidak sempat berfikir apa yang sedang Bara lakukan di belakangnya.

Menurut Dinara, Bara hanya memanfaatkan Dinara yang lemah saat itu. Dan Dinara dengan gampangnya masuk ke dalam perangkat Bara. Setelah ini, mungkin Dinara akan meminta penjelasan pada Bara. Mengapa dia melakukan ini dan apa alasannya.

"Lo udah bangun, Ra."

Dinara menoleh. Mengalihkan matanya dari pemandangan terbit matahari di timur sana kepada Gege yang terusik karena Arika terbangun dan duduk di ranjang yang sama dengan Gege.

"Hem, kita bakalan jalan – jalan lagi hari ini ? Kalian ada rencana ?"

Kebiasaan Dinara berbohong untuk menghindari pertanyaan lainnya mengenai beberapa hal. Dan Dinara tidak mau memikirkannya.

Arika lantas mengangguk, "semalem pas lo sama Bima pergi, kita nyusun rencana supaya lo ga ketemu Bara."

Dinara tersenyum. "Ketemu sama Bara juga gapapa kok." Kata Dinara lalu beranjak dari kursinya dan menyeduh teh hangat.

"Lo mau ?"

Arika mengangguk lalu berjalan menuju kamar mandi, Gege masih terlelap ketika Dinara mengambil tiga gelas dan menyeduh tehnya. Menambahkan gula batu dan mengaduknya.

"Gue satu, Ra."

Gege terbangun lalu tertidur lagi. Dinara terkekeh pelan.

"Iya gue udah buatin. Bangun cepet."

* * * * * * * * * * * * * * * * * * * * * * * * * * * * * * * * * * * * * * * * * * * * * * * *

"Jadi ke sawah nih ?" Tanya Desta saat semuanya sudah berkumpul di kamar Dinara, Gege dan Arika.

"Kok lo ngomongnya kayak meremehkan gitu. Sawah di sini beda, broo."

Gege menimpali.

"Iya nih lo. Ini Ubud Bali." Juan juga ikut menimpali pertanyaann Desta tadi.

Desta berdecak, "iya, iya."

Dinara berdiri mengangkat teleponnya lalu keluar dari kamar setelah pamit kepada teman – temannya.

"Hmm." Jawabnya saat namanya terpanggil di ponsel yang sedang menempel di telinganya.

'Lo di mana ?' Tanya si penelepon.

"Hotel." Jawab singkat Dinara.

'Ara. Di Bali hotel ga cuman satu.'

Satu sisi Dinara yang sulit lepas dari Bara adalah lemah lembutnya Bara. Dulu, sikap Bara sangatlah dingin dan cuek. Bahkan saat Dinara mau bermanja – manja pada Bara hanya di acuhkkan oleh Bara. Tidak ditanggapi secara istimewa.

Setelah kejadian buruk itu, yang membuat Dinara tidak bisa tidur nyenyak dan tidak bisa tidur tanpa bantuan obat penenang atau alkohol, sikap Bara jauh lebih lembut dan terus memperhatikan Dinara. Awalnya Dinara senang akan perbuhan sikap Bara. Namun, saat Dinara menyadari jika Bara hanya merasa kasian terhadap dirinya, Dinara lebih berusaha untuk bersikap sedingin mungkin kepada Bara.

"Gue ga mau ketemu lo."

"Ara."

Dinara termenung. Suara Bara seperti sudah ada di dekatnya. Dinara menoleh, ada Bara di sana. Menggunakan backpacker dan sedikit tersenyum lembut ke arahnya.

Dinara berdecak. "Kalo lo udah tau kenapa nanya."

Bara terkekeh, "sori. Jadwal lo kemana hari ini ?"

Dinara mengendikkan bahunya lalu pintu kamarnya terbuka. Ada Abima di sana. Menyapa sekilas Bara lalu beralih kepada Dinara.

"Di, kita udah mau berangkat. Lo harus siap – siap."

"Gue ikut."

* * * * * * * * * * * * * * * * * * * * * * * * * * * * * * * * * * * * * * * * * *

Bara jadi sudah ada di mobil yang sama dengan Gege dan Desta. Juan, Arika dan Bima juga Dinara di mobil kedua. Rasanya Dinara sulit untuk menyikapi ini. Dinara tidak ingin kenangan buruk itu ada lagi. Tapi dia harus menjaga pertemanan ini. Untung saja, Juan menarik Dinara sebelum Bara menariknya untuk masuk ke mobil yang sama dengannya.

Dinara sudah beberapa kali berterima kasih pada Juan atas hal itu. Dan tentu saja Juan sudah bosan mendengarnya.

"Kalo Bara ngajakin lo buat ngobrol berdua, lo langsung lapor gue atau Bima aja." Ucap Juan yang sedang mengemudi.

"Ada apa dengan Desta ?"

Juan berdecak, "jangan berharap banyak pada anak itu."

Dinara terkekeh setelah Juan menjawab pertanyaanya. Tentu saja, Juan tidak mau mengambil resiko tentang Desta. Desta benar – benar tidak bisa diandalkan untuk masalah ini. Yang ada Desta malah kalah oleh Bara.

Jika di pikir – pikir, Juan mirip dengan Bara waktu itu. Dari sikap, pola pikir dan juga tentu saja bicaranya yang singkat dan padat. Oh jangan lupakan sikap manis saat Ariska kesusahan terhadap satu alasan.

"Gue bisa ngatasin ini, lo ga usah khawatir."

"Gue ga bisa bayangin mobil depan gimana rasanya."

Yang dimaksud Juan tadi adalah keadaan di mobil Gege dan Desta. Kehadiran Bara tentu saja membuatnya serba canggung. Padahal wajtu pertama kali ketemu dengan Bara, Desta yang paling akrab. Oleh karena itu, Bara memilih mobil Desta.

"Lo mau ke ubud ini ?" Tanya Bara pela.

Desta mengangguk, "iya. Kemaren malem baru rencana."

"Banyak hal yang bisa di lakuin di sana. Ada ayunan yang tinggi itu loh, Bar." Gege menyahuti Bara.

Sosok Gege memang tidak bisa di tebak semudah itu. Tapi Gege cukup terampil dalam menjaga rahasia. Gege juga sangat baik jika memperlakukan teman – temannya. Dan Bara sudah seperti temannya menurut Gege.

Bara mengangguk, "hm, gue tau. Gue pernah kesana bareng Ara."

Tiba – tiba saja, Desta menginjak remnya. Klakson dari mobil Juan membuat Desta merasa bersalah. Tentu saja, bagaimana tidak bersalah, jalannya sepi, untuk apa Desta menginjak rem secara mendadak seperti itu.

"Woy, yang bener dong !"

"Mati lo. Si Juju marah."

Desta mendesah, "sori ada kucing lewat."

Tentu saja Desta berbohong. Dia berteriak tadi. Mengeluarkan kepalanya ke jendela dan balik berteriak.

"Kenapa sih ?"

Bara dikursi belakang bertanya tanpa tau kenapa Desta mengerem mobilnya secara sengaja dan spontan seperti tadi.

"Gue udah bilang, gue liat kucing tadi."

Mereka sudah sampai. Pemandangan ubud memang tidak di raguan. Sejauh mata memandang, hijau yang ada di sana. Bara sudah mengambil tempat untuk mencoba ayunan tinggi itu. Berteriak takut dan juga tertawa bahagia.

"Lo naik, Ra?"

Dinara menggeleng menjawab pertanyaan Gege.

"Kenapa ? Lo takut tinggi ?"

Dinara menggeleng lagi membuat Gege gemas. "Itu mulut lo kenapa kek lem ngunci aja terus dari tadi."

Dinara terkekeh kali ini, "gue udah pernah nyobain, dan ga mau lagi."

"Kenapa ? Takut ?"

"Engga kok. Enak, cuman ga mau aja. Kapan – kapan lagi deh gue naiknya."

"Ya kapannya tuh kapan ?" Gege lagi – lagi gemas.

Kapan lagi coba mereka ke sini buat nyobain kayak gini. Gege malah pengen naik lagi karena katanya tadi kurang lama. Dinara hanya melihat dari kejauhan. Tawa dan canda dari teman – temannya seakan membuat Dinara menyesal jika harus pulang tadi pagi.

"Lo ga kangen gue, Ara ?" 

Senior RuwetWhere stories live. Discover now