"Diam, Rava," potong Kirana. "Gue nggak datang ke sini buat lo. Gue datang buat nyetop dia sebelum dia tahu lebih banyak tentang kita."
Dan sebelum Kirana sempat menarik pelatuk, Bian menjatuhkan flashdisk di tangannya ke lantai dan menendangnya keras ke bawah meja di sisi ruangan.
"Lo bisa lumpuhin gue," kata Bian cepat, "Tapi file-nya nggak akan lo dapet semudah itu."
Kirana mengerjap. Itu cukup memberi celah.
Bian bergerak. Satu langkah menyamping, tapi dentuman kecil dari stun gun lebih cepat. Cahaya biru menyambar bahu Bian, membuat tubuhnya terguncang dan jatuh tersungkur ke lantai, menggeliat dalam kejang singkat.
"BIAN!" jerit Rava, mencoba mendekat. Tapi Kirana dengan cepat mengarahkan senjatanya ke arah Rava juga.
"Jangan gerak. Atau lo nyusul."
Rava menggertakkan gigi, namun berhenti.
Kirana menatap tubuh Bian yang kini tergeletak tak bergerak, lalu menarik napas cepat. "Subjek pengganggu diamankan," ucapnya dingin. "Dan lo... lanjutin misi lo sebelum bokap gue tahu kalo lo gagal, lagi."
Sementara itu disisi lain Riendra terus mencoba menghubungi Bian yang tiba-tiba signal nya menghilang Riendra berlari menuruni tangga beton menuju ruang kontrol darurat yang tersembunyi di bawah gedung tua di distrik utara. Di balik layar monitor yang penuh dengan noise, sinyal dari Bian resmi menghilang lima menit lalu tanpa jejak, tanpa penutup.
Tangan Riendra bergerak cepat di atas panel komunikasi taktis. Ia menekan dua kali tombol merah di kanan atas headset-nya—kode darurat. Kemudian, suaranya terdengar di jalur komunikasi tertutup yang hanya bisa diakses oleh unit utama Oscura Network.
"Vega-Nine-4 ke seluruh unit. A1–hilang kontak. Ulangi, A1 hilang kontak."
Satu detik hening. Lalu suara dari unit lain masuk:
"Ini Echo-5. Terakhir terdeteksi di zona R-17, koridor selatan markas target."
Riendra menghela napas dalam. Wajahnya mulai tegang.
"Prioritas satu. Gunakan protokol gelap. Lock semua data terakhir Bian. Pastikan tidak ada yang bisa mengakses log misi atau audio real-time."
Ia mengaktifkan fitur pengacak suara, lalu menyambung ke jalur paling aman.
"Ke unit Alpha dan Delta, kode Omega-Three: 'Langit patah, mata tertutup.' Status infiltrator: tak aman. Kemungkinan kompromi informasi tingkat tinggi."
Di balik bahasa kodenya, kalimat itu berarti satu hal yang sangat jelas:
—Agen kita tertangkap, dan bisa membocorkan segalanya.
Diam sesaat. Riendra menatap layar. Sinyal Bian benar-benar hilang, tergantikan tanda X merah di layar holografis.
Ia mendekat ke salah satu meja sandi, menulis cepat pada selembar kertas hitam dengan tinta thermochrome yang hanya terlihat oleh cahaya UV. Ia menuliskan tiga nama: Kirana, Rava, dan... Bian.
"Rencana B aktif," gumamnya. "Satu penghalang sudah tumbang... tapi mata kita baru saja ditutup."
Lalu, dengan gerakan cepat, Riendra mengaktifkan gelombang pelacak manual yang hanya bisa digunakan sekali—kode "Mata Satu". Sebuah sistem lawas yang bisa melacak denyut elektrik terakhir dari perangkat earpiece Bian, meskipun sudah nonaktif.
"Berdoa aja lo masih hidup, Bian..." bisiknya pelan, sebelum sistem mulai menghitung mundur.
Di lokasi lain, dalam gelapnya markas Tares, Kirana menyeret tubuh Bian yang tak sadarkan diri ke dalam ruang penyimpanan besi tanpa jendela.
YOU ARE READING
I'm Alexa [End-Tahap Revisi]
Teen Fiction⚠️ BIASAKAN FOLLOW SEBELUM MEMBACA ⚠️ - - Belum sampai diambang pintu kantin Alexa kembali berhenti, lalu melepaskan pecahan beling yang menancap pada sepatunya tanpa rasa ngilu. Setelah itu ia melepaskan sepatunya, terlihatlah kaos kaki putihnya y...
Part 70 - Join The Mission?
Start from the beginning
![I'm Alexa [End-Tahap Revisi]](https://img.wattpad.com/cover/376930039-64-k717476.jpg)