Bab 25

16.3K 1.5K 56
                                    

Bagian 25 : BAGIAN BIMA DAN BARA

.

.

.

Tidurnya Dinara terusik karena seseorang membangunkannya. Dinara tidak tidur di kasurya pagi tadi. Kakinya sudah lemas dan tidak sanggup mencapai kamar tidurnya. Dia tertidur di sofa depan televisi.

Matanya silau karena cahaya yang sengaja di arahkan padanya dari jendela di dekat dapur. Seseorang sedang menguji kesabarannya.

"Bangun. Gue mau ngomong sama lo."

Dinara terduduk lalu menatap Bara yang sudah ada di depannya. Tatapan Bara seperti tatapannya waktu dulu. Dulu ketika Dinara sedang mem –bully orang – orang lemah. Dingin dan tidak berekspresi.

"Paan dah, masih pagi, Bar." Keluh Dinara saat dirinya masih mengantuk.

"Jam 11."

"Huh ?"

Bara berdecak, "ini udah jam 11."

Lantas Dinara mengangguk lemah. Matanya masih terpejam sebelah. Dia benar – benar mengantuk. Dan harusnya ini kesempatannya untuk tidur lagi. Karena melihat hari – hari, bulan – bulan, tahun – tahun kebelakang. Tidur nyenyaknya selalu dengan bantuan obat atau alkohol.

Hari ini, tanpa kedua obat pembantu tidur itu, Dinara mengantuk. Bukannya itu bagus ?

"Lo ketemu lagi sama Fathur ?"

Pertanyaan Bara sukses membuat gerakan Dinara sedang menguap berhenti seketika. Dinara langsung menatap Bara. Bara tidak suka jika Dinara berteman dengan Fathur. Banyak alasan, Bara kira Fathur yang memberikan akses alkohol bebas – bebasan pada Dinara. Padahal Dinara sendiri bertemu Fathur di sana. Dalam keadaan Dinara sudah mabuk. Bukan Fathur yang sengaja memberikan alkohol pada Dinara.

Dan lagi, kata Bara, Fathur itu penganut sex bebas dan banyak cewek kenalan Bara yang sudah pernah tidur dengan Fathur. Dan Fathur memang sudah mengakui itu. Maka dari itu, Fathur semakin mundur melihat ketulusan seorang Dinara yang masih mau berteman dengan orang sebrengsek Fathur.

"Lo ngapain aja sama dia sampai babak belur kayak gini, Ra ?"

Dinara menatap Bara beranjak dari tempat duduknya. Membuka lemari di dapur dan kembali membawa kotak P3K.

Dinara bingung dengan sikap labil Bara yang kadang baik dan kadang dingin. Bara sepertinya punya dua kepribadian yang sangat mencolok. Di rumah, Bara seolah bersikap sangat lembut pada siapapun. Tapi di luar, Bara sangat dingin dan tidak suka jika dirinya banyak berbicara.

Dinara meringis ketika Bara menempelkan kasa dengan di tetesi alkohol di atasnya pada luka di wajah Dinara.

"Lo inget ga dulu gue bilang apa sala lo tentang berantem ?"

Dinara diam. Dia mencoba mengingat. Saat itu, Dinara suka tawuran dan mendapat beberapa luka di wajah, tubuh, lengan dan kakinya. Saat itu Bara hany melihatnya dengan tatapan jiji tanpa mau mengobati bahkan mendekati Daiara pun enggan. Namun seiring berjalannya waktu, Dinara yang sering sekali menempel pada Bara hingga akhirnya Bara mengatakan hal yang sangat menusuk hati Dinara.

"Cewek kalo luka sedikit biasanya ga disukai cowok." Ucap Bara saat itu.

"Tapi lo suka gue ga ?"

Dinara sebenarnya hanya bercanda saja waktu itu. Bara sedang mengobati luka Dinara di lengannya. Luka memanjang yang tidak dalam. Melilitnya dengan kain kasa panjang dan mengobatinya sampai sembuh.

"Gue suka lo yang bersih."

Kalimat itu di ulangin lagi oleh Bara yang saat ini di depannya. Bara yang tidak sedingin dulu padanya dan sudah dewasa.

"Iya gue tau. Ah, Bara pelan – pelan anj –"

Bara menatap Dinara saat Dinara akan mengeluarkan bahasa kasarnya. Bara mematung menatap Dinara. Dinara benar – benar jadi barbar saat sudah ketemu Fathur lagi.

"Sori. Kelepasan. Gue kira lagi ngomong sama temen gue."

"Iya. Lo sekarang kudu sopan. Gue kakak lo."

Dinara mendecih lalu wajahnya di tarik Bara mendekat.

"Sini lukanya ga keliatan."

* * * * * * * * * * * * * * * * * * * * * * * * * * * * * * * * * * * * * * * * * * * * * * * 8

Bima sudah menelepon Dinara beberapa kali tapi tidak juga di jawab. Tiket pertandingan basket ini harusnya sudah ada pada Dinara dua hari yang lalu. Tapi apa daya, Bima lupa. Dan Dinara juga mungkin tidak tau tentang ini.

Bara sudah sejak kapan dikenal oleh Bima karena namanya. Namun hanya sekilas, Bima tidak ingin mengenal jauh sosok Bara yang sangat dingin di lapangan. Sangat serius dan bermotivasi untuk menang di setiap pertandingan. Apalagi, jika permainan melawan tim yang ada Bima di dalamnya.

Bara tidak setiap pertandingan hadir. Jadi, Bima dan Bara hanya bertemu dalam dua kali pertandingan. Namun nama Bara sangat melekat di fikiran orang – orang di timnya. Karena Bara biasanya mendapat sambutan meriah karena pernah menjadi top score selama pertandingan yang Bima ikuti.

Bara tidak cukup di kenal oleh Bima. Hanya saja, akhir – akhir ini, Bima jadi lebih mencari tahu sosok Bara. Selain dia akan menjadi lawan Bima nanti, sosok Bara saat ini adalah kakak tiri dari orang yang sedang dekat dengan Bima.

Pada akhirnya, Bima memutuskan untuk langsung datang ke apartemen Dinara saat itu juga. Dan dia kira, Dinara hanya sendiri di apartemennya. Ternyata ada sosok Bara di sana.

"Lo, di gebukin orang, Di ?"

Pertanyaan seperti itulah yang keluar dari mulut Bima saat Bara sudah berjalan ke dapur mengambil minum untuk mereka bertiga.

Dinara terkekeh, "iya, ga sengaja gue masuk ke area pergulatan anak remaja."

Tangan Bima sudah ada di atas tangan Dinara, "lain kali hati – hati. Lo yakin ga perlu ke rumah sakit ?"

Dinara tersenyum lalu menatap tangan Bima.

"Sori." Kata Bima menyadari bahwa Dinara tidak nyaman dipegang olehnya.

"It' s okay."

Bara sudah ada di tengah – tengah mereka berdua. Sengaja menaruh dua gelas di meja dengan suara lumayan nyaring.

"Jadi, Bima. Ada apa ?"

Bima menggaruk tekuknya, "ada yang mau gue omongin sama Dinara berdua."

Kali ini Bara tersenyum kecil, "Dinara adek gue, jadi kalo lo mau ada omongan apapun, lo bilang dulu ke gue."

"Paan sih Bar. Sana balik. Lo punya bayi di rumah." Sahut Dinara mendorong Bara untuk menjauh darinya.

Sedari tadi, Bara menempel terus menerus pada Dinara sejak kedatangan Bima ke apartemen Dinara. Dan sekarang, Bara menghalangi Dinara dan Bima untuk mengobrol.

"Ga boleh gitu, Ara." Katanya lembut.

"Lo mau gue pukul ?" Dinara mengepalkan jemarinya lalu melayangkannya di atas kepalanya sendiri.

Hal itu justru mengundang Bima untuk terkekeh.

"Jangan ketawa lo." Ucap Dinara galak.

"Sori. Gue langsung ngomong aja deh. Ga papa ada Bara juga."

Dinara mengangguk lantas diam meminta Bima menjelaskan maksud dan tujuan Bima datang ke sini.

"Mungkin lo udah tau dari Bara kalau gue bakalan tanding basket sama tim Bara." Kata Bima pelan, "dan untuk bisa dateng ke sana harus ada undangan kayak gini." Bima memberikan satu undangan VVIP pada Dinara yang di terimanya lalu sedikit membaca covernya saja.

"Gue mau undang lo ke sana. Nonton gue dan –" Bima menggantungkan kalimatnya, "nonton gue tanding sama timnya Bara."

Dinara meneguk ludahnya susah payah. Bara yang sedari tadi ada di antara Bima dan Dinara kini berdiri.

"Gue udah kasih undangan gue buat Dinara." 

Senior RuwetWhere stories live. Discover now