(8A) INCARNATE

6.9K 643 77
                                    

****

"Aku tak memilih pergi. Kaulah yang membuatku pergi, mendiamkanku saat mencintaimu dan mengabaikanku saat merindukanmu." - Unknown.

***


"Stel, bangun. Waktunya makan." panggil James sambil menyentuh wajah Stella yang masih terlelap. Sesekali tangan itu mengelus wajah Stella kemudian mendaratkan kecupan singkat diseluruh permukaan wajah Stella membuat Stella menggeliat dalam tidurnya.

James terkekeh. Ia menggeleng, tidak percaya akan kebiasaannya yang masih mampu membuat wanitanya menggeliat bahkan ditengah sikapnya yang sedikit mengesalkan. Ia bahkan berniat sangat baik untuk menemani Stella dirumah sakit namun Stella malah marah akan niatan baik itu. Padahal demi menjaga Stella, Ia tidak masuk kerja.

Mengapa wanitanya begitu moody hari ini padahal sebelumnya Stella begitu manja dan selalu ingin berdekatan dengan dirinya.

Tak sadar keningnya menyergit, bersamaan dengan itu pula Stella bangun dari tidurnya. Stella menguap sambil mengerjap berkali-kali. Ia membulatkan matanya, terkejut, saat merasakan ciuman hangat nan dalam dan singkat mengenai bibirnya. Jantungnya berdebar keras melihat James masih disana. Dengan senyuman tipis yang terukir disudut bibir, James mengusap bibir Stella menggunakan ibu jarinya sambil mengedip manis.

"Hai. Tidurmu nyenyak?" Tanya James

Stella menegang. Tubuhnya menjadi kaku. Ia bahkan tidak dapat mengeluarkan suara sama sekali. Ia masih mencoba memahami apa yang baru saja terjadi. Kepalanya terasa berat dikala otak dipaksa berpikir keras sementara jantungnya bagai tertumbuk palu dengan keras.

Ia merasa sakit disekujur tubuh. Ia kesulitan bernapas. Ia butuh udara mengisi relung hatinya yang sesak. Tak sadar Ia meneteskan air mata namun secepat itu Ia menyekanya. Tidak ... James tidak boleh melihatnya menangis seperti ini. Rencananya bisa gagal total. Ia pun menghela napas pelan kemudian mengulurkan tangan, hendak mengambil minuman.

Gerakan itu terlihat oleh James. James langsung mengambil gelas tersebut kemudian duduk dipinggir kasur dan meminta Stella untuk membuka mulutnya. Stella menahan napas. Ia menggeleng sambil meminta gelasnya kembali. Ia memang masih sakit tapi setidaknya setelah beristirahat tadi, kondisi tubuhnya mulai membaik. Ia tidak butuh perhatian James. Ia bisa melakukan apapun tanpa James.

"Aku bisa minum sendiri." ucap Stella datar

James mengangkat sebelah alisnya. Tangan Stella yang terulur padanya membuat James gemas sendiri. Apakah Stella malu? Mengapa Ia harus malu? Bahkan selama ini mereka melakukan hal yang jauh lebih intim. Segalanya baik-baik saja sampai Stella jatuh sakit semalam. Wanita itu menjadi sedikit lebih moody. Wajah memerah Stella membuat James menahan senyum. Apakah Stella mau dibujuk dengan lembut?

"Kamu masih sakit. Biarkan aku yang melakukannya untukmu." ucap James lembut. Ia mengacak rambut Stella kemudian mendaratkan kecupan dipuncak kepala Stella membuat Stella sontak memundurkan kepalanya.

Stella menatap James dengan marah. Tangannya terkepal, menahan diri agar tidak menampar James, sementara itu James bukannya marah, Ia malah tertawa. Ia memiringkan kepalanya, menatap Stella dengan tatapan menggoda.

"Kenapa,Stel? Kamu marah?" tanya James sambil memainkan alisnya

Stella mencoba menahan amarahnya. Ia tidak mungkin berkata kalau Ia marah akan tindakan James. Bagaimanapun mereka masih berstatus pacaran. Laki-laki itu bebas untuk memberikan perhatian palsunya. Stella mengigit bibirnya, merasa tertikam saat baru tersadarkan tidak adanya panggilan sayang diantara mereka. Selama ini hanya dirinya yang memiliki panggilan sayang pada James. Hanya dia ... hanya dirinya yang benar-benar mencinta.

"Jangan menciumku lagi. Mengerti?" tukas Stella menahan nada getar dalam suaranya.

Okay. James tertantang. Ia meletakkan kembali gelas itu kemudian duduk mendekati Stella. Diletakkannya tangannya dibahu Stella kemudian menatap Stella dengan dalam.

KALEIDOSCOPICWhere stories live. Discover now