[04] - Luka Dean

33.8K 2.2K 20
                                    

“Setelah pergimu. Tidak ada lagi kata 'Baik-baik saja' di hidupku.”

- Dean Dominic

***

Seorang laki-laki yang saat ini tengah duduk bersandar di bawah pohon itu menatap perempuan yang saat ini berada di sampingnya penuh dengan rasa kecewa. Emosinya tak bisa ia tahan lagi, dengan keras ia memukul pohon yang berada di hadapannya tersebut, hingga tangannya terluka. Setelah itu, tubuhnya ambruk. Lemas ketika ia harus menerima keadaan yang sebelumnya tidak pernah terbayangkan barang secuil pun.

Darah segar perlahan mulai menetes dari tangannya. Rasa sakit, marah, dan kecewa pun sudah tak bisa ia ekspresikan lagi. Semuanya terlalu mendadak, ia belum siap jika hubungannya harus berakhir seperti ini. Bahkan, selamanya ia tidak akan siap, jika harus kehilangan pujaan hatinya. Namun, semua sudah terjadi tanpa sepengetahuan dirinya.

Jika saja, kemarin ia bisa datang ke acara pernikahan tersebut. Mungkin, ia bisa menggagalkannya, dan Grace akan tetap bersamanya. Kini, laki-laki itu kembali memukuli pohon tersebut. Semakin ia menatap wajah perempuan di sampingnya, semakin berat untuk melepaskannya. Perempuan itu bekali-kali menahan tangannya. Namun, tenaganya tak cukup kuat.

“Cukup, Dean! Tanganmu berdarah.”

“Ketahuilah, Grace. Pernikahanmu dengan Ansell lebih menyakitkan daripada luka di tanganku.”

“Aku minta maaf.”

“Maafmu tidak bisa membuatku berdamai dengan luka.”

Perempuan itu tak sanggup jika harus melihat orang yang dicintainya merasakan sakit hati yang begitu mendalam karenanya. Namun, ketahuilah, tak hanya Dean yang merasakannya, tetapi Grace pun sama. Dia harus mengorbankan segalanya, bahkan masa depannya ia berikan untuk laki-laki yang tak dicintainya.

“Grace, aku tidak akan mengatakan bahwa aku baik-baik saja. Aku tidak akan pernah bohong perihal rasaku. Berbahagialah dengan Ansell, meski ini menyakitkan untukku.”

Cairan bening jatuh dari pelupuk matanya, tak kuat jika harus merasakan rasa sesak yang luar biasa ini. Mereka saling mencintai, tetapi mereka tak mungkin bisa untuk terus bersama. Harapan dan segala pengorbanannya selama empat tahun itu harus sirna begitu saja. Tangan Dean mengelus puncak kepala Grace penuh kelembutan, menatap wajahnya, lalu ia tersenyum.

“Aku akan tetap mencintaimu. Meski aku harus mencintai sendirian.”

Tangan Grace menggapai wajah Dean, lalu ia pun menyeka air matanya. Bisa ia rasakan seberapa sakit hatinya laki-laki itu. “Dean, harapanku hanya satu. Berbahagialah, maka aku juga akan bahagia.”

Dean kembali mengusap rambut Grace dengan sayang. “Tentu, Grace. Aku harus bahagia, begitu pun denganmu.”

Grace mengangguk, betapa harunya ketika Dean melepaskannya dengan begitu ikhlas, meski hatinya harus menahan sakit. “Aku mencintai kamu untuk yang terakhir kalinya, Dean.”

“Aku berjanji tidak akan berada di antara kamu dengannya. Namun, jika dia mencampakkanmu, aku tidak akan menyia-nyiakan kesempatan itu.”

***

Sebuah pintu utama terbuka, menampilkan sosok perempuan yang baru saja tiba di rumahnya. Namun, sudah pukul lima sore, tetapi ia masih belum melihat keberadaan Ansell. Grace pun tak memedulikannya, segera ia pergi ke kamar untuk membersihkan badannya, selanjutnya ia akan menyiapkan makan malam, dan melanjutkan kegiatannya untuk membereskan seisi rumah.

Pengantin Pengganti Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang