Ia mencoba mengenali suara lainnya—hembusan angin dari celah dinding, tetesan air dari pipa tua. Tidak ada suara kendaraan, tidak ada suara percakapan. Sepertinya ruangan ini terisolasi. Atau... ia memang sengaja dibiarkan sendiri.
Fokus Alexa lalu kembali ke dirinya. Ia mulai menggerakkan pergelangan tangan yang terikat. Tali itu kuat, tapi tidak rapat. Mungkin penjaganya tergesa-gesa. Ia mengatur napas, menggerakkan jari-jarinya perlahan, mencoba menciptakan ruang antara tali dan kulitnya.
Ia mendorong pergelangan tangan ke arah atas, lalu memutarnya sedikit demi sedikit, seperti yang pernah ia latih dengan abangnya dan El—gerakan perlahan, tapi konsisten, agar simpul mengendur.
"Jangan lawan talinya. Ikuti arah simpul, lalu geser paksa," bisik Alexa pada dirinya sendiri, mengingat teknik pelolosan yang pernah diajarkan padanya.
Kakinya juga mulai mencoba gerakan yang sama. Digesekkan ke sisi kaki kursi, menguji apakah ada paku, serpihan logam, atau bahkan sisa tali yang bisa ia gunakan. Tapi belum berhasil.
Namun seketika ia terdiam saat mengingat sesuatu.
"Pakai cincin ini, jangan pernah dilepas. Gunakan hanya saat genting," ucap Carel memberikan Alexa sebuah cincin yang terlihat nampak sederhana.
"Gue udah pakai cincin loh Bang." Alexa menunjukkan cincin tunangannya pada Carel.
Terlihat Carel menghela napasnya pelan. "Itu kan beda Dek," ucapnya mencoba sabar, menghadapi Alexa yang mulai lemot.
Tanpa banyak berbasa-basi Carel menarik tangan kanan Alexa dan menyematkan cincin itu di jari manisnya. "Coba lo pencet tombol kecil yang ada disitu."
Alexa menuruti perintah abangnya, "Wow... kok ada pisau kecilnya gini sih Bang?"
"Itu namanya spy ring."
Dengan perlahan Alexa meraba cincin yang berada di jari manis tangan kanannya. Ia memencet tombol kecil tak lama keluarlah pisau kecil yang tersembunyi dibalik cincin sederhana itu.
Ia meraba pisau kecil itu beberapa detik, lalu menarik napas pelan dan mulai bergerak hati-hati.
Dengan gerakan nyaris tak terlihat, Alexa mengangkat pergelangan tangannya ke arah tali yang mengikatnya. Pisau kecil itu cukup tajam, tapi bilahnya pendek, jadi ia harus mengatur sudut dengan sangat presisi. Sedikit saja meleset, ia bisa melukai dirinya sendiri atau yang lebih buru, menyebabkan gerakan mencolok yang tertangkap CCTV.
Detik demi detik berlalu.
Peluh mulai menetes dari pelipisnya, membasahi bagian sisi wajahnya. Tangannya terus bekerja dalam diam, mengiris perlahan, menguji kekuatan tali. Nafasnya mulai tidak teratur, bukan karena panik, tapi karena usaha fisik yang sangat menuntut dalam posisi terikat dan terbatas.
Srek
Sedikit bunyi halus dari tali yang mulai terpotong membuat jantung Alexa berdegup cepat. Ia mengencangkan rahangnya, lalu melanjutkan gerakan kecilnya dengan hati-hati.
Akhirnya, setelah nyaris lima menit berlalu, tali di pergelangan tangannya terlepas.
Alexa menghela napas pelan. Namun ia belum berani melepaskan semuanya begitu saja. Kamera masih mengawasi. Ia menahan tangannya agar tetap dalam posisi seperti terikat, lalu perlahan-lahan meraih ikatan di pergelangan kakinya. Tangannya mulai bekerja lagi, memotong tali di sana, jauh lebih mudah kali ini karena ia bisa mengatur sudutnya.
Satu per satu tali melonggar. Tapi ia tidak langsung bangkit.
Sebaliknya, Alexa mulai menggerakkan kursi yang ia duduki—pelan, namun berulang—menciptakan suara seretan kayu di lantai beton yang bergema di seluruh ruangan. Suara itu semakin keras setiap kali ia menggoyangkan tubuhnya seolah kesal, berpura-pura berontak, padahal sebenarnya ia sedang menyamarkan aktivitasnya.
VOCÊ ESTÁ LENDO
I'm Alexa [End-Tahap Revisi]
Ficção Adolescente⚠️ BIASAKAN FOLLOW SEBELUM MEMBACA ⚠️ - - Belum sampai diambang pintu kantin Alexa kembali berhenti, lalu melepaskan pecahan beling yang menancap pada sepatunya tanpa rasa ngilu. Setelah itu ia melepaskan sepatunya, terlihatlah kaos kaki putihnya y...
Part 73 - The Mission
Começar do início
![I'm Alexa [End-Tahap Revisi]](https://img.wattpad.com/cover/376930039-64-k717476.jpg)