Dengan cepat El menghubungi seseorang, "Eric, suruh tim empat dan lima ke sekolah. Bantu Brandon dan Lio," perintahnya cepat. "Jangan langsung masuk lab. Amankan perimeter terus matiin aliran gas utama dari ruang teknik. Tapi hati-hati. Ini jebakan. Pasti ada yang ngawasin kita."
"Paham. Kurang dari lima belas menit kita akan sampai," ucapnya sigap menutup panggilan telepon.
El kembali berjalan mendekat, lalu menunduk menatap wajah Alexa. Gadis itu tidur pulas, napasnya tenang, seakan dunia di sekitarnya sedang baik-baik saja. Tapi dengan begini, El menjadi lebih leluasa untuk membantu Brandon dan Lio walaupun hanya dari jarak jauh.
Tak selang berapa lama seseorang datang dengan koper ditangannya dan memberikannya pada El. El mengambil koper itu dan lanngsung membukanya di atas meja kecil di sisi sofa. Suara klik terdengar pelan ketika kunci pengaman koper terbuka. Cahaya redup dari dalam koper menyala otomatis, memperlihatkan isi peralatan yang tersusun rapi: sebuah laptop tipis dengan logo unit intelijen, radio genggam model terbaru, earpiece, flashdisk enkripsi, dan beberapa modul pengawasan tambahan.
Tanpa membuang waktu, El menarik napas panjang lalu duduk, menyalakan laptop dengan cepat. Layarnya menyala dalam hitungan detik, menampilkan antarmuka sistem milik jaringan pengintai yang mereka tanam di seluruh sekolah. Jari-jarinya bergerak cepat di atas keyboard, mengetikkan kode akses yang panjang dengan tingkat keamanan tinggi.
"Autentikasi berhasil," bunyi suara digital dari laptop.
Seketika itu juga, tampilan berubah menjadi peta interaktif sekolah, lengkap dengan titik-titik merah yang menandai suhu ekstrem, menunjukkan area yang sedang terbakar atau mengandung gas berbahaya. Panel CCTV mulai bermunculan satu per satu, memperlihatkan kondisi terkini dari lorong-lorong, ruang laboratorium, ruang teknik, bahkan koridor yang mengarah ke ruang kepala sekolah.
El menyipitkan mata, fokus menelusuri satu jendela CCTV ke jendela lainnya. Di salah satu sudut layar, ia melihat Brandon berlari sambil membawa alat pemutus listrik darurat, diikuti Lio yang tampak mengenakan masker kain basah. El langsung menekan tombol rekam dan memperbesar gambar.
"Gue lihat mereka," gumam El. "Masih bisa dikendalikan."
Setelah memastikan sinyal kuat, El meraih radio genggam dari koper dan menyalakannya. Suara kring pendek menandai bahwa alat itu telah tersambung ke saluran utama. Ia menyambungkan earpiece-nya ke telinga, lalu bicara cepat dan jelas.
"Brandon, Lio, ini gue, El. Kalian belok kanan di koridor depan lab, ada panel pemutus sekunder di belakang lemari baja. Kamera panas mendeteksi titik api di sisi timur, jadi jangan dekati ruang A-2. Tim empat dan lima dalam perjalanan, ETA sepuluh menit. Ulangi, jangan dekati ruang A-2."
Butuh dua detik sebelum suara napas berat Brandon menjawab, "Roger that. Panel sekunder, lemari baja. Paham. El, kita akan segera tindak."
Lio menyusul, "Tapi gue nggak janji buat nggak nerebos ke ruang A-2."
El menghela napas samar, ia sedikit tahu bagaimana pola pikir Lio, dibantah pun akan berujung perdebatan. "Oke."
Tangannya masih di atas touchpad, memindai area-area rawan lain. Tapi di sudut lain layar, El melihat sesuatu yang membuat napasnya tertahan sejenak. Kamera luar gedung sekolah memperlihatkan siluet seseorang yang berdiri terlalu dekat dengan panel gas utama, tempat yang tidak seharusnya ada orang, kecuali...
"Brengsek," gumamnya lirih. Ia menggigit bibir, lalu segera memberi instruksi lagi.
"Eric, tiba di lokasi fokus ke sisi utara gedung. Ada penyusup. Pakai thermal scanner. Jangan biarin dia nyentuh panel gas. Kalau perlu, lumpuhkan."
YOU ARE READING
I'm Alexa [End-Tahap Revisi]
Teen Fiction⚠️ BIASAKAN FOLLOW SEBELUM MEMBACA ⚠️ - - Belum sampai diambang pintu kantin Alexa kembali berhenti, lalu melepaskan pecahan beling yang menancap pada sepatunya tanpa rasa ngilu. Setelah itu ia melepaskan sepatunya, terlihatlah kaos kaki putihnya y...
Part 70 - Join The Mission?
Start from the beginning
![I'm Alexa [End-Tahap Revisi]](https://img.wattpad.com/cover/376930039-64-k717476.jpg)