Suasana sunyi di ruang tamu kontras dengan hiruk-pikuk di layar laptopnya. El melirik sebentar ke arah Alexa yang masih tertidur, lalu kembali menatap layar dengan wajah tegas. Di saat seperti ini, ia bukan hanya El, ia adalah pusat kendali di tengah kekacauan.
Dan satu koper kecil berisi alat-alat itu... menjadi penyambung nyawa bagi banyak orang.
Awalnya El bertanya-tanya, kemana tim yang pergi bersama Brandon dan Lio, tidak mungkin mereka nekat pergi berdua untuk menjalankan misi ini. Namun setelah melihat beberapa orang tergeletak sudah tidak berdaya, kini El mengerti. Seseorang sudah melumpuhkannya dan hanya menyisakan mereka berdua saja.
Dan tidak menutup kemungkinan hal itu akan terjadi pada rombongan Eric.
__________
"Sesuai dugaan Tuan, mereka membagi tim nya menjadi dua. Satu rumah anda dan satu lagi ke sekolah," ucap seorang lelaki memberikan laporannya.
"Bagaimana eksekusinya?" tanya suara lain membelakangi.
"Dua tim sudah kita kirim, namun tim yang dikirim ke kediaman anda sudah tumbang karena lawannya yang terlalu kuat. Sedangkan tim satunya lagi berhasil melumpuhkan tim lawan, hanya tersisa dua orang."
Orang yang dipanggil tuan itu menggeram kesal, "Lo tahu apa yang bakalan Tares lakuin kalo rencana ini gagal?" ucapnya berdecak.
"Maaf Tuan," orang itu hanya bisa menunduk dalam, takut mendapat amukan dari tuannya.
Mereka tidak sadar, diantara pembicaraan mereka berdiri seseorang yang tengah menguping dengan tangannya yang terkepal kuat.
"Mau nggak mau, kita harus siapkan plan selanjutnya," gumam pria itu. "Pergi, kumpulin yang lain," sambungnya mengusir anak buahnya.
Setelah anak buahnya pergi, orang itu berbalik dengan tatapan tajamnya lalu melangkah meninggalkan ruangan. Namun belum sempat kakinya melangkah keluar, ia sudah di dorong dengan keras, membuatnya masuk kembali ke dalam ruangan. Orang yang mendorongnya menutup pintu itu cepat, sepersekian detik ia menghantam pria itu tepat di pipi kirinya membuat kepalanya menoleh ke samping.
Tidak ada ruang untuk bernapas, karena orang misterius itu meninjunya secara membabi buta membuatnya sedikit kewalahan, "Brengsek!" teriak pria itu—Rava, sambil menangkis serangan dari penyerangnya. Tapi saat ia sempat melihat wajah lawannya, matanya melebar. "Bian?!"
Tinju terakhir berhenti tepat di depan wajah Rava. Bian, pria dengan topi hitam dan wajah penuh luka goresan samar, menatapnya dengan sorot mata penuh amarah. Dadanya naik turun menahan napas, namun sorot matanya tidak goyah sedikit pun.
"Akhirnya gue dapet lo juga," desis Bian pelan, penuh tekanan.
Rava terbatuk, menyeka darah dari sudut bibirnya. "Apa maksud lo?" tanyanya, meskipun di dalam hatinya, ia tahu—Bian sudah tahu segalanya.
Bian tidak menjawab langsung. Ia menghempaskan cengkramannya pada Rava lalu berdiri dan berjalan pelan mengitari ruangan, matanya menatap setiap sudut, memastikan tak ada mata-mata lain. "Waktu El kasih kita tugas buat nyusup ke dalam markas Tares... lo yang paling kencang bilang, 'Gue bisa handle markas Tares.' Gue percaya. Kita semua percaya." Ia berhenti tepat di depan Rava lagi. "Ternyata, lo cuma lagi pulang ke rumah, ya?"
Rava menggeleng, mencoba menyembunyikan kegugupan. "Lo nggak tahu apa-apa, Bian. Ini bukan seperti yang lo pikir."
"Gue tahu banyak," potong Bian tajam. "Gue tahu waktu gue ditangkap beberapa hari lalu, lo yang bikin rencana pelolosan gue gagal. Gue tahu, lo juga yang ngasih info palsu soal jalur pelarian."
CZYTASZ
I'm Alexa [End-Tahap Revisi]
Dla nastolatków⚠️ BIASAKAN FOLLOW SEBELUM MEMBACA ⚠️ - - Belum sampai diambang pintu kantin Alexa kembali berhenti, lalu melepaskan pecahan beling yang menancap pada sepatunya tanpa rasa ngilu. Setelah itu ia melepaskan sepatunya, terlihatlah kaos kaki putihnya y...
Part 70 - Join The Mission?
Zacznij od początku
![I'm Alexa [End-Tahap Revisi]](https://img.wattpad.com/cover/376930039-64-k717476.jpg)