Halo guys! Selamat hari Selasa yaa!
Naah gitu doong! Komen yaa sayang-sayangnya El...
KOMEN
Gak mau tahu pokoknya part ini juga harus dapet VOTE dan KOMEN yang banyak yaa! WAJIB loh jangan sampai nggak! Karena masih banyak siders juga niih!
Ayoo doong siders yang masih ngumpet, munculah ke permukaan dan tunjukkan pesona kalian guys! Kiw kiw...
Kali ini 2.300 kata aja yaaa
JANGAN LUPA!
FOLLOW
VOTE
KOMEN
SPAM KALO BISA YAA!
Okee deh, see you! Happy reading!
__________
"Alexa, bagaimana perasaan kamu setelah sesi pertama kemarin?" tanya Dokter Melissa dengan suara tenang.
Alexa menggigit bibirnya, mencoba menyusun kata-kata. "Saya... merasa sedikit lebih paham tentang PTSD, tapi rasanya tetap berat. Saya masih sering mengalami mimpi buruk."
Dokter Melissa mengangguk dengan pengertian. "Itu wajar, Alexa. Trauma tidak hilang begitu saja. Hari ini, kita akan mencoba memahami lebih jauh tentang pikiran dan perasaan yang muncul setelah pengalaman traumatis kamu."
Alexa menarik napas dalam-dalam, merasa ragu, tetapi ia tahu bahwa ini bagian dari proses penyembuhan. Dokter Melissa mulai menjelaskan konsep pikiran otomatis dan bagaimana pikiran-pikiran itu bisa mempengaruhi emosinya. Mereka berbicara tentang pola pikir negatif yang sering muncul setelah trauma.
"Apa yang biasanya muncul di kepala kamu saat kamu merasa cemas atau takut?" tanya Dokter Melissa.
Alexa terdiam sejenak. Lalu dengan suara pelan, ia menjawab, "Saya sering berpikir bahwa saya ngga akan pernah merasa aman lagi. Bahwa dunia ini nggak bisa dipercaya."
Dokter Melissa menuliskan sesuatu di bukunya. "Itu adalah salah satu bentuk distorsi kognitif yang disebut overgeneralization. Satu kejadian buruk tidak berarti semuanya akan selalu buruk, Alexa. Tapi saya mengerti kenapa kamu merasa begitu."
Alexa mengangguk pelan. Kepalanya terasa berat, pikirannya penuh dengan kenangan yang berusaha ia tekan. Sejak awal sesi, ia merasa tubuhnya kelelahan, tetapi ia mencoba bertahan. Namun, semakin lama, kelopak matanya semakin berat. Ia mencoba mendengar suara Dokter Melissa, tetapi suara itu perlahan menjadi samar. Tanpa disadari, kepalanya tertunduk sedikit, napasnya menjadi lebih dalam dan teratur. Alexa tertidur.
Dokter Melissa memperhatikan perubahan itu. Ia tersenyum kecil, membiarkan Alexa beristirahat sejenak. Ia tahu bahwa terapi bisa sangat melelahkan, terutama bagi mereka yang mengalami PTSD. Istirahat sejenak mungkin adalah hal terbaik untuknya saat ini. Dokter Melissa diam-diam merapikan selimut kecil yang ada di sofa dan menutup catatannya, membiarkan Alexa tenggelam dalam tidurnya yang tenang untuk pertama kalinya sejak sekian lama.
Dalam tidurnya, jiwa Zahira merasakan sesuatu yang aneh. Ia tidak merasa sekadar bermimpi, melainkan berada di suatu tempat yang berbeda. Udara di sekelilingnya dingin dan samar-samar terdengar suara langkah kaki yang mendekat. Perlahan, dari kegelapan, muncul sosok gadis yang sangat mirip dengannya—Alexa.
Zahira terkejut. Sejak ia berada di tubuh ini, ia belum pernah bertemu dengan jiwa Alexa yang asli. "Lo... Alexa?" tanyanya dengan suara bergetar.
Alexa menatapnya dengan tatapan tajam dan penuh makna. "Ya, Zahira. Dan gue tahu siapa diri lo. Gue butuh bantuan lo," katanya, suaranya terdengar tegas namun sedikit berbisik.
YOU ARE READING
I'm Alexa [End-Tahap Revisi]
Teen Fiction⚠️ BIASAKAN FOLLOW SEBELUM MEMBACA ⚠️ - - Belum sampai diambang pintu kantin Alexa kembali berhenti, lalu melepaskan pecahan beling yang menancap pada sepatunya tanpa rasa ngilu. Setelah itu ia melepaskan sepatunya, terlihatlah kaos kaki putihnya y...
![I'm Alexa [End-Tahap Revisi]](https://img.wattpad.com/cover/376930039-64-k717476.jpg)