(17A) Fool Again

4.4K 693 109
                                    

***

Aku tidak bisa tidur sepanjang malam. Detik demi detik terasa begitu memilukan. Kantuk juga tak jua datang. Angin malam bahkan tidak mampu membuatku mengantuk. Shit! Aku memukul pipiku sambil memeluk tubuhku dengan erat. Aku tidak berani sekedar menghubungi William ataupun Yuriska. Aku juga tidak mampu mengendalikan pikiranku mengenai kemungkinan-kemungkinan yang terjadi dalam pertemuan mereka. Apakah mereka berciuman? Atau bahkan terburuknya adalah, apakah mereka having sex?

Aku benar-benar kacau. Keinginanku untuk menghubungi Karen pun kutunda karena kupikir sahabatku itu juga butuh istirahat. Alhasil aku harus gelisah sendirian. Oh! Betapa buruknya nasib kehidupanku.

Tepat pukul sembilan pagi keesokkan harinya, deru mobil William terdengar. Aku sontak berlari ke teras. Laki-laki itu keluar dari mobilnya. Tatapan kami sempat beradu tetapi tidak melebihi satu menit. Aku dapat melihat rahang William mengeras. Dia menarikku masuk sembari membanting pintu rumah kami.

"Sejak kapan kamu tahu dia ada di Indonesia?" tanya William dingin

Pertanyaan ini! aku sudah tahu pertanyaan ini akan keluar dari bibir William dan aku telah menyiapkan jawaban serta reaksiku sejak dulu.

"Tiga bulan lalu."

Kilat amarah tercetak di sorot mata William. Tangannya yang masih mencengkram lenganku terasa semakin kuat. Aku tidak bisa memungkiri perasaan sedihku diperlakukan William seperti ini, layaknya permen karet yang tidak manis lagi.

"Kenapa kamu baru kasih tahu aku semalam?!"

"Aku menunggu waktu yang tepat sebelum memberitahumu." dan juga keyakinanku untuk meninggalkanmu.

"Great! Kamu menipuku!"

William melepaskan tanganku dengan cukup kuat sambil memijit pelipis kepalanya. Kemarahannya membuatku takut. Bagaimanapun William tidak pernah menunjukkan kemarahannya padaku tetapi sekali lagi, aku telah mempersiapkan perasaanku jauh-jauh hari, walau rasa sakit yang menjalar di jantungku juga terasa jauh lebih besar dari yang kuduga.

"Apakah kamu sudah menemuinya?" tanyaku hati-hati

"Apakah kamu pikir aku berani menunjukkan diriku di hadapannya?!!" William menatapku dengan marah. Kali ini, suaranya benar-benar keras. Dia lebih terlihat ingin memukuliku. Aku bahkan harus menunduk karena takut. Samar-samar aku mendengar geraman William. Laki-laki itu membuang kunci mobilnya hingga terpental jauh ke belakang.

"Jadi, kemana kamu dari semalam?"

Aku bahkan belum berhasil menutup bibirku usai bertanya tetapi tangan William hampir mendarat di pipiku. Aku sangat terkejut hingga melangkah mundur sementara itu William tidak terlihat menyesal sama sekali. Dia menarik tangannya menjauh sambil menghembuskan napas kuat.

"Aku tidak mau melihatmu hari ini. Jadi tolong keluar dari rumahku. Jangan kembali untuk sementara." ujar William kemudian berjalan ke kamar. Suara bantingan pintu kamar kami membuatku terlonjak kaget sementara itu aku membutuhkan waktu satu menit untuk mengartikan perkataan William. Tunggu. Laki-laki itu mengusirku? Dia baru mengatakan rumahku bukan rumah ini. Tak sadar aku menyunggingkan senyum getir. Apa yang bisa kuharapkan dari laki-laki yang tidak mencintaiku?

Aku segera menghubungi taksi online untuk menjemputku. Tidak lupa aku mengutip kunci mobil yang William jatuhkan tadi. Taksi tiba lima belas menit kemudian. Sebenarnya, aku ingin memberitahu William jika aku akan kembali ke rumah kedua orang tuaku, tetapi mengingat kemarahannya yang sangat besar untukku, aku harus mengurungkan niatku itu. Lagipula jika dipikir-pikir kembali, aku juga tidak akan memberitahu William kemana aku akan pergi atau menghubunginya lagi setelah ini. Maksudku, kami akan berujung perpisahan. Baik William maupun aku harus membiasakan diri dengan itu.

KALEIDOSCOPICWhere stories live. Discover now