(6E) PLETHORA

8.9K 778 136
                                    

****

"Pertama kau membawaku berdansa. Saat kau mulai bosan melihatku lalu membuatku duduk di kursi pesakitanmu seraya melihatmu tertawa dengannya." - Unknown

*


Dua minggu telah berlalu. Beruntung selama itu Darren tidak muncul lagi dihadapan Joanna. Entah pergi kemana Darren. Mungkin saja Ia telah kembali kenegaranya, bersama dengan Claura merajut hari.

Joanna menggeleng sambil menghembuskan napas kuat, berusaha keras mengenyahkan Darren dari pikirannya. Memikirkan pria brengsek itu sama saja membunuhnya dengan perlahan.

"Jo, Jo. Lihat deh tas itu. Kelihatannya cantik banget. Kesana yuk." Ucap Dinni sambil menarik tangan Joanna.

Joanna mengangguk pasrah ketika Dinni menunjukkan beberapa tas dihadapannya berkali kali. Kali ini kali ke empat mereka memasuki toko tas di mall hari ini. Bertahun tahun terpisah ribuan mil dan pulau tak membunuh hasrat Dinni mengoleksi tas tas unik.

"Jo, yang mana deh nih? Yang hitam atau pink ini? Atau hijau itu? Haduh. Suamiku bisa ngomel nih kalau aku beli lebih dari satu." Tukas Dinni menarik napas kesal. Kedua matanya masih sibuk meneliti ketiga tas yang berhasil menarik perhatiannya sementara itu Joanna mengangkat bahunya, tidak terlalu mengerti. Joanna pun menggerakkan dagunya menunjuk tas hijau sebagai pilihannya.

"Hijau aja deh,Di." Gumam Joanna sambil menguap mengantuk.

Dinni menyergit, mempertimbangkan pilihan Joanna, membuat Joanna menggeleng tidak percaya sahabatnya bisa menghabiskan waktu berjam jam hanya untuk meneliti tas yang akan dibelinya. Joanna pun pasrah dan memilih untuk berkeliling, mencuci mata dengan tas tas cantik dan unik yang terpajang. Sementara itu dari sudut matanya Dinni melirik Darren yang sedang duduk di kafe seberang toko tas yang mereka kunjungi. Dinni pun mengangguk sambil menunjuk arah Joanna berada ketika Darren menatapnya.

Darren membalas tatapan Dinni dengan anggukan kepala. Ia pun segera menyusul setelah membayar pesanannya. Dinni menahan tangan Darren ketika Darren berjalan melewatinya begitu saja, membuat Darren tersadar.

"Maaf, terburu buru sampai lupa nyapa kamu." Ucap Darren bersalah

Dinni membalasnya dengan gelengan kepala. Ia mengangkat sedikit kepalanya, menatap Darren dengan tajam sambil menunjuk arah tempat Joanna berada.

"Aku ijinkan kamu ketemu dia bukan karena aku berada di pihak kamu tapi karena kamu ini suaminya. Hanya mencoba sedikit realistis, sedikit berperasaan kepada orang yang sudah melukai sahabatku. Kuharap kesempatan kedua ini tidak akan kamu sia siakan. Jaga sahabatku." Bisik Dinni dingin.

Kepalanya tak mampu mengangguk. Bibirnya tak mampu mengiyakan akan penuturan Dinni. Hanya seulas senyum tipis yang mampu menghiasi wajah Darren. Darren tahu kesempatan kedua yang Dinni maksud adalah hidup bersama dengan Joanna, membahagiakan sahabatnya itu, namun entah mengapa maksud kesempatan kedua Dinni tadi begitu berlawanan dengan apa yang ingin Ia lakukan pada Joanna. Rasanya jalan pikiran mereka begitu berlawanan.

Darren menghembuskan napas kuat, mengusir sedikitnya rasa bersalah akan kepercayaan yang Dinni berikan padanya ketika Ia datang menemui Dinni tiga hari lalu, meminta pertolongan Dinni untuk mengajak Joanna keluar rumah. Setidaknya hanya dengan cara itu Darren bisa memiliki privasi berbicara dengan Joanna dan membawa Joanna kembali bersamanya ke negeranya setelah memberi Joanna waktu satu minggu lebih untuk sendirian tanpa dirinya disisi Joanna.

Punggung mungil Joanna terasa menikam jantung Darren. Langkahnya terasa semakin berat. Tangannya terulur, menyentuh pundak Joanna, membuat tubuh Joanna menegang. Joanna pun berbalik dengan kerutan di dahi. Joanna tak mampu menyembunyikan raut keterkejutannya begitu mendapati Darren dihadapannya. Bibirnya sedikit terbuka sementara tubuhnya dengan refleks melangkah mundur.

"Kam ... kamu? Untuk apa kamu ada disini?!" Tanya Joanna terkejut.

Sebelah alis Darren terangkat sementara langkah kakinya semakin mendekati Joanna.

"Untuk menjemputmu. Apa lagi? Aku sudah memberimu waktu dua minggu,Joanna. Kau pikir aku akan melepaskanmu begitu saja?" Tukas Darren

Wajah Joanna memucat. Kedua matanya bergerak, menelusuri penjuru ruangan, berharap menemukan Dinni namun nihil. Ia tak menemukan Dinni dimanapun. Sial. Kemana sih Dinni disaat genting seperti ini?

"Ayo, ikut aku pulang." Ucap Darren sambil menyentuh tangan Joanna, hendak menarik Joanna ikut bersamanya.

Joanna menarik tangannya dengan kuat lalu menyembunyikannya di belakang tubuh. Kepalanya menggeleng. Tak sadar Ia menahan napasnya, kembali merasa takut terbayang akan masa saat Darren merampas keperawanannya dengan kasar. Bayangan demi bayangan terasa menyesakkan dada, memupuk rasa bencinya pada Darren.

"Tidak mau! Memangnya kamu siapaku sampai aku harus ikut kamu pulang?" tukas Joanna tajam, mencoba menyamarkan rasa takut dan gemetarnya.

Darren berbalik, menatap Joanna dengan senyuman sinis. Ia kembali melangkah mendekat, menghimpit Joanna diantara tubuhnya dan kaca. Tangan Darren bergerak menyentuh rambut Joanna, mengelusnya dengan gerakan lambat lalu berhenti di pipi Joanna, mengusapnya dengan lembut.
"Kau istriku,Joanna. Tidakkah kau mengingat itu?" Tanya Darren lembut

Joanna bergedik ngeri. Kelembutan yang akan berakhir dengan kekejaman membuat Joanna tak kuasa menahan diri agar tidak mendorong tubuh Darren dengan sekuat tenaga.

"Pergi saja sendiri. Aku tidak mau ikut denganmu!" teriak tertahan Joanna sambil mencengkram bahu Darren dengan keras, mencoba mendorongnya.

KALEIDOSCOPICWhere stories live. Discover now