Bab 60

96 5 0
                                    

Bagian 60 : OBAT TIDUR UNTUK DINARA

"Serius ?"

Dinara sudah memakan sandwich buatan Dinara begitu Gege mengatakan kalimat tadi begitu lantang. Sudah ada Fathur dan Bima juga. Merekalah yang membuat Dinara kaget setengah mati tadi.

Kaget.

Tentu saja.

Baru juga dini hari tadi Dinara meninggalkan mereka, sore ini mereka sudah ada di depan kamar Dinara. Dan itu membuat Dinara kaget.

Dan pertanyaan Gege di awal tadi adalah ketika Bima menjelaskan bagaimana Fathur bisa seperti itu. Penjelasan Bima adalah, Fathur adalah korban penculikan.

Bima mengangguki pertanyaan Gege tadi. Dan tentu saja Gege melongo.

Untung saja Gege membawa bahan untuk membuat sandwich cukup banyak sehingga bisa memberi makan kedua laku - laki kelaparan ini. Bahkan sampai detik ini, mereka sudah menghabiskan tiga potong sandwich sayuran buatan Gege.

"Gimana sama penculiknya ?"

Dinara diam. Bima juga. Fathur pun sama.

Gege melirik ke setiap orang yang tidak bisa menjelaskan. Terakhir, Gege melihat Dinara lama. Dan Dinara mendesah sambil menjawab.

"Ada temen gue yang ngurusin pelaku penculikan. Orang itu harus bertanggung jawab atas perbuatannya sama Fathur."

Gege mengangguk paham. "Gitu aja kok ribet banget sih jawabnya lama."

Gege beranjak menuju dapur. Gege berencana untuk membersihkan bekasnya memasak. Ah tidak. Hanya bekasnya membuat sandwich. Tidak memasak. Tapi cukup ebrantakan.

"By the way, sejak kapan lo bisa masak ?" tanya Dinara.

Karena setahu Dinara, Gege dalam hal memasak memang cukup bisa di andalkan. Tapi kali ini sedikit lebih rapi dan tentu saja bikinannya enak. Dinara curiga karena adanya Desta di kehidupan Gege sekarang, membuat Gege menjadi sosok kalem dan rapi juga pandai memasak.

"Lo pasti tau kapan - kapannya, Ra." Ucap Gege tersenyum malu - malu.

Padahal, waktu kapan hari, Gege pernah menanyakan pada Dinara apa Bara punya pacar atau tidak. Sekarang malah sudah terpincut pada teman dekatnya. Ada - ada saja Gege ini.

"Luka lo belom di obatin, Di ?" kali ini Bima yang berbicara.

Dinara menyentuh pipinya. Sudut bibir lebih tepatnya. Sobek.

"Gue lupa. Tapi ga sakit kok."

Dinara berfikir sebentar. Dini hari tadi, Dinara merasakan sakit yang luar biasa akibat oukulan dari Samuel. Rahangnya terasa tergeser. Tapi kali ini Dinara tidak merasakan apapun. Bahkan saat makan dan bibirnya terbuka lebar, sobekannya harusnya terasa sakit. Tapi, Dinara tidak merasakan apapun. Apa ini pengaruh dosis obat penenang yang Dinara minum tadi pagi ?

"Parah gitu ga sakit, Ra ?" Tanya Fathur

Dinara menggeleng. "Engga. Ngilu dikit." Ucap Dinara berbohong.

Gege sudah mengambil obat P3K milik Dinara.

Sumpah.

Dinara merasa apartemen ini milik Gege. Bahkan Dinara tidak ingat dimana dan kapan meletakkan kotak itu. Gege benar - benar menguasai seluruh kehidupan Dinara. Dan itu membuat Dinara tertawa dalam hati.

"Sini biar gue." Kata Bima mengambil alih kotak P3K yang tadi ada di tangan Gege.

"Bisa ?" Tanya Gege pelan meragukan Bima

Bima mengangguk kecil, "betadin sama kasa doang, kan ?"

Gege menggeleng lalu berdecak.

"Bukan. Ambil kain kasa basahi air hangat lalu bersihin dulu darahnya."

"Lo anggota PMR ?"

Gege mengangguk bangga. "Pas waktu smp tapi." Katanya lalu terkekeh.

"Biar gue aja sini."

Bima menyerah tapi memperhatikan bagaimana Gege merawat Dinara. Luka Bima sudah di obati semasa menunggu Fathur di rumah sakit.

"Kenapa juga sih kalian harus berantem ? Sampai satu dari kalian masuk rumah sakit lagi."

Yang Gege tau, Bima dan Fathur bertengkar dengan ujung - ujungnya Fathur di culik. Jika Gege tau yang sebenarnya tentang pertarungan Bima dengan tangan kanan Samuel, Dinara yakin informasi itu akan bocor kemana - mana di sekolahnya nanti.

"Kalian berdua rebutin Dinara ?"

Fathur tersedak minuman yang tengah di minumnya. Dan Bima tersedah ludahnya sendiri. Kata yang di ucapkan Gege barusan adalah hal sensitif untuk Bima. Pasalnya, Bima sedang perang dingin dalam perebutan posisi di samping Dinara dengan Bara. Bukan dengan Fathur.

Bima sudah tau, jika Fathur hanya menganggap Dinara sebagai adiknya. Bukan sebagai perempuan yang dapat di kencaninya.

Sedangkan sedari tadi, Dinara diam tanpa banyak bicara. Dan tentu saja, Dinara kalau bisa tertawa, dia akan tertawa keras. Membayangkan Fathur dan Bima bertengkar gara - gara Dinara saja tidak bisa di bayangkan dengan sangat jelas. Dinara bahkan tidak pantas untuk di rebutkan. Apalagi oleh Bima dan Fathur.

"Ya abis, apa lagi selain ini anak ?" Kata Gege santai lalu membereskan peralatan yang sudah di pakainya.

"Gue ga pantes di rebutin kali, Ge. Siapa juga yang pengen punya cewek kayak gue ?"

"Banyak."

Sahut Gege dan Bima bebarengan membuat Dinara dan Fathur terkekeh pelan.

"Kalo ada yang mau sama gue pun, harus menerima gue apa adanya. Dan gue bakal kasih tau dulu ke kurangan gue ke dia sebelum dia nyesel udah memilih gue."

* * * * * ** * * * * * * * * * * * * * * * * * * * * * * * * * * * * * * * * * * * * * * * * * * * * * * *

Dinara membereskan alat sekolahnya. Dinara sudah menyelesaikan tugasnya yang belum sempat di kerjakannya di sekolah. Setelahnya, Dinara jadi ingat percakapannya dengan Fathur sesudah Gege dan Bima pamit pulang.

"Gue sanggup menerima kekurangan lo. Apapun itu, Ra."

Dinara tertawa, "gue ga percaya. Lo mau jadi bagian di kehidupan gue yang udah berantakan ?"

"Kenapa engga ?" Fathur bertanya lagi, "apa lo ada cowok yang bikin lo nyaman saat gue ga ada ?"

Dinara mengangguk pelan.

"Gue ga bisa bilang ini sama siapapun kecuali lo." Ucap Dinara juga sepelan anggukkannya tadi.

"Kenapa ? Lo ada masalah ?"

Sekarang Dinara menggeleng. "Gue hanya baru sadar. Gue selalu ketergantungan obat penenang atau ga alkohol kalo gue pengen istirahat. Lo harus tau gue bisa tidur nyenyak tanpa dua benda itu."

"Dan apa itu ?'

Dinara menunduk, "gue juga ge terlalu yakin. Tapi setelah guer fikir - fikir lagi. Itu emang ngebantu gue tidur dan bener - bener istirahat tanpa mimpi buruk dan juga tanpa benda laknat itu."

Fathur kini menghadap Dinara. Dinara benar - benar sedang berbicara serius. Dan Fathur juga harus menanggapinya serius.

"Gue jadi makin penasara. Kenapa ? Apa itu benda ? Orang ?"

Dinara diam sebentar lalu menarik nafasnya pelan.

"Gue pernah tidur di kamar Bima. Di kasur Bima. Dan itu bener - bener nyenyak banget."

"Lo tau apa itu artinya ?"

Dinara menggeleng menjawab pertanyaan dari Fathur.

"Lo udah nemuin obatnya, Ra. Selamat." 

Senior RuwetWhere stories live. Discover now