Bab 13

20.2K 1.7K 50
                                    

Bagian 13 : CERITA TENTANG BARA DAN RENCANA LIBURAN

.

.

.

Dinara tersenyum kecil mendengar pernyataan dari Bima. Dinara berjalan meninggalkan Bima yang masih menunggu jawaban dari dirinya.

Bima mengikuti Dinara sampai ke balkon apartemennya. Dinara diam memandangi jalanan ramai di bawah sana. Lalu sekali lagi, Dinara tersenyum melihat Bima yang menatapnya dengan tatapan bertanya meminta jawaban.

"Gue emang ga naik gunung. Tapi gue ga bisa bilang di mana gue selama seminggu ini," kata Dinara pelan.

Bima menatap Dinara bingung, "kenapa ?"

Dinara diam lalu menggeleng kecil, "belom saatnya lo tau."

"Kapan saatnya gue tau, Di ?"

Dinara menatap Bima dalam. Kemudian mengalihkannya lagi ke jalanan.

"Gue gak tau. Tapi gue mau bilang satu hal sama lo," kata Dinara lalu dirinya menelan ludahnya susah payah, "gue ga sebaik yang lo pikirin. Gue bukan orang baik."

Bima diam. Pernyataan yang di ucapkan oleh Dinara benar - benar di luar dugaannya. Dan entah, Bima bingung bilang apa.

Dinara terkekeh, "gausah di pikirin kali Bim, gue iseng doang. Lagi -"

Perkataan Dinara terpotong oleh bunyi ponsel miliknya. Dinara meminta izin mengangkat teleponnya dulu pada Bima sebelum benar-benar berjalan pergi mengambil ponsel miliknya sendiri.

"Kenapa ?" Tanya Dinara saat batangan tipis itu menempel di telinganya.

"Aku lagi sama temen. Jangan dulu telpon. Bunda juga sibuk 'kan ? Kemaren sampe ga sempet liat aku," kata Dinara meneruskan perkataannya.

Lalu Dinara diam mendengar apapun yang tidak dapat di dengar Bima. Dinara mengangguk kecil lalu mematikan teleponnya tanpa bicara apa - apa lagi.

"Siapa ?" Tanya Bima saat Dinara kembali mendekat ke arah balkon.

"Bunda," sahut Dinara malas.

Lagi - lagi suasananya tidak enak. Hening. Mereka seakan canggung satu sama lain.

"Satu hal yang gue pengen tanya," kata Bima sesaat setelah hening.

Dinara menatap Bima lalu mengangguk kecil.

"Lo - waktu lo di rumah sakit pas nolongin adek gue, lo bilang lo pernah ngalamin hal kayak gitu ?"

Dinara masih diam. Tidak berusaha menyangkal ataupun menjelaskan.

"Di - okey, gue salah nanya itu. Gue ganti pertanyaan deh boleh ya ?"

Dinara diam pertanda mengiyakan, "tentang Bara. Lo sama dia emang sodaraan ?"

Dinara mengerutkan keningnya, "lo tau Bara dari mana ?"

Bima menggaruk pelipisnya yang mendadak gatal, "Bara sempet ketemu sama gue. Dia nitipin lo sama gue."

Dinara terkekeh, "si Bara. Emangnya gue barang apa pake di titipin segala."

"Lo belom jawab pertanyaan gue, Di," sahut Bima.

Dinara mengangguk kecil, "dia bisa lo bilang abang tiri gue. Gue udah pernah ngomong sama lo dulu 'kan ?"

Abima mengangguk. "Iya, gimana dia jadi abang tiri lo?"

Dinara mengangguk lagi, matanya menatap jalanan ramai di bawah sana.

"Bokap sama nyokap gue udah lama cerai, terus bokap gue nikahin nyokapnya si Bara. Ya gitu, dia lebih tua dari gue empat bulan. Jadi dia kayak abang gue," jelas Dinara.

Senior RuwetTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang