[16] - Sakit yang berkepanjangan

25.6K 1.6K 17
                                    

Wajah perempuan itu tampak pucat. Tubuhnya dibuat lemas karena dia terus merasakan mual dan pusing di waktu yang bersamaan. Sudah dua hari, setelah kepulangannya dari Bogor, semenjak itulah ia merasakan rasa mual yang luar biasa. Padahal ia tak mengkonsumsi apa pun. Namun, kenapa dua hari terakhir ini rasa mualnya begitu parah.

Terlebih lagi, saat ia berada di tengah perjalanan pulang. Rasa pusing dan mual yang tak tertahankan membuatnya harus tertidur sepanjang perjalanan. Sebelumnya perempuan itu tak pernah mengalami mabuk darat, ac pun tak dibiarkan menyala waktu itu. Jadi, tidak mungkin jika dirinya masuk angin.

Perempuan itu berlari lagi menuju kamar mandi, dengan piyama putih yang dikenakannya. Beberapa saat kemudian dia keluar dengan tarikan napas yang terlihat sedikit melegakan. Lalu, perempuan itu duduk, menyandarkan tubuhnya seraya memijat pelipisnya. Pusing.

Perempuan itu mencoba untuk memejamkan matanya. Selain rasa mual dan pusing, dia juga kekurangan waktu tidurnya. Karena tidak hanya pagi dan siang, rasa mual itu menyerang sampai malam tiba. Membuat perempuan cantik itu tak bisa tidur dengan nyaman.

"Masih pusing?" Suara itu terdengar berat. Dia melangkahkan kakinya ke arah sang istri.

Melihat wajah sang istri yang begitu pucat. Membuatnya semakin bertanya-tanya, sebenarnya perempuan itu kenapa? Laki-laki yang baru saja pulang dari pengadilan itu, kini duduk di samping Grace—istrinya. Sepertinya Grace tengah tertidur, sebab sedari tadi Ansell bersuara pun tak membuatnya menyahut.

Pukul sudah menunjukan jam 11.05 WIB. Cuaca di luar tampak panas, bagaimana tidak? Matahari sudah hampir berada di puncak kepala. Membuat siapa saja enggan untuk berpergian karena tak kuat dengan sinar matahari yang seperti akan membakar seluruh tubuhnya.

Begitu pun dengan Ansell, laki-laki itu masih standby di rumah. Karena kasus kematian Willy belum juga diselesaikan, maka dari itu dia tidak pergi ke kantor. Semua pekerjaannya Ansell serahkan kepada asisten kepercayaannya agar dia yang menghandle selagi Ansell cuti. Namun, tetap saja jika ada berkas penting Ansell akan turun tangan langsung.

Setelah kepulangannya dari pengadilan sekitar setengah jam yang lalu, kini Ansell hanya duduk seraya menemani sang istri yang masih terlelap. Lelah, itulah yang tengah dirasakannya, perlahan matanya terpejam. Namun, Grace tiba-tiba terbangun lalu berlari menuju kamar mandi lagi. Membuat Ansell ikut berlari mengejarnya.

"Gejalanya masih sama?" tanya Ansell seraya melihat sang istri yang tengah memandang pantulan dirinya dibalik cermin wastafell. Grace mengangguk. Badannya sudah terasa sangat lemas.

"Periksa?" anjur Ansell. Namun, Grace menolaknya cukup dengan gelengan kepala.

"Aku mau makan sesuatu." Grace melangkah ke arah Ansell, yang posisinya berada di ambang pintu.

"Katakan." Ansell masih bersikap biasa saja, tetapi melihat keadaan Grace yang semakin pucat membuat laki-laki bertubuh jangkung itu cemas.

Meskipun Ansell dikenal dengan sifat tempramen dan juga dingin, dia tetaplah manusia. Setidaknya laki-laki itu masih memiliki rasa simpati. Terlebih lagi, Grace adalah istrinya, meskipun pernikahannya tidak didasari rasa cinta, tetapi menjaganya sudah menjadi tanggung jawabnya sekarang.

"Rujak cuka." Grace meminta makanan yang di mana berisikan timun, kol, tauge, mangga muda, sambal kacang, dan tentunya cuka sebagai bahan utama.

"Rujak cuka?" tanyanya lagi. Ansell tidak tahu apa itu, bahkan ketika mendengar namanya saja begitu asing.

"Aku mau makan itu. Kayaknya seger." Grace memelas.

"Makan yang lain. Jangan yang aneh-aneh, merepotkan!" ketusnya. Tak mau menuruti permintaan sang istri, Ansell pun berlalu pergi meninggalkan Grace yang masih diam ditempat.

Pengantin Pengganti Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang