Part 67 - Caesar Cipher

Mulai dari awal
                                        

Belum sempat Alexa menyelesaikan pertanyaannya, Carel berbalik cepat, sorot matanya tajam menusuk seperti pisau.

Alih-alih menjawab, Carel justru balik bertanya dengan suara rendah namun penuh tekanan, "Apa yang lo lakuin di sini, Alexa?"

Alexa tertegun. Mulutnya terbuka, tapi tak ada kata yang keluar. Ia menatap wajah abangnya yang kini tampak jauh lebih gelap dari biasanya.

Carel lalu mengalihkan pandangannya ke El, kini sorot itu berubah menjadi dingin dan tajam.

"Bukannya gue udah bilang, jangan bawa dia?" suaranya berat dan pelan, namun ancaman di balik nada itu terasa nyata.

El menarik napas perlahan, mencoba tetap tenang meski jelas ia tahu bahwa ketegangan telah memenuhi ruangan. Satu langkah maju ia ambil, menyusun kata-kata dengan penuh perhitungan.

"Bang," ucapnya datar namun mantap, "Alexa bisa bantu. Lo sendiri tahu, kadang cara dia lihat situasi beda dari kita. Intuisinya tajam. Dia pernah buktiin itu waktu kita—"

Namun sebelum El bisa menyelesaikan pembelaannya, Carel mengangkat tangannya, menyela dengan nada sarkastik, "Tajam? Intuisinya tajam? El, lo beneran percaya sama insting orang yang bahkan nggak pernah terlatih buat hal-hal kayak gini? Ini bukan tempat buat nyari-nyari perasaan atau nebak-nebak."

Suasana hening sejenak. Alexa hanya menatap dua lelaki itu bergantian, napasnya tertahan, matanya tajam namun tidak terburu-buru.

Dan saat El membuka mulut hendak membalas, suara lain terdengar lebih dulu—dingin dan jelas.

"Bang," ujar Alexa pelan, namun nadanya tegas. Sorot matanya menatap langsung ke Carel. "Kalau menurut lo gue cuma jadi beban, gue bisa pergi sekarang juga. Tapi sebelum itu... gue cuma mau nanya satu hal."

Carel memicingkan mata, menatap adiknya tanpa ekspresi.

"Apa yang lo dapet di tempat ini?" lanjut Alexa, masih menatap lurus.

Tak ada yang bersuara. Bahkan Alex yang biasanya paling cerewet pun memilih diam. Alexa tak mengalihkan pandangan sedikit pun.

Carel tampak ragu. Mulutnya bergerak kecil, seolah ingin menjawab, tapi akhirnya tak jadi. Ia malah memalingkan wajah sebentar, menatap ruangan penuh pria yang telah dilumpuhkan.

Salah satu anak buahnya yang berdiri tak jauh dari sana memperhatikan Carel dengan seksama. Dan Carel hanya sedikit menggerakkan kepala, tatapannya menyampaikan sesuatu yang lebih dari kata-kata.

Anak buah itu segera mengangguk singkat, lalu bergerak menghampiri Alexa dengan gulungan kertas di tangannya. Kertas itu diserahkan pada Carel. Ia hanya memegangnya beberapa detik sebelum akhirnya menoleh pada Alexa dan memberikannya.

"Ini," ucapnya pelan. "Gue belum nemuin apa-apa. Tapi salah satu dari mereka bawa gulungan kertas ini."

El melangkah maju, menatap kertas itu dengan alis berkerut. "Apa isinya?"

Carel tidak menjawab. Matanya hanya menatap Alexa, seolah menantang.

Alexa menghembuskan napasnya pelan, lalu membuka gulungan itu perlahan.

Gulungan kertas itu terbuka pelan di tangan Alexa, suara gesekan kertasnya nyaris terdengar di tengah keheningan tegang yang menyelimuti ruangan. Tapi begitu kertas itu terbuka sepenuhnya, mata Alexa langsung membelalak.

"Ini...," bisiknya nyaris tak terdengar, jemarinya bergerak pelan menyusuri garis-garis hitam yang tergambar di sana. Ia mundur satu langkah, napasnya tercekat. "Ini nggak mungkin..."

El yang berdiri tepat di sampingnya ikut melongokkan kepala, memeriksa isi gulungan tersebut. Dan sama seperti Alexa, ekspresinya langsung berubah. Alisnya berkerut, matanya menyipit memerhatikan setiap detail garis pada kertas itu.

I'm Alexa [End-Tahap Revisi]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang