[01] - Acara Sakral

90.6K 3.3K 32
                                    

Genggamanmu membuatku candu. Namun, saat di mana kamu memilih untuk melepaskannya, kini apa pun yang aku genggam selalu terasa menyakitkan.

- Dean Dominic

***

"Aku sungguh tidak bisa, Grace. Aku mohon."

"Tsalissa ini tidak mungkin. Bagaimana dengan Dean?"

Seolah tuli, perempuan yang bernama Tsalissa itu pergi begitu saja. Gaun pengantin masih tergelak di atas kasur, lengkap dengan aksesoris lainnya. Samar-samar ia mendengar derap langkah kaki yang kian mendekat ke arah kamarnya.

"Tsalissa? Semua tamu undangan sudah menunggu. Apakah kamu sudah bersiap?"

Deg!

"Haruskah aku?"

Tidak ada sahutan dari dalam kamar tersebut. Perempuan yang sudah rapi dengan dress berwarna putih itu hanya bisa menggigit ujung jarinya. Beberapa kali ia mencoba untuk menghubungi nomor Tsalissa—sang kakak. Namun, sama sekali tidak ada jawaban.

"Tsalissa?"

Sepuluh menit sudah berlalu, kali ini ia tak mau membuang waktunya secara cuma-cuma. Dia membuka pintunya sedikit, lalu menarik tangan seorang perempuan yang sedari tadi terus memanggil nama Tsalissa. "Grace?"

"Tsalissa pergi. Aku tidak ingin menggantikan dia. Tolong ...." Tangan lembutnya meraih tangan perempuan paruh baya itu, digenggamnya dengan erat seolah mengisyaratkan sebuah permohonan.

"Grace, tidak ada pilihan lain."

Perempuan yang bernama lengkap Gracelina Edellyn itu memang sudah tahu konsekuensi dari perjanjian tersebut. Menikah dengan laki-laki itu, atau membiarkan perusahaan sang ayah hancur di tangannya. Jika Grace memilih opsi pertama itu jelas tidak mungkin. Bagaimana dengan Dean-kekasihnya? Tetapi jika ia memilih opsi kedua, sama saja ia membiarkan keluarganya berada dalam masalah besar.

Perempuan itu tidak tahu dengan siapa Tsalissa akan menikah. Dia tidak tahu-menahu soal ini, yang ia ketahui jika pernikahan ini terjadi karena adanya perjanjian kontrak, itu saja. Namun, isunya laki-laki yang menikahi Tssalisa itu sudah cukup berumur. Siapa yang ingin menikah dengan laki-laki setua itu? Memang, dia memiliki kekuasaan di kota ini, bahkan perusahaannya dikenal sampai ke luar negri. Namun, itu semua tidak ada apa-apanya di mata Grace. Dia hanya ingin menikah dengan laki-laki yang dicintainya. Yakni, Dean Dominic.

Dean Dominic saat ini berprofesi sebagai Pengacara. Meski usianya masih terbilang cukup muda. Yakni, dua puluh empat tahun, tetapi ia memiliki kualitas yang cukup tinggi. Dean dan Grace dulu berkuliah di Universitas yang sama. Hanya saja Grace lebih tertarik ke Fakultas Seni Rupa dan Desain, sedangkan Dean lebih tertarik ke Fakultas Hukum.

Dean sudah lulus kuliah dari satu tahun yang lalu. Sedangkan Grace masih disibukkan dengan kegiatan skripsinya, sudah beberapa kali ia mengajukan proposal skripsi. Namun, tak ada satu pun yang diterima. Malas, itulah yang dirasakannya. Menyelesaikan skripsi itu sangat membosankan, terlebih lagi ia harus melakukan sebuah penelitian, disusul seminar dan juga sidang.

Dua tahun Grace menjalin hubungan dengan Dean. Mereka selalu terlihat kompak dan saling mendukung satu sama lain. Bahkan, Dean sudah berencana untuk melamar Grace di tahun depan. Namun, haruskah Grace meninggalkan Dean demi seorang laki-laki yang baru dikenalnya tersebut?

Dilema, itulah yang Grace rasakan saat ini. Hati kecilnya menolak, tetapi memang tidak ada pilihan lain. Ia tidak bisa mengorbankan keluarga demi cintanya, pun sebaliknya. Grace tidak bisa mengorbankan cintanya begitu saja. Ya ... Tuhan.

"Maaf, Dean ...."

***

Riuh suara para tamu undangan hampir memekakkan telinga, memuja pria yang baru saja tiba. Atensi Grace memutar, melihat seorang laki-laki tampan lengkap dengan jas hitamnya tengah berjalan menuju dirinya. Sorotan matanya yang dingin membuat perempuan itu enggan menatapnya lama-lama.

"Ansell Manuel Kyle?" Nada suaranya memelan.

Wanita itu menelan salivanya dalam-dalam. Berjalan menuju kursi pelaminan, harap-harap cemas karena tak lama lagi ia akan menjadi seorang istri. Dia mengorbankan banyak hal, terutama cintanya. Dia tak tahu bagaimana reaksi Dean-kekasihnya ketika melihat siapa yang menjadi pengantin hari ini.

***

"Tssalisa minggu depan menikah. Kau datang, ya, Dean."

"Ya, tentu. Setelah itu kita akan menyusul Tssalisa."

Gadis itu tersenyum lebar. "Aku akan menunggumu, Dean."

***

Grace memejamkan matanya. Tak sanggup jika ia harus dibayang-bayang rasa bersalah terhadap kekasihnya itu. Bagaimana bisa semua berubah hanya dalam kedipan mata. Seharusnya ini adalah hari yang paling membahagiakan, tetapi malah sebaliknya. Tak pernah terlintas barang secuil pun jika dirinya akan duduk di kursi pelaminan dengan status sebagai pengantin pengganti.

Sebisa mungkin ia tak sampai meloloskan air matanya. Sang ayah meminta keras kepadanya untuk tetap terlihat baik-baik saja, agar semua orang tidak curiga. Bagaimana bisa ia terlihat baik-baik saja? Sedangkan hatinya saja menolak keras pernikahan ini. Di satu sisi lain, ia juga khawatir, bagaimana nanti jika semua tidak berjalan dengan lancar? Sebab, pengantin yang sesungguhnya telah pergi. Namun, jika opsi kedua terjadi, ia tak begitu peduli.

"Tunggu. Seharusnya aku tidak perlu takut, ijab qobul nanti yang akan disebutkan tentu saja nama Tssalisa bukan namaku. Pernikahan ini sudah jelas tidak akan sah." Perempuan itu tersenyum. Lalu, dia pun berjalan dengan penuh semangat menuju kursi yang telah disediakan untuk acara ijab qobul.

"Huh! Oke, Grace. Kau tak perlu cemas. Semua drama ini akan segera berakhir."

Grace tampak biasa saja, ketika seorang laki-laki baru saja duduk di sampingnya. Ia tak begitu penasaran dengan wajah laki-laki itu, bahkan dirinya tak peduli mau setua apa pun pengantin prianya. Sungguh ia tidak akan memedulikan itu semua. Grace hanya menginginkan acara ini cepat selesai.

Deg!

Jantungnya berdebar, setelah ia mendengar setiap kata yang keluar dari mulut laki-laki di sampingnya.

"Tidak mungkin."

Saking yakinnya jika nama Tssalisa-lah yang akan disebut, hingga Grace tak begitu memedulikan saat penyerahan pengantin wanita. Telinganya seakan tuli dengan keadaan sekitar. Namun, ketika pria itu menyebut nama dirinya dengan begitu tegas, indra pendengarannya mendadak lebih tajam.

Tubuhnya mematung, netranya menyorot tak percaya. Kalimat yang baru saja ia dengar itu tidak benar, bukan? Kini, atensinya memutar melihat sosok laki-laki yang berada di sampingnya tersebut. Di waktu yang bersamaan air matanya luruh begitu saja. Dia menggelengkan kepalanya. Tidak percaya.

"Ansell?" gumam Grace, yang masih menatap tak percaya.

Sebenarnya Grace tidak tahu jika yang akan menikah dengan Tssalisa itu adalah Ansell Manuel Kyle, seorang direktur utama perusahan Kyle. Karena dari awal pun pernikahan ini hanya terikat bisnis bukan cinta. Jika Tssalisa tak ingin menikah, kenapa ia menyetujuinya waktu itu? Pernikahan itu sakral, tak semestinya menjadi bahan candaan seperti ini.

Lalu, kenapa harus Ansell? Sosok laki-laki yang tak lain adalah sepupu dari kekasihnya sendiri. Dean dan Ansell masih memiliki hubungan darah. Orang tua Ansell merupakan adik kandung dari orang tuanya Dean. Grace pun tak begitu mengenal Ansell, karena pria itu menetap lama di luar negri. Yang dirinya tahu, Ansell memiliki seorang kekasih di sana.

Tangan kekar milik Ansell mengusap cairan bening yang sedari tadi membasahi pipi perempuan itu. Lalu, ia mendekat membisikan sesuatu di telinganya. "Tidak ada yang perlu kau tangisi, Grace."

Grace hanya diam, ketika sebuah cincin tersemat di jari manisnya. Tanpa menatap sang suami, perempuan itu pun melakukan hal yang serupa. Setelah itu sebuah kecupan lembut mendarat dengan mulus di keningnya.

"Jadilah istri yang sempurna untukku." Ansell lagi-lagi berbisik kepada Grace, sebelum tubuhnya benar-benar menjauh dari hadapan sang istri.

To be continued ....

Pengantin Pengganti Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang