[37] - About Dean!

18.1K 1.2K 10
                                    

"Jika sabar adalah obat yang paling ampuh. Maka, beri aku dosis yang paling tinggi."

- Gracellina Edellyn

***

"Kau menghindariku?" tanya Dean yang berhasil menghentikan langkah seorang perempuan.

Dia menoleh. "Tidak. Hanya saja aku sedang buru-buru."

"Apa Ansell mengatakan semuanya?" tanyanya lagi. Laki-laki itu sangat yakin jika perempuan yang pernah mengisi hatinya itu sedang menghindarinya. Padahal sebelumnya dia tidak pernah bersikap seperti ini, sekalipun perempuan itu sudah memiliki seorang suami.

Grace terdiam. Keduanya tidak sengaja bertemu. Lalu, Dean meminta waktunya hanya untuk sekedar berbicara. Grace sempat menolaknya karena rasa kecewa terhadap laki-laki itu masih membekas di ulu hatinya. Mengingat apa yang dikatakan Ansell waktu itu, membuat perempuan yang berusia 22 tahun itu enggan berbicara.

"Dulu aku pemakai, Grace."
                                                          
"Pemakai?"

"Narkoba jenis heroin."

Perempuan yang bernama Grace itu menoleh—menatapnya tidak percaya. Pengakuan apa lagi ini? Sebenarnya apa yang dirinya tidak tahu tentang masa lalu Dean? Hampir dua tahun penuh dirinya menjalin hubungan dengan laki-laki itu, dulu Grace merasa jika dirinya tahu segalanya tentang Dean. Namun, kenyataan dia tidak tahu apa-apa tentang laki-laki itu. Kecewa? Tentu saja. 

"Sebenarnya, apa yang tidak aku ketahui tentang kamu, Dean?" Grace menatap Dean dengan mata merahnya.

"Semua terlalu mengejutkan. Dari kasus kematian Carla dan sekarang? Kau bilang kau pemakai? Apakah hukum tidak berlaku untukmu?"

Detik itu juga air matanya luruh, menatap Dean dengan air mata yang terus membasahi kedua pipi mulusnya. "Kukira aku orang yang tahu segalanya tentang kamu, ternyata aku salah."

Kali ini giliran laki-laki itu yang terdiam. Saat ini posisi mereka tengah duduk di sebuah kursi yang tersedia di dekat toilet. Meski banyak orang yang berlalu-lalang tidak membuat mereka terganggu. Sekarang dirinya harus menjelaskannya dari mana? Jika perempuan di depannya saja sudah menangis, padahal dirinya belum menjelaskan secara rinci.

"Semua berawal dari aku SMA, awalnya hanya coba-coba, semakin sering aku mencobanya justru membuatku semakin candu. Hingga membuatku menjadi seorang pecandu akut. Aku berada di lingkungan yang salah, bergaul dengan teman-teman yang seharusnya tidak kujadikan teman. Aku memiliki keinginan untuk sembuh, tetapi aku tidak tahu cara untuk memulainya."

"Semua itu bertahan selama hampir dua tahun penuh, bahkan ketika aku menjadi mahasiswa baru pun aku masih mengkonsumsi barang haram tersebut. Aku mencoba untuk menghentikannya. Namun, karena aku pecandu akut, sehari saja tidak menyuntikkannya maka semua tulangku terasa ngilu. Terkadang aku membantingkan tubuhku sendiri hanya untuk menghalau semua rasa sakit."

"Hingga pada akhirnya aku benar-benar memiliki keinginan untuk sembuh. Berusaha jujur kepada orang tuaku, mereka sempat marah dan kecewa, tetapi itu manusiawi bukan? Anak yang mereka didik dengan mati-matian ternyata malah menjadi seseorang pengguna narkoba. Setelah itu, Papa sama Mama dengan senang hati menemaniku untuk pergi berobat. Tiga bulan berlalu, aku masih menjalani pengobatan tak jarang aku mengalami relapse. Hingga hari itu tiba ...." Dean menjeda ucapannya.

"Hari di mana aku menjadi laki-laki yang paling brengsek di dunia ini. Melecehkan Carla hingga membuat perempuan itu mengalami depresi, perempuan yang teramat Ansell cintai. Bahkan, tidak hanya Ansell aku pun diam-diam menyukai perempuan yang berstatus sebagai kekasih sepupuku sendiri. Aku tidak ingat, kenapa aku bisa melakukan hal serendah itu. Bahkan, beberapa bulan setelah Carla meninggal, aku masih belum sadar jika akulah yang penjadi penyebab utama kematiannya."

"Seiring berjalannya waktu, aku mulai terbiasa tanpa barang haram tersebut. Pertama kali aku bertemu denganmu, aku masih menjalani pengobatan, meski terkadang rasa ingin memakai lagi itu ada. Jatuh cinta kepadamu membuat keinginanku untuk sembuh semakin besar, karena aku berpikir … aku tidak ingin mengulang kesalahan yang sama untuk yang kedua kalinya. Aku hanya ingin mencintaimu sebagai Dean yang sehat. bukan Dean si pecandu narkoba."

"Kau tahu? Kenapa aku mengambil fakultas hukum?" Dean bertanya, perempuan itu pun menggeleng.

"Itu keinginan Papa. Mengingat bagaimana aku dulu, dia menginginkan aku menjadi seseorang yang tahu akan seluk-beluknya hukum, seberapa berat hukuman bagi mereka yang menjadi pengguna narkoba. Tak hanya itu, di sana aku belajar banyak hal, dan akhirnya pengetahuanku di bidang hukum membuatku tersadar jika aku sudah melakukan banyak kesalahan. Jika semua kesalahanku sampai ditindak pidana, mungkin aku akan terkena pasal berlapis. Sampai saat ini pun aku masih berpikir, apa aku pantas menjadi seorang pengacara? Sedangkan masa laluku saja seburuk itu." Dean tersenyum.

"Mengingat betapa bodohnya aku dulu, disaat teman sekelasku berlomba-lomba untuk mendapatkan nilai terbaik. Aku justru asik menyuntikkan barang haram tersebut ke tubuhku. Namun, semua orang berhak berubah, bukan?" Dean menatap Grace dengan matanya yang kian memerah.

"Katakan aku laki-laki paling brengsek. Namun, satu yang harus kau tahu, Grace. Menjadi Dean yang sekarang itu sebuah perjuangan untukku. Satu lagi, Ansell tidak tahu jika aku pemakai, begitu pun Papa dan Mama. Mereka tidak tahu apa yang sudah aku lakukan kepada kekasihnya Ansell dulu," ujar Dean getir.

"Aku sudah mengatakan semuanya. Sekarang kau boleh memakiku, membenciku, seperti apa yang Ansell mau."

"Ansell?" Grace bertanya, dia tidak mengerti kenapa laki-laki itu menyebutkan nama suaminya?

"Maksudmu apa, Dean?" tanyanya lagi.

"Dia menjadikanmu sebagai pelampias dendamnya. Aku hanya takut, jika Ansell benar-benar melakukannya," ujar laki-laki itu.

"Dendam?"

"Karena kau perempuan yang sangat aku cintai. Membuatmu menderita itu tujuannya, dia menginginkan aku mengalami hal serupa dengannya dulu, ketika dia kehilangan Carla untuk selamanya."

Grace tersenyum. "Berarti dia juga menginginkan aku mati? Dengan begitu, dendamnya kepadamu terbalas?" tanya Grace dengan gemetar. Entah, harus percaya atau tidak. Namun, penjelasan Dean kembali mengejutkannya.

"Kumohon, jika Ansell menyakitimu katakan padaku, Grace." Dean berusaha menggapai tangan perempuan itu, tetapi Grace terus menepisnya. Dia hanya menitikkan air matanya seraya menggelengkan kepalanya tidak percaya.

Banyak pelik dalam hidupnya, menghadapi segala kenyataan yang dalam sekejap mata berubah jauh dari angan yang dirangkainya. Pikirnya, semua permasalahan itu sudah selesai, ternyata semuanya semakin merumit. Haruskah ia bertahan dalam keadaan yang semakin membuatnya terluka?

Semesta sering kali bercanda padanya dengan candaan yang tak membuatnya tertawa. Justru semesta membuatnya semakin terikat dengan luka, di mana dirinya dihadapkan dengan perasaan dan juga kekecewaan. Saat perasaannya mulai tumbuh, justru dia dibuat kecewa dengan terbongkarnya berbagai rahasia.

Lalu, siapakah yang akan memeluk dan membawanya pergi dari peliknya luka kehidupan yang terus menyiksanya?

***

Grace menggelengkan kepalanya, mengingat apa yang Dean katakan tadi itu membuat hatinya kembali sakit. Dia menatap Ansell yang masih sibuk menyetir, sepersekian detik ia mengalihkan pandangannya menatap ke arah jendela, dengan air mata yang terus berderai. Laki-laki yang saat ini dirinya cintai itu ternyata menginginkan dirinya mati. Laki-laki yang harusnya melindungi justru ingin membuatnya menderita.

Ansell menepikan mobil di halaman rumahnya. Sebelum turun, dirinya melihat ke arah Grace yang masih saja menangis, Ansell berusaha menggapai tangannya, berniat untuk memberinya ketenangan. Namun, Grace menepisnya. Segera ia turun meninggalkan Ansell tanpa sepatah kata pun.

To be continued ....

Pengantin Pengganti Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang