[47] - You complete me!

35.3K 1.3K 54
                                    

"Berkonflik adalah sinyal bahwa ada sebuah masalah yang harus dipecahkan bersama."

- Sabrina Ara

"Aku tau sepanjang hari kau terus berpikir tentang bagaimana caranya untuk menghindariku. Mau sampai kapan seperti ini?" tanya Ansell pelan, sedangkan Grace masih terdiam.

Mereka kembali ke rumah setelah seharian pergi menghabiskan waktu bersama. Namun, Ansell kembali merasakan perubahan sikap Grace yang kembali seperti hari-hari sebelumnya, cuek dan tak ingin berlama-lama berdekatan dengan suaminya tersebut.

"Ansell?" panggil Grace pelan, Ansell menatap wajah Grace dengan serius.

"Kamu tahu? Aku mengajakmu pergi, bukan semata-mata karena aku ingin menghiburmu," ujar Grace, perempuan itu membalas tatapan Ansell dengan mata sayunya.

"Lalu?"

"Aku tidak tahu harus menjelaskannya darimana."

"Ada apa?"

"Aku hanya ingin menghibur diriku sendiri, tapi aku tidak tahu bagaimana caranya." Tiba-tiba air matanya jatuh begitu saja, ia menatap Ansell dengan penuh sesal dan juga rasa sakit. Jujur, rasanya ia sedang berada di titik terendah saat ini.

"Maaf, karena aku tidak langsung memberitahumu."

"Katakan yang jelas apa maksud dari perkataanmu, Grace." Ansell ikut panik ketika Grace tiba-tiba menangis dengan ucapan yang masih belum bisa dimengerti oleh dirinya.

"A ... aku, aku membunuh anak kita," lirih Grace lemas tanpa tenaga.

Ansell mengusap wajahnya dengan kasar, beberapa detik kemudian dia memeluk tubuh Grace dengan erat, lalu berkata, "Kau bisa berbicara pelan-pelan? Aku akan mendengarkanmu." Tangan Ansell menopang kedua pipi sang istri, menatapnya dengan tatapan teduh yang mampu menenangkan perasaannya.

Awalnya, Grace tidak akan memberitahu Ansell tentang tragedi yang menimpanya hari ini. Namun, rasa sakit karena kehilangan itu semakin menggerogoti pikirannya, ia tidak bisa menelan rasa sakit seorang diri, dan Ansell harus tau masalah ini.

Akhir-akhir ini, Grace selalu merasakan sakit yang luar biasa pada perutnya tanpa sepengetahuan Ansell, Grace pikir itu hanya rasa sakit efek kram biasa. Namun, pagi tadi ia berada di puncak rasa sakitnya, darah yang perlahan menetes dari selangkangannya itu membuat Grace semakin merasa kesakitan.

Di sela-sela rasa sakitnya, Grace terus berusaha meraih ponsel yang ia letakkan di atas meja. Perempuan itu berniat untuk menelepon Tssalisa-sang kakak, karena untuk saat ini hanya dia yang bisa membantunya untuk pergi ke rumah sakit. Grace pun sempat memohon agar Tssalisa tidak memberitahu Ansell, karena sebelumnya ia sudah mendengar kabar bawah perusahaan Kyle sedang mengalami masalah besar.

Setelah tiba di rumah sakit dan menjalani pemeriksaan, dokter mengatakan bahwa janin yang ada di dalam perutnya sudah tidak lagi berkembang dan terpaksa harus melakukan kuretase. Hanya butuh waktu sekitar dua jam pasca operasi kuret setelah itu Grace bisa pulang—tak perlu menjalani rawat inap.

"Maaf, Ansell," ucap Grace tulus.

"Tidak apa-apa, Grace. Ini bukan salahmu. Yang seharusnya minta maaf itu adalah aku, karena aku penyebab semua kekacauan ini."

"Ansell—"

"Entah, apa yang terjadi dengan hari ini, semua rasa sakit datang secara bersamaan, seolah tidak memberikanku ruang untuk bernapas. Namun, sungguh aku tidak apa-apa, meskipun rasanya ini sangat menyakitkan, tetapi tolong jangan salahkan dirimu sendiri." Ansell kembali memberikan tatapan tulus penuh kasih sayang kepada Grace, meski jauh dari lubuk hatinya ia merasa sangat kacau hari ini.

"Dari sekian banyaknya rasa sakit, ini adalah yang paling menyakitkan, hari ini hari yang benar-benar buruk dalam hidupku." Grace tak lagi menatap Ansell, ia hanya menunduk seraya menahan segala rasa sakitnya.

"Tidak semua hari itu selalu baik, and it's just a bad day, its okay. Sayang." Ansell kembali memeluk erat tubuh Grace, dia berusaha menguatkan agar Grace tidak terlalu larut dalam kesedihannya.

Apakah hubungan mereka akan kembali membaik?

***

Malam semakin larut. Namun, keduanya masih terdiam di balkon kamar seraya menatap indahnya remang cahaya rembulan, angin malam terus menyapu setiap helai rambut perempuan itu, tatapan sayu itu dapat dilihat Ansell dengan jelas.

"Aku akan memelukmu erat dalam situasi apapun, merubah duka dan luka dengan bahagia. Aku tidak berjanji tapi aku akan berusaha melakukannya," ujar Ansell, menatap Grace yang masih terdiam menatap lurus ke arah depan.

"Demi kamu," ujarnya dengan mantap.

Perempuan itu menoleh, menatap mimik wajah Ansell dengan serius. Apakah harus ia memaafkan setiap kesalahan suaminya tersebut?

"Haruskah aku percaya, lagi?" tanya Grace dengan suara parau.

"Aku tidak pernah membenarkan atas apa yang aku lakukan terhadapmu, tapi jika kau berusaha untuk memahami mungkin kau akan mengerti kenapa aku bisa seperti ini."

"Grace kau tahu? Pertengkaran ini, membuatku mencintaimu lebih dalam," ujar Ansell dengan serius. Suasana malam yang sunyi ini membawa mereka larut dalam obrolan yang semakin mendalam, atau yang sering kali kita sebut dengan deeptalk.

Grace kembali menjatuhkan air matanya, jika ia memaafkan Ansell dan menerimanya kembali apakah ini kemauan hatinya atau hanya karena takut menghadapi Damian?

"Jangan menutup lembaran lalu pergi, tapi menetaplah dan buka lembaran baru denganku."

Detik itu juga, Grace memeluk tubuh Ansell dengan erat lalu dia menangis dalam pelukan sang suami. Benar, ternyata yang ia butuhkan adalah Ansell, tak peduli seberapa luka yang telah diberikan oleh Ansell, Grace masih tetap mencintainya.

Bego sama cinta emang beda tipis, maklum.

"Aku tidak akan memaafkanmu, jika kau mengulanginya lagi." Grace menatap wajah Ansell, lalu Ansell tersenyum, mengusap wajah perempuan itu lalu diciumnya kening sang istri.

"Tolong katakan lebih jelas."

"Mari perbaiki semuanya, Ansell. Mari perbaiki dengan hati yang sama-sama mencinta, mari perbaiki keretakan ini, mari hidup bahagia,” papar Grace, ia yakin akan keputusannya tersebut.

Mendengar ucapan Grace, seulas senyum seketika merekah dari bibir ranumnya. Seolah semua beban, itu telah hilang. Apakah harapan yang ia ucapkan di kolam itu sudah terkabul?

"Kamu melengkapi semuanya, Grace. Terima kasih karena sudah mau bertahan."

Mungkin dirinya terlalu cepat mengambil keputusan. Namun, Grace berharap ia tidak akan terjebak lagi dalam keputusannya sendiri, berharap jika ini adalah pilihan terbaik yang ia ambil.

Di satu sisi lain, rasa bahagia yang Ansell rasakan saat ini tidak bisa dijelaskan dengan kata-kata, bahkan kekacauan perusahaan yang dialaminya saat ini pun tidak bisa merusak momen bahagianya, seolah ia lupa jika posisi dirinya sebagai CEO akan tergeser.

Setiap orang bebas memilih jalan kebahagiaannya, terlepas dari apa yang dia ambil, karena setiap manusia memiliki cara yang berbeda, jika diperdebatkan karena tidak setuju akan keputusan yang diambilnya, maka hanya akan memunculkan penghakiman yang tiada berujung. Selagi itu tidak mengusik dan merugikan orang lain, maka nikmatilah hidup apa pun versi kebahagiaan tersebut.

Namun, ingat. Tidak ada yang abadi, baik bahagia maupun luka, suatu saat kita akan tiba di titik menertawakan rasa yang dulu sakit atau menangisi rasa yang dulu indah. — Fiersa Besari

-End!-

Finally♡
Akhirnya tiba dititik ini, titik di mana aku merasa lega karena bisa menyelesaikan cerita ini meski masih banyak kekurangan. Maaf, jika ada yang masih kurang puas. Jika tidak diselesaikan dengan cepat, ceritanya akan semakin bertele-tele.

Pengantin Pengganti Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang