Joanna tersentak. Kedua matanya mengerjap, lupa dengan hari ulang tahunnya. Hari ini hari ulang tahunnya? Bagaimana mungkin Ia melupakannya? Dan ... dan bagaimana bisa pria dihadapannya yang mengingat hari ulang tahunnya sementara dirinya saja tidak mengingat sama sekali hari ini adalah hari ulang tahunnya?

"Happy birthday Joanna!" teriak Harri, salah satu teman dekat Darren yang juga merupakan orang orang berada yang selalu berada di sekeliling Darren.

"Happy birthday Joanna!" Ucap Clo, istri Harri

"Happy birthday Joan!" Ucap Jay, salah satu orang yang keturunan bangsawan, sembari memeluk wanita cantik yang baru Ia kenalkan sebagai pacarnya

Joanna mengangkat kepala, memandang Darren. Ada sedikit keraguan untuk membalas pelukan Darren, namun semua keraguan tersebut sirna begitu mendapati tatapan nan dingin dari Darren.
Kepalanya mengangguk, mengerti dengan permainan yang selalu Ia jalankan, mengerti akan setiap kebohogan demi kebohongan yang selalu Ia lakukan.

Seulas senyum terukir di sudut bibir. Ia menggerakan tangannya, membalas pelukan Darren. Ada rasa sakit yang meremas jantung ketika Ia menyentuh tubuh Darren. Ada rasa sakit yang menikam jantungnya ketika Darren dengan mudahnya mencium sudut bibirnya dan kembali bercengkrama dengan teman temannya seolah tidak ada yang salah di antara mereka, seolah hubungan mereka selama ini baik baik saja, seolah hal ini sudah terlalu biasa Ia lakukan, menciumnya sesuka hati.

Semudah ini ...? Semudah inikah ...?

Joanna tertawa getir. Ia menarik nafas pelan dan berniat mencari tempat yang nyaman dan jauh dari orang orang, namun lagi lagi Darren menahannya. Tangan itu membungkus tangan mungilnya, mengengamnya dengan erat dan membawa Joanna mengikuti dirinya kemanapun Ia pergi.

Seketika Joanna merasa muak. Amarah terasa membuncah dalam dada namun tidak ada satu hal pun yang dapat Ia lakukan sebagai perlawanan selain mencoba bersikap manis di hadapan teman teman Darren.

"Ya kau benar. Aku beruntung mendapatkannya ..." ucap Darren mengangguk, mengiyakan perkataan Clo,istri Harri.

Tak ada kehangatan yang menyusup ke dalam dada, tak ada sedikit pun kebahagiaan ketika Darren menggerakan kepalanya, memandang Joanna dan berpura pura tersenyum manis.

Joanna hendak memalingkan wajahnya sebelum akhirnya Ia kembali teringat dengan peringatan Darren tadi. Joanna mengangguk. Ia mencoba membalas tatapan Darren, mencoba sebisa mungkin memandangnya dengan tatapan cinta yang bahkan kini terlalu asing tuk Ia rasakan, terlalu sakit tuk Ia gengam, terasa menyesakkan tuk Ia pertahankan.

"Kami beruntung memiliki satu sama lain." Gumam Joanna.

Darren tersenyum, namun senyum itu tidak terpancar dari kedua matanya. Gengaman yang berganti menjadi rangkulan terasa menikamnya. Remasan di bahu terasa kuat, membuat Joanna hanya mampu menahan nafas.

Kedua matanya menunduk, memandang gelas yang berisi minuman berakohol tersebut. Sedikit menimang sebelum akhirnya Ia memilih menekuk minuman tersebut, membiarkan Darren membawanya kemanapun yang Ia mau, mencoba tidak mendengar setiap kata demi kata Darren dan melupakan dirinya bahwa Ia pernah mendengar kata terindah yang pernah terucap dari bibir Darren.

"Ya, aku mencintainya. Kau benar. Aku bisa gila tanpanya." Ucap Darren ketika kedua mata Joanna hampir menutup.

Joanna mencengkram gelas dalam gengamannya. Tak sadar kedua matanya berkaca kaca. Rasa perih menjalar ke dalam hati. Joanna menunduk, berpura pura tidak mendengar perkataan Darren dan ketika mereka membicarakan hal yang lain, Joanna memalingkan wajahnya dan menarik nafas pelan, mencoba membuang jauh rasa dalam dada.

Tuhan, tolong hapuskan memori ingatan ini tentang perkataan cintanya, tentang pernyataan cintanya, tentang semua tipu muslihatnya malam ini, karena Tuhan, karena aku terlalu lelah ... terlalu lelah akan kebohongan ini, terlalu lelah untuk menerima kata kata cintanya dan terlalu lelah mencoba bersikap manis mendengar kata kata cinta itu.

*

"Joanna!"

"Joanna!"

Joanna terbangun ketika air mengguyur dirinya. Ia bangkit dari pembaringannya. Kedua matanya terbuka lebar, terkejut setengah mati. Kepalanya terangkat, hendak marah, namun Ia mengurungkan niatnya begitu mendapati May, adik Darren, sedang melipat tangan di dada, memandangnya dengan kedua mata menyipit.

"Wah ... wah ... bagaimana pesta semalam? Menyenangkan?" Tanya May kesal

May berdecak kesal. Ia melempar gayung dalam gengamannya ke kasur Joanna. Kedua mata May meneliti tubuh Joanna dan bergedik jijik.

"Terlalu menyenangkan sampai sampai kau bahkan tidak rela melepaskan gaunku itu?" Tanya May mengejutkan Joanna.

KALEIDOSCOPICWhere stories live. Discover now