Bab 15

16.6K 1.5K 34
                                    

Bagian 15 : DRAMA TEPI PANTAI ABIMA DAN DINARA

.

.

.

Mereka sampai di Bali. Dinara dan Abima masih sama – sama diam. Dinara tidak membuka jawabannya. Dan Bima tidak mau terlalu memaksa Dinara untuk terus terbuka kepadanya. Dan tentu saja, Dinara harus mencoba. Bersama Abima atau bukan. Sebenarnya, Dinara harus sudah bisa.

"Jalan dulu apa langsung ke hotel ?"

Juan membuka suara ketika mereka makan direstoran begitu keluar dari bandara. Mereka menyewa dua mobil untuk menemani mereka selama empat hari. Dan itu Juan yang memberikan fasilitasnya.

"Gue mau memburu sunset, kemungkinan gue mau jalan dulu. Siapa yang sama gue ?" Desta melirik teman – temannya untuk meminta persetujuan dan meminta teman tentu saja .

"Gue ikut." Ucap Dinara kemudian di lanjut dengan Desta yang berdiri dan melakukan high five dengan Dinara.

Dinara tertawa dan membalasnya.

"Bim, Ge, lo gimana ? Gue sama Ari mau balik ke hotel dulu nyimpen barang. Entar kita nyusul." Seru Juan

"Si Bima mah, kalo Dinara ikut dia juga join . Ya ga ?"

Bima terkekeh lalu mengangguk. "Tau aja lo. Thanks bro."

"Ge lo gimana ?"

Gege yang sedari tadi diam memakan makanannya itu mendongkak menatap Juan yang bertanya. "Gue mau ambil foto sunset."

"Okay kesimpulannya, gue sama Ari ke hotel buat check in kamar. Ntar gue nyusul. Share lock aja."

Mereka kebanyakan menjawab dengan anggukan kecil dan melanjutkan acara mereka. Dan tentu saja, Dinara masih berfikir tentang masalah yang sudah di pusingkannya selama ini. Selama di pesawat bersama Abima.

"Jadi kita berangkat sekarang, Ri ?"

Ajak Juan kepada Arika.

"Oi, Rika. Hati – hati. Juan suka gigit."

Ucap Desta pada Arika bercanda.

Juan menatap Desta tajam.

"Sori bro. Hati – hati di jalan. Jangan kelamaan di mobil berduaan. Apalagi di kamar hotel berduaan."

* * * * * * * * * * * * * * * * * * * * * * * * * * * * * * * * * * * * * * * * *

Ternyata ketika mereka sampai di pantai, sunset sudah menunjukkan bentukan aslinya. Mereka tersenyum dan langsung berlari ke arah pantai. Pantai itu baru saja dibuka sekitar tahun 2013. Dan mereka beruntung sekali bisa ke sini.

"Ge, potoin gue di sana."

Gege mendengus, "gue mau koleksi banyak foto sunset bukan foto lo. Minggir ah."

Desta terus membuntuti Gege yang membawa kamera canggih itu. Meninggalkan Bima dan Dinara.

"Lo pernah ke sini sama Bara ?"

Dinara menggeleng sambil terus menerus menatap kakinya yang diguncang keciloleh deru air laut yang menyapanya. Dia sudah menelanjangi kakinya sendiri setelah sampai di pantai. Menentengnya dengan ringan dan berjalan peran menikmati semilir angin yang menyapa lembut kulitnya yang terbuka.

"Ini berarti pertama kalinya lo ke sini ? Sama gue, Di."

Dinara menatap Bima. "Terus kenapa, Bim ?"

Bima tersenyum menyapa Dinara yang dari sejak di pesawat setelah pembicaraan seriusnya itu tidak bisa menatapnya seperti ini. Abima juga sudah melepas alas kakinya dan menentengnya sama persis seperti yang Dinara lakukan.

"Bukankah ini peluang bagus buat kita ngebuat kenangan di sini."

Dinara mengerutkan keningnya tidak mengerti.

"Gue ga paham maksud lo, Bim."

Bima menghela nafasnya, kemudian berhenti melangkah yang diikuti Dinara.

"Gue tau, Bali mungkin jadi kenangan buruk buat lo selama ini. Dan ini kesempatan gue dan lo buat ngehapus kenangan buruk lo itu." Ucap Bima kemudian melihat ke arah matahari yang terbenam.

