(9B) DAME

6.4K 745 140
                                    

****

Aku tak pernah menghapus kenangan. Yang ku lakukan hanya berusaha terbiasa tanpamu dan menahan tangis." - unknown

***

"Kamu tahu apa penyesalan terbesar dalam hidupku?" tanya Tito saat itu sambil mengengam erat tangan Tika. Laki-laki tampan itu menunduk, menatap ke dalam mata Tika sambil mengusap wajah istrinya yang semakin lama semakin pucat.

Tika menggeleng. Ia memundurkan sedikit kepalanya sambil melirik pintu kamar inap rumah sakit dengan sorot khawatir sementara itu Tito menyunggingkan senyum tipis. Laki-laki itu mengerakkan kepala Tika agar kembali menatapnya. Posisi keduanya yang sedang berbaring di atas kasur yang sama memang selalu membuat Tika malu dan takut jika kepergok oleh para suster.

"Bahkan setelah sekian lama kita bersama, mengapa kamu masih malu,hm? Aku bahkan sudah mengenali dirimu, setiap jengkal tubuhmu, setiap yang ada dalam dirimu. Jangan pernah malu padaku. Okay?" ucap Tito lembut.

Senyum nan manis dan menggoda Tito tak sadar membuat Tika tersenyum. Ia mengangguk walau tak sepenuhnya mampu menyembunyikan rona merah di wajahnya sementara itu Tito yang selalu terpana akan rona merah itu pun terdiam. Disentuhnya rona merah di wajah Tika kemudian mengecupnya dengan lembut.

"Kamu sangat cantik,Tik. Kamu sangat cantik. Aku selalu mengagumimu, selalu mencintaimu. Akan selalu begitu." Bisik lembut Tito membuat dada Tika menghangat. Tika mengangguk mengiyakan. Dirinya pun menggerakkan tangan mengelus wajah tampan suaminya sambil tersenyum hangat.

"Aku juga mencintaimu,To. Selalu ... dan akan selalu begitu." Balas Tika lembut

Keduanya pun saling bertatapan dalam terang temeram cahaya. Yang satu mengelus wajah yang lainnya. Tatapan yang kian lama kian mendalam itu tak sadar merapatkan tubuh mereka. Kening mereka saling bersentuhan dan pada saat itu Tito mengecup bibir Tika kemudian memeluk Tika.

Kedua mata Tito berkaca-kaca.

"Maaf, maafkan aku tidak mampu menjagamu. Maaf karena kelalaianku mengijinkanmu jalan-jalan bersama kakak malah membawa petaka bagimu. Maaf, maafkan aku,Tik. Aku ..."

Tito tidak mampu melanjutkan kata-katanya. Dada laki-laki itu naik turun, pertanda jika ia sedang meluapkan rasa dalam dada. Tika menggelengkan kepala sambil tersenyum tipis. Ia mengelus punggung sang suami, mencoba menenangkan sang suami sambil bergumam,"Semua baik-baik saja. Jangan sedih,To. Semua akan selalu baik-baik saja."

"Tapi karenaku, kamu ... kamu ..."

"I'm okay,To. Ngga punya anak bukan berarti kita kehilangan kebahagiaan bukan? Bukankah itu kata-katamu minggu lalu? I will always be okay,To. Percayalah. Asal kamu ada di sisiku, semua rasa sakit itu, semua kepedihan itu, lenyap tidak berbekas." Ucap Tika berusaha terdengar menyakinkan dan benar saja. Tito memundurkan tubuhnya agar menatap sang istri. Wajahnya memerah. Ia meremas lembut pundak sang istri sembari mengangguk mengiyakan.

"Aku akan selalu bersamamu,Tik, bahkan hingga maut memisahkan. Aku janji. Aku akan menjagamu, aku akan selalu melindungimu, aku akan selalu mencintaimu, bersamamu dalam setiap keadaan. Aku berjanji tidak akan pernah meninggalkanmu." Janji Tito tegas tidak terbantahkan mengukir senyum di sudut bibir Tika. Tak sadar Tika mengangguk sambil meneteskan air mata, merasa keharuan menyelimuti dada.

Jikalau seorang Tito mengatakan hal itu, apa lagi yang perlu Ia takutkan? Kehilangan? Ketidakberdayaan? Penyesalan?

Tak sadar Tika menggeleng. Tidak, tidak. Sebab ia tahu selama itu Tito akan selalu bersamanya. Laki-laki itu telah berjanji dan janji adalah suatu sumpah, suatu hal yang tidak pernah dilanggar Tito sedari dulu. Laki-lakinya adalah laki-laki yang penuh tanggung jawab dan selalu mencintainya. Seperti kata Tito, akan selalu mencintaimu. Begitulah adanya. Tika juga akan selalu mencintai Tito sepanjang umur hidupnya.

KALEIDOSCOPICWhere stories live. Discover now