[29] - Tombak rasa

17.4K 1.1K 5
                                    

"Ketika Tuhan tidak mengabulkan apa yang kamu ingin. Itu tandanya, Tuhan melindungimu dari keinginan yang kapan saja bisa menghancurkanmu." 

***

Seorang perempuan mengayunkan langkahnya memasuki rumah, segera ia melangkah masuk ke dalam kamarnya. Apa yang ia takutkan ternyata benar. Sepertinya rasa yang ia miliki sudah menjadi tombak yang perlahan akan segera menusuknya. Dia terdiam, mengingat beberapa hari lalu, dirinya masih diperlakukan dengan begitu manis. Namun, ternyata hanya ada kedustaan disetiap perlakuan manisnya itu.

Perempuan itu mengalihkan pandangannya, melihat ke arah kaca jendela kamar yang mulai basah terkena percikan air hujan. Sekilas ia membayangkan, rumah tangga macam apa yang tengah di jalaninya saat ini? Apa kabar dengan semua ucapannya yang manis dan menenangkan? Ia tidak akan membiarkannya mencintai sendirian. Namun, kenyataannya dia sendiri yang terus-menerus membentengi perasaannya.

Perempuan itu tersenyum. Mengingat apa yang ia lihat tadi siang itu, hatinya seperti dihujam ribuan duri. Apakah pantas jika seorang suami diam-diam bertemu dengan perempuan lain? Padahal dirinya ingat jelas ketika laki-laki itu mengatakan. "Aku sudah melupakannya."

Dusta!

Ternyata ucapan semua laki-laki itu tidak ada yang bisa dipercaya. Memang, sebelum pernikahan bodoh ini berlangsung, dirinya mau pun laki-laki itu memiliki pasangan satu sama lain. Bahkan, hubungan yang terjalin pun bukanlah waktu yang singkat. Namun, dia berusaha mengikhlaskan segalanya, berusaha menerima apa yang sudah menjadi garis takdirnya.

Lalu, apa kabar dengan laki-laki itu? Sebenarnya apa yang menjadi alasan utama dia menikahinya? Tidak mungkin jika hanya sekadar bisnis. Jika pun iya, kemungkinan besar