"Gue juga ga yakin kalo gue bakal baik – baik saja saat tau apa maksud lo dengan kata 'lo bukan orang baik' tapi gue bakal berusaha buat tetap di samping lo."

"Kenapa ?" Tanya polos seorang Dinara.

Gendikkan bahu dari Bima menjadi masalah Dinara kali ini. Dinara bahkan tidak mengerti kenapa Abima begitu sangat ingin dekat dengannya. Dan tentu saja, Dinara harus mengetahui alasannya.

"Kenapa gue mau di samping lo ?" Tanya Abima.

Dinara kini mengangguk, lalu melanjutkan berjalan mengikuti kemana Gege dan Desta pergi tadi. Abima masih mengikuti apa yang dilakukan Dinara.

"Entah, gue ngerasa lo perlu pelindung. Walaupun secara pasti dan faktanya, gue ga bisa jadi pelindung lo. Tapi gue usahain, Di."

Dinara terkekeh, "gue ga perlu pelindung. Hanya saja, gue ga bisa sendiri lagi setelah lo masuk ke kehidupan gue."

"Sekarang gue yang tanya, lo punya trauma di tinggal ?"

Dinara diam menunduk, memperhatikan kakinya lagi.

"Gue udah sering di tinggal sama orang – orang di samping gue. Bahkan gue ngerasa sendiri di dunia ini sebelum balik lagi ke sekolah formal dan ketemu lo juga Gege dan temen – temen lainnya."

Bima menghela nafasnya. Lalu memberhentikan langkah Dinara dengan menahan lengannya. Membalikkannya dan mereka saling berhadapan.

"Gue akan usaha buat ga ninggalin lo walaupun gue tau apa yang ngebuat lo jadi ga baik."

Bima menatap Dinara dengan serius. Gege dan juga Desta juga melihat Bima dan Dinara dari jauh. Diam – diam, Gege memotret mereka yang saling berhadapan di bawah langit yang mulai gelap dan dihiasi cantiknya warna jingga. Tanpa tau keadaan Dinara sangat kacau dan tidak secantik langit yang ada di keliling mereka.

Dinara mengerjap lalu menjauhkan diri dari Abima. Kemudian tersenyum sambil menggeleng.

"Orang – orang yang udah pergi dari gue juga bilang begitu, Bim. Dan gue ga bakal percaya lagi kata – kata manis itu."

Dinara berjalan menjauhi pantai. Tiba – tiba saja, suasana kelam ada di dalam Dinara.

"Di, apa yang bisa gue lakuin buat lo percaya kalo gue ga bakal ninggalin lo ?"

Dinara diam saat teriakan Abima membuat pengunjung pantai danpenikmat sunset lainnya menatap ke arahnya.

"Gue bakal lakuin apapun asal lo mau terima gue buat ada di samping lo."

Gege dan Desta menganga kaget. Kebetulan juga Juan dan Arika sudah ada di sana juga. Menyaksikan bagaimana drama antara Dinara dan Abima di mulai.

Dinara terkekeh, "lo ga perlu ngelakuin apa – apa, Bim. Cukup buktikan apa yang jadi omongan lo tadi."

Bima mendekati Dinara lalu menariknya kepelukan. Cepat – cepat Gege memotret mereka secara tidak sadar. Ini akan jadi kenangan mereka suatu saat nanti. Itu yang ada di pikiran Gege. Entah akan menjadi kenangan yang indah atau buruk. Tidak ada yang tau ke depannya akan menjadi seperti apa.

"Gue bakal buktiin. Gue sayang lo."

Dinara terkekeh, "canda ya lo."

Masih ada di pelukan Bima, Dinara tiba – tiba diam mendengar balasan dari perkataannya barusan.

"Terserah lo mau percaya atau engga. Lo udah menarik perhatian gue. Apalagi saat kali pertama gue cium lo."

Dinara berontak dari pelukan Bima. Tapi Bima enggan melepaskan.

"Bim gue baru sadar banyak orang yang ngeliatin."

"Gue tau, kenapa emangnya ?"

"Lo ga malu ?"

Bima melirik ke sekelilingnya.

"Tenang aja, kebanyakan dari mereka bule. Mereka bahkan akan biasa aja ketika ngeliat lo dan gue ciuman lagi."

Dinara berontak hingga akhirnya terlepas dari pelukan Abima. "Gila juga otak lo ya, Bim." 

Senior RuwetWhere stories live. Discover now