(2D) IGNEOUS

14.3K 1.1K 123
                                    


***

Damar melajukan mobilnya dengan kecepatan tinggi sesaat setelah Sonya dan Garendra meninggalkannya. Kepalanya terasa berat disaat Damar benar benar membutuhkan otaknya mengambil alih semua rasa sesak dalam dada.

Damar menginjak pedal rem lalu menjatuhkan kepalanya di stir mobil. Kedua matanya terpejam. Merutuki dirinya yang tak mampu mengontrol dirinya. Padahal beberapa tahun sudah berlalu. Ia sudah terbiasa hidup seperti ini, menutup mata dan telinga dari keadaan sekelilingnya.

Damar menggeram. Ia membuang ponselnya yang berdering lalu membuka jendela mobil, berharap hembusan angin mampu mendinginkan suasana hatinya namun bukannya membaik, suasana hati Damar semakin kacau.

Rekaman demi rekaman masa lalu kembali membayanginya. Debaran dada semakin mengencang ketika kembali mengingat betapa kejamnya Sonya menyetujui perjodohan diantara mereka sementara mereka berdua sudah memiliki kekasih hati saat itu. Sonya dan kekasihnya dulu yang bernama Haris dan Ia dengan Riana.

Damar menggeram. Sudut hatinya masih terasa marah dengan kedua orang tuanya yang menyetujui perjodohan tersebut namun bagaimanapun Damar tidak akan mampu melukai kedua orang tuanya. Ia bahkan rela mati demi kedua orang tuanya yang sangat menyayanginya. Masih teringat dalam benaknya saat itu Haris datang ke rumah Riana, mengancam Riana bahkan hampir membunuh Riana kala itu. Bagaimanapun Damar mengerti perasaan Haris. Mereka sama sama kehilangan wanita yang mereka cintai.

Damar mengacak rambutnya dengan kesal. Sial. Andai saja bukan Sonya yang Ia nikahi maka Ia sudah bisa berbahagia bersama Riana. Wanita itu dan anak itu benar benar menganggu Damar selama ini. Tangis dan rasa takut keduanya benar benar membuat Damar merasa frustasi dan kini masalah yang dialaminya membuat Damar hampir gila.

Ia memang mencintai kedua orang tuanya tapi rasanya Ia tidak mampu melepaskan Riana dan bayi mereka berdua namun disisi lain Ia merasa tidak terbiasa dengan ketidakhadiran kedua orang itu. Bagaimanapun selama bertahun tahun kedua orang itu selalu mengisi rumahnya dan kini saat wanita itu meminta bercerai, rasanya begitu... asing.

Ia ingin marah dan berteriak. Ia ingin menahan mereka namun Ia sadar Ia tidak bisa melakukannya. Gila. Bagaimana bisa Damar merasa sefrustasi ini dengan orang disekelilingnya?

Damar menghembuskan nafas kuat. Dipejamkan kedua matanya dengan erat, berusaha mengatur nafasnya menjadi tenang lalu kembali melajukan mobilnya dengan kecepatan tinggi. Persetan dengan semuanya. Damar butuh pelampiasan akan rasa frustasinya saat ini.

-

-

-

Damar menutup pintu mobil setibanya di rumah. Sebelah jemari tangannya memijit pelipis kepalanya sembari melangkah masuk ke dalam rumah.

Keningnya mengkerut ketika samar samar mendengar isakan tangis. Kedua kakinya melangkah mendekati sumber suara. Dada Damar berdebar kencang ketika berhenti didepan kamar yang pernah ditempati Garendra.

" Sudahlah ma. Untuk apa perlu ditangiskan semua ini?"

" Enggak pa! Papa enggak tahu betapa beartinya Garendra buat mama. Garendra memang masih cucu kita, tapi semuanya enggak akan seperti dulu lagi,pa! dan anak itu.. anak itu benar benar keterlaluan. Dia..kenapa sih anak papa itu bisa seperti itu?"

" Ma! Damar anak mama juga. Semuanya salah kita memaksa kehendak agar mereka menikah. Bagaimanapun kita harus menghargai keputusan mereka,ma. Cukup Sonya terluka selama ini demi mempertahankan pernikahan mereka. Biarkan Garendra bersama Sonya,ma. Bagaimanapun Sonya membutuhkan Garendra lebih dari kita butuhkan."

" Tapi pa.. mama.. mama..."

" Sudahlah,ma. Bagaimana di kata. Damar tidak bisa mencintai menantu kesayangan kita. Bagi anak itu Sonya hanya malapetaka. Mungkin dengan perceraian ini bisa membuka mata Damar bahwa melepaskan mereka adalah pilihan terburuk dalam hidupnya."

KALEIDOSCOPICWhere stories live. Discover now