Part 73 - The Mission

Start from the beginning
                                        

Alexa berdiri perlahan. Napasnya memburu, peluh menetes dari pelipisnya. Ia memandang ke sekeliling—semua tubuh kini tergeletak tak sadarkan diri. Pingsan atau lumpuh, tapi cukup waktu untuk melakukan apa yang harus ia lakukan.

Tanpa ragu, ia meraih tubuh Kirana. Dengan cekatan dan tanpa ampun, Alexa mulai melucuti jaket kulit tebal yang tadi ia perhitungkan menyembunyikan senjata, lalu melepas sepatu boot kulit tinggi milik Kirana. Tangan Alexa tetap cekatan, tak satu detik pun terbuang sia-sia.

Ia kemudian mengenakan jaket Kirana, yang kini sedikit robek di bagian samping namun masih layak pakai, lalu memakai sepatu boot itu di kakinya—ukurannya sedikit sempit, tapi cukup nyaman untuk melangkah pergi.

Alexa berjongkok lagi, memeriksa setiap tubuh yang tergeletak.

Dari pinggang bodyguard pertama, ia menemukan pistol kecil dan satu pisau tempur lipat. Dari pria tinggi besar, ia mencabut alat komunikasi seperti walkie-talkie militer dan kunci pintu otomatis. Ia memeriksa sabuk mereka, jaket dalam, bahkan saku celana—tidak ada yang luput.

Setiap benda yang bisa berguna diambil dan dimasukkan ke dalam kantong dalam jaket Kirana. Senjata, alat komunikasi, kunci, bahkan satu flashdisk kecil yang tertempel di balik lencana logam salah satu penjaga.

Alexa kini berdiri di tengah ruangan—berdiri tegak dengan penampilan baru. Jaket kulit, sepatu tempur, dan di baliknya, dendam yang tak akan diredam oleh apapun kecuali keadilan.

Ia menatap tubuh Kirana yang masih menggeliat lemah di lantai, lalu berbalik dan berjalan menuju pintu keluar ruangan—siap menyusup lebih dalam,

Belum sempat ia melangkah pergi, walkie-talkie nya berbunyi.

Suaranya kecil—hanya desisan statis di awal, diikuti oleh satu kalimat yang membuat Alexa menghentikan langkahnya.

"Dek... jangan terlalu lama di situ. Mereka bakal datang lagi dalam beberapa menit."

Alexa mengernyit, bingung. Suara itu...

Ia mengangkat walkie-talkie pelan, menatapnya sejenak, lalu mendekatkannya ke telinga. "Halo?" ucapnya, nyaris tak percaya.

"Akhirnya, lo denger juga," jawab suara di ujung sana, disertai helaan napas lega yang sangat ia kenal.

Itu suara Carel. Abangnya.

Alexa membelalak. "Abang? Ini beneran lo?!"

"Iya. Dan lo harus keluar dari situ sekarang juga. Tim cadangan mereka udah mulai bergerak. Lo punya waktu paling lama... enam menit sebelum lo ketemu rombongan yang lebih ganas dari tadi."

Alexa mengatupkan rahangnya. "Enam menit? Dan lo baru kasih tahu sekarang?" tanyanya sewot, berbalik memandang tubuh-tubuh yang masih tergeletak tak sadarkan diri. "Lo pikir gue punya teleportasi apa gimana?!"

Tawa kecil terdengar dari seberang. "Sorry, Dek. Kita harus tunggu sinyalnya stabil. Tapi gue yakin lo baik-baik aja. Dan pertarungan lo cukup keren."

Alexa menghela napas keras, masih kesal tapi tak bisa menyembunyikan kelegaannya. "Bang... Gue hampir ketusuk tiga kali loh barusan!"

"Tapi lo gak ketusuk, kan? Lo berhasil, dan lo ngelakuinnya nyaris tanpa bantuan. Misi lo udah dimulai, Alexa. Sekarang jalan terus. Gue dan yang lainnya mantau lo dari sini."

Alexa terdiam sejenak, lalu mengerutkan dahi. "Wait-what? Lo bilang mantau gue? Maksudnya... lo bisa liat gue sekarang?"

Suara lain masuk ke dalam kanal komunikasi. Nyaring, namun santai penuh ketengilan yang khas.
"Bener tuh Dek. Kita bisa lihat lo. CCTV ruangan itu nyala semua. Anglenya bagus, by the way. Lo sempet kena sorot dari samping kiri, keren banget pas lo nendang leher orang gede tadi."

I'm Alexa [End-Tahap Revisi]Where stories live. Discover now