Bab 82

89 7 0
                                    

Bagian 82 : DINARA SEDANG SAKIT TAPI BUKAN SAKIT BERAT

.

.

.

Dinara masih tidak bisa tidur. Dinara mual gara - gara makan udang buatan Luna tadi. Padahal Fathur dan Luna baik - baik saja setelah memakannya. Sudah kesekian kalo, Dinara membuka pintu dari kamar mandinya.

Saat keluar, Dinara meng- check ponselnya. Ada telepon masuk dari Fathur.

'Ra, lo okay ?'

Dinara berdeham kecil, "gue okay. Lo belom tidur ?"

Helaan nafas dari Fathur membuat Dinara tekekeh. Pasalnya, setelah helaan tersebut Fathur pasti mengatakan hal yang bisa saja semua perempuan baper karenanya.

'Lo kalo punya alergi sama udang bilang dong. Kalo udah gini, yang sakit lo tapi yang khawatir sama lo gue. Lo mau jadi manusia udang ? Maksain makan udang sampe muntah - muntah kayak tadi ?'

Nah. Benar bukan kata Dinara.

Jika saja Dinara tidak kebal dengan hal - hal yang seperti itu, Dinara bisa - bisa meleleh karena di khawatirkan oleh sosok tampan dan juga manis seorang Fathur. Untung saja Dinara sudah biasa dengan sikap Fathur. Orang - orang yang baper oleh Fathur mungkin saja tidak tau seberapa brengseknya Fathur dan tentu saja, mereka tidak tau ada berapa perempuan yang sudah di baperi oleh Fathur.

Sejahat itu sih Fathur.

Dulu.

Pemain wanita.

Sebut saja begitu.

Karena memang seperti itu kenyataannya.

Diar tertawa, "gue ga ada alergi cuman ga tau kenapa makan udang sekarang - sekarang jadi kayak makan racun."

Fathur diam di sebrang sana.

'Gue ke sana deh.'

"Ngapain ?"

'Ya ga ngapai - ngapian. Cuman mo liat lo muntah kayak gimana.'

Dinara tertawa, tapi rasa mual itu datang lagi.

"268450." Kata Dinara lalu langsung membuahng handphone itu ke kasurnya dan berlari menuju kamar mandinya.

Fathur mengerti, itu mungkin kata sandi untuk masuk ke apartemen Dinara. Fathur langsung menuju keluar dari apartemennya dan bergegas membuka dengan kata sandi yang di berikan oleh Dinara tadi. Semoga saja itu benar.

Benar. Kunci pintu apartemen Dinara terbuka dengan tanda kata sandi yang di masukkan oleh Fathur benar. Tanpa di sadari Fathur. Bara melihat Fathur yang masuk ke dalam apartemen Dinara dengan kata sandi.

Lagi - lagi Bara merasa tersingkirkan keberadaannya dari kehidupan Dinara. Dan tentu saja, hatinya sakit. Apa harus sesakit ini yang di rasakan oleh Bara ? Apa Dinara juga merasa sesakit ini saat bersama Bara ?

Benar.

Penyesalan datangnya di akhir. Dan Bara benar - benar sangat menyesal. Bara ingin mengembalikan semuany. Tapi, Bara tidak bisa lagi. Apalagi sekarang di jari manis kiri Bara sudah di hiasi cincin putih polos. Dan Bara merasa, seharusnya Dinara mengetahui ini.

Kedatangan Bara malam itu untuk memberitahukan semuanya pada Dinara. Agar Dinara bisa memahami keberadaan Bara dan Bara bisa berharap sedikit pengampunan untuk kesalahannya dulu dan juga sekarang.

Bagaimana caranya untuk membuat Dinara tahu jika Bara benar - benar menyesal ? Haruskah Bara pergi dari kehidupan Dinara ? Sekarang juga ?

* * * * * * * * * * * * * * * * * * * * * * * * * * * * * * * * * * * * * * * *

"Lo oke ?"

Fathur sudah melihat Dinara di dalam kamarnya yang baru saja keluar dari kamari mandi yang ada di kamar Dinara. Dinara tampak pucat dan lemah.

"Gue okay."

Fathur menghela nafasnya lalu menarik Dinara menuju ranjangnya. Fathur merasa Dinara benar - benar sakit malam itu. Fathur juga menempatkan punggung tangannya di kening Dinara.

"Lo demam. Sampai kapan lo bakal ngeboongin diri lo sendiri ?"

Dinara terkekeh, "gue kalo ga oke juga nanti bilang."

"Kapan lo bilang ?"

"Suatu saat nanti." Dinara terkekeh lagi.

"Ara."

Dinara mendengus, "jangan panggil gue kayak gitu."

'"Lo udah ngebubungin Bima kalo lo sakit ?"

Dinara menggeleng. Dia merebahkan dirinya sendiri di atas ranjangnya kemudian menarik selimut.

"Lo ga mau bilang sama Bima ?"

"Besok juga sembuh kok. Lagian malam besok ada acara juga 'kan ?"

Sekarang Fathur yang mengangguk. Bima mengundang Fathur juga. Dan tentu saja, Fathur akan datang bersama Luna. Tapi Dinara juga sepertinya butuh tumpangan nanti malam besok.

"Ya udah lo harus istirahat dulu." Kata Fathur lalu benar - benar membenarkan posisi tidur Dinara.

"Temenin gue tidur dulu, abis itu lo bisa balik kalo gue tidur."

Fathur mengangguk. "Lo makan obat ?"

Dinara menggeleng, "gue coba ga pake itu lagi. Lo tau gue punya Bima sekarang."

Fathuer tersenyum, "semoga lo baik - baik aja sama Bima."

Sekarang Dinara sudah mulai memejamkan matanya. Tapi Dinara mengangguk juga.

"Lo berhenti ga ada efek samping ?"

"Ga ada," kata Dinara sambil menggeleng. "Sedikit pusing, dan ga bisa tidur nyenyak karena mimpi buru. Apa itu termasuk efek samping ?"

Fathur diam.

Dia tau dengan jelas kenapa Dinara mengkonsumsi obat penenang itu. Untuk menghindari kurang tidur dan juga untuk menghindari mimpi buruk. Seolah Dinara tidak bisa tidur tanpa obat penenang saat itu, Dinara akan tidur jika Dinara benar - benar lelah.

Fathur adalah salah satu orang yang mengetahui segala jenisnya. Dan Dinara tidak sungkan menceritakan kepada Fathur. Dinara pernah berfikir, jika orang brengsek akan mudah di percaya dari pada orang dengan lemah lembut.

Tau kenapa ?

Dinara sempat berfikir, hidup seorang brengsek hanya akan fokus pada keberengsekannya tanpa mau tau urusan orang lain. Sedangkan orang yang klemah lembut mungkin akan terlihat baik di depan kita, tapi kita tidak tau bagaimana dia di balik punggung kita.

Bisa jadi pengkhianat.

Pembohong.

Atau bahkan akan menjadi seorang yang brengsek.

Melebihi brengseknya orang yang brengsek dari awal.

Itu yang ada di fikiran Dinara saat bertemu dengan Fathur.

Fathur menemukan Dinara di saat yang sangat sulit dan tentu saja membantu Dinara dalam masa sulit itu. Dan sesimple itu Dinara mempercayakan rahasianya pada Fathur.

"Gue rasa itu sedikit dari efek sampingnya." Kata Fathur menjawab pertanyaan Dinara tadi.

"Apa itu buruk ?"

Dinara masih berbicara dengan mata yang tertutup dengan wajah pucat dan suara lemah. Fathur menggeleng lalu mengusap kepala Dinara lembut.

"Ga usah lo fikirin apa - apa sekarang. Lo istirahat dan mungkin lo bakal ijin dari sekolah besok."

Dinara menggeleng lalu membalikkan posisinya. Dinara yang awalnya terlentang kini menyamping. Fathur masih mengusap kepala Dinara dengan lembut. Dinara tersenyum. Sangat nyaman jika ada orang melakukan ini padanya. Dulu, ibunya yang sering melakukan itu.

"Gue mau masuk sekolah. Ada Bima di sana."

Fathur tersenyum.

"Lo bisa manggil dia ke sini besok."

Senior RuwetWhere stories live. Discover now