[30] - Sepenggal kisah

16.9K 1.2K 7
                                    

Grace sedang berada di taman rumahnya. Sesekali ia memutar lagu yang menjadi favoritnya saat dirinya masih berpacaran dengan Dean. Jika dulu ... ketika ia mendengar lagu itu hatinya akan selalu merasa nyaman. Namun, berbeda dengan sekarang. Rasa nyaman itu seolah hilang, sekarang ketika ia mendengar lagu itu seperti ada rasa sakit yang menghantam perasaannya.

"Aku melihat Ansell jalan dengan perempuan lain, Grace." Suara seorang perempuan itu berhasil membuyarkan lamunannya.

Perempuan yang bernama Tssalisa itu dengan tiba-tiba datang ke rumahnya. Lalu, ia menceritakan apa yang sudah ia lihat sebelumnya. Sempat tidak percaya, ketika dirinya melihat Ansell tengah dipeluk seorang perempuan yang entah siapa. Maka dari itu, Tssalisa meminta kepada Dean untuk mengirimkan alamat rumah Grace dan juga Ansell.

"Bagaimana bisa kau tahu rumahku, Tssa?" Grace sedikit terkejut ketika dirinya melihat siapa pemilik suara tersebut, dan ternyata yang datang itu Tssalisa—kakaknya.

"Itu tidak penting, Grace. Grace?" panggilnya pelan.

"Apa kau bahagia dengan pernikahan ini?"

"Keluar Tssalisa!" teriaknya. Ia tidak ingin mendengar apa pun.

"Tapi, Grace ...."

"Aku tidak ingin mendengarmu, Tssa."

Bukan, bukan Grace tidak ingin mendengarnya. Jauh sebelum Tssalisa memberitahunya pun dirinya sudah tahu. Namun, ini yang kedua kalinya Ansell menemui perempuan lain tanpa sepengetahuannya.

"Kau membenciku?"

"Jika aku mengatakan iya, bagaimana?"

"Tapi apa alasannya?"

"Ck! Apa aku harus memperjelasnya lagi? Tssa, kau yang membuat aku terjebak di dalam pernikahan yang sama sekali tidak aku impikan. Wajar bukan jika aku membencimu? Sekarang, apakah pantas kau bertanya apa aku bahagia atau tidak dengan pernikahan ini?"

"Grace, ta … tapi, aku tidak bermaksud seperti itu."

"Lalu, kenapa kau meninggalkan acara pernikahannya?"

"Kenapa Ayah harus menyuruhku menikah dengan laki-laki yang usianya terpaut sangat jauh dariku. Kenapa tidak kau saja? Bukankah itu tandanya Ayah lebih menyayangimu daripada aku? Maka dari itu, aku pergi dan membiarkanmu menikah dengannya."

"Kenapa harus aku, Tssa. Jika dari awal kau tidak ingin menikah, kau bisa mengatakan tidak kepada Ayah."

"Karena aku menginginkan kau berada di posisi itu!"

"Hanya itu?" Grace tersenyum getir, sejak lama ia memendam kecewa kepada Tssalisa. Namun, baru terungkap hari ini. Dia memiliki seorang kakak, tetapi hubungan keduanya renggang ketika Grace mengetahui siapa Tssalisa sebenarnya.

Grace tidak pernah membenci Tssalisa, sekalipun mereka terlahir dari ayah yang berbeda. Namun, kenapa Tssalisa yang harus menguasai kasih sayang Bundanya? Itu semua jelas tidak adil untuk dirinya.

"Dari dulu sampai sekarang kau selalu menjadi anak kesayangannya Ayah!"

"Bahkan, aku tidak merasakan itu semua, Tssa. Dari semenjak kita kecil bukankah Ayah sudah disibukkan dengan pekerjaannya? Lalu, apa kau pernah melihat Ayah menghabiskan waktunya denganku? Seperti aku melihat Bunda yang terus menghabiskan waktunya untukmu? Dari dulu aku selalu mengalah darimu, Tssa."

"Bunda! Bunda! Bunda selalu Bunda! Apa cuma kau anaknya Bunda? Cuma karena kau merasa Ayah lebih sayang padaku, jadi aku tidak berhak mendapatkan perhatiannya Bunda?"

"Jika memang benar Ayah lebih sayang padaku. Mungkin, sepuluh tahun yang lalu ia akan mengusirmu dan juga Bunda dari rumah. Namun, kenyataannya apa? Dia tetap mempertahankan kamu dan juga Bunda, meskipun dia tahu kau bukan darah dagingnya. Padahal prinsip ayah; sebesar apa pun masalahnya pasti ia maafkan, kecuali perselingkuhan. Namun, dia merubah prinsipnya hanya demi kau. Dia melindungi, menjaga, dan menyayangimu seperti anaknya sendiri. Aku tidak merasa keberatan, meskipun kau dan aku memiliki ayah yang berbeda, tetapi kita lahir dari rahim yang sama."

"Tetapi yang tidak bisa aku terima, kenapa Bunda memperlakukan aku seperti anak tiri? Padahal aku lahir dari rahim yang sama denganmu, dari rahim Bunda. Hanya karena kalian pikir Ayah lebih sayang padaku, jadi Bunda memberikanmu kasih sayang yang lebih lalu mengabaikanku?"

"Ayah selalu bersikap adil. Tapi Bunda? Dia tidak pernah mengatakan IYA padaku. Bahkan, sampai aku tumbuh dewasa seperti ini, sikap Bunda masih sama. Dia tidak suka jika aku mengabaikannya, tetapi Bunda sendiri yang lebih dulu mengabaikanku."

"Bilang sama Bundamu. Dia memiliki dua orang anak, jangan lupa!"

***

Setelah kepergiannya tanpa pamit. Kini, Ansell baru saja menginjakkan kakinya di rumah. Grace tahu jika suaminya itu baru saja pulang, begitu pun dengan Ansell yang menatapnya dengan sekilas. Namun, Ansell tidak juga menjelaskan apa yang sudah dirinya lakukan dengan Riana. Bahkan, ketika dirinya pulang laki-laki itu dalam keadaan mabuk parah, serta menyebutkan nama perempuan yang sama sekali tidak pernah ia dengar sebelumnya. Riana saja sudah cukup menyayat hatinya, sekarang siapa lagi?

Pagi itu, Grace pergi ke sebuah mall untuk membeli sesuatu. Ia sempat meminta Ansell agar pergi menemaninya, tetapi laki-laki itu menolaknya, karena ada pekerjaan yang tidak bisa ditinggal. Namun, ternyata di mall itu Grace tidak sengaja melihat Ansell dan juga Riana sedang menikmati makanannya di salah satu restoran yang berada tepat di dalam mall tersebut. Bagaimana mungkin?

Padahal beberapa hari lalu, Ansell dengan sangat jelas membenci Riana. Lalu, bagaimana bisa ia kembali jalan bersama dengan perempuan itu?

Merasa tidak ada hak untuk ikut campur dalam privasi Ansell, akhirnya Grace memutuskan untuk pulang saja. Lama ia menunggu kedatangan Ansell berharap laki-laki itu menjelaskannya tanpa diminta. Namun, Ansell pulang di jam yang tidak biasanya, laki-laki itu pulang larut malam dengan keadaan mabuk. Apakah ia pergi mabuk bersama Riana juga? Tetapi kenapa nama Carla yang ia sebut.

Setelah membersihkan seluruh badannya. Ansell menghampiri Grace yang saat ini tengah asyik menonton televisi. Laki-laki itu tersenyum, ketika ia melihat sang istri mengenakan baju yang memiliki kerah tinggi.

"Tidak panas?" Ansell pun duduk di sebelah Grace, membuat perempuan itu menatapnya sekilas.

"Puasa?" tanya Ansell ketika ia menyadari jika Grace terus mendiamkannya.

"Puasa? Kau tidak lihat itu?" Grace menunjuk kepada beberapa camilan yang berada di meja.

"Puasa bicara." Grace hanya ber-oh ria. Sama sekali tidak tertarik dengan obrolannya.

"Kau tidak ingin bertanya kenapa aku mabuk?"

"Memangnya harus?"

Ansell menarik napasnya dalam-dalam. Sungguh merasa kesal dengan sikap cuek sang istri. "Kemarin aku bertemu dengan Riana, lalu—"

"Aku tahu." Siara Grace menginterupsi.

"Kau tahu?"

"Kau tuli?" Ansell mengabaikannya. Tahu betul apa yang menjadi alasan utama kenapa perempuan itu mengatakan jika dirinya tuli.

"Dia lupa membawa dompetnya. Jadi, aku datang ke restoran untuk membayar tagihannya. Ternyata dia hanya menjadikannya alasan, dia menaruh obat perangsang di minumanku, setelah itu dia juga memberikanku minuman dengan kadar alkohol yang cukup tinggi." Ansell menjelasknnya, setelah tadi siang ia menemui Riana dan memaksa perempuan itu untuk berterus terang.

"Lalu, Carla?" tanya Grace seraya menatap Ansell dengan serius.

Deg!

"Carla?"

"Dia siapa?"

To be continued ....

Pengantin Pengganti Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang