(19F) STARLIGHT

8.1K 768 98
                                    

"Saat terpisah oleh jarak, ada sesuatu yang aku sebut doa. Mungkin doa itulah yang selalu mendekatkan kita." - unknown

***

Dama menepati janjinya dengan sungguh-sungguh. Dia bahkan menghapus poin-poin yang merugikanku. Selain itu, dia juga menambahkan banyak poin yang 'menguntungkanku' seperti membelikanku satu unit apartemen setelah aku melahirkan baby. Kemudian Dama akan memberiku uang saku dengan rutin dengan jumlah yang tidak kecil. Aku bahkan diperbolehkan menemui baby setiap hari. Perubahan signifikan Dama membuatku terkejut bukan main, meski perasaan bahagia terselip dalam relung hatiku

Dama sedang memasak saat aku baru selesai mandi. Punggung lebarnya sedang membelakangiku. Jantungku masih terasa sakit setiap kali melihat Dama. Bayang-bayang Dama yang melukaiku tidak mudah untuk kumusnahkan. Aku berniat masuk ke dalam kamar saat Dama memanggil namaku

"Ayo makan. Aku masak nasi goreng," Dama berbalik melihatku sambil memamerkan dua buah piring yang berisi nasi goreng. Aku sedikit terkejut karena Dama memasak untukku. Ralat. Aku harus mengoreksinya menjadi untuk bayiku

Aku tidak berani menolak Dama karena aku takut Dama akan marah, yang mana akan berimbas dengan kontrak kami. Dama memang masih dingin padaku tetapi kadang-kadang aku merasa bahwa Dama sedang berusaha keras untuk mengubah dirinya di hadapanku seperti saat ini. Dia bahkan tidak keluar di hari minggu seperti biasanya. Hal ini sudah terjadi selama empat minggu berturut-turut sejak aku menangis di hadapan Dama. Sebenarnya aku penasaran alasan di balik perubahan Dama yang cukup signifikan menurutku. Apakah Dama sedang bertengkar dengan Vanessha?

"Aku tidak tahu kamu bisa memasak," ujarku

Dama mengangkat bahu lalu membalas,"aku hanya bisa masak nasi goreng,"

"Tidak buruk juga rasanya. Apakah kamu ada menambahkan penyedap rasa?" tanyaku setelah menyuapkan sesendok di mulut

"Tidak. Aku hanya memberi sedikit garam. Kamu adalah orang pertama yang menyukai nasi gorengku," tukas Dama mengejutkanku. Pipiku memanas. Aku memutuskan kontak mata di antara kami pada detik berikutnya

"Apakah kamu menyukai makanan Indo? Aku sering memasaknya," aku mengalihkan pembicaraan kami secepat itu karena aku takut terlalu 'terlena' sampai tidak tahu diri

"Aku sudah lama tidak makan rendang. Apakah kamu bisa memasak itu?"

"Tentu saja aku bisa masak rendang. Rendang adalah makanan wajib orang Indo,"

"Kapan kamu akan memasaknya?"

Akal sehatku berteriak. Dama mau memakan masakanku? Kelangkaan macam apakah ini? Dama tidak pernah berniat menyentuh masakanku sama sekali sejak dulu. Sekarang, dia bahkan memasak untukku dan ingin menyicipi makananku. Aku tidak bisa menutupi keterkejutanku dengan berkata,"aku ragu kamu akan menyukainya,"

"Aku tidak akan tahu menyukainya atau tidak kalau kamu belum memasaknya untukku," balas Dama datar

"Apakah kamu yakin? Kupikir kamu akan menyesal setelah memakannya. Masakanku tidak selezat makanan yang selalu kamu makan," aku mengungkapkan keraguanku dengan hati-hati

"Apakah kamu tidak mau memasakannya untukku?" tanya Dama terdengar kesal. Huh. Aku binggung bagaimana reaksi yang tepat untuk menjawab pertanyaan Dama. Aku masih terlalu terkejut karena Dama ingin menyicipi masakanku tetapi di sisi lain aku takut tidak bisa memasaknya selezat itu. Dama masih tidak memutuskan kontak matanya dariku hingga membuatku pasrah dan menjawab,"baiklah. Aku akan memasaknya. Tapi aku kekurangan bahan,"

KALEIDOSCOPICWhere stories live. Discover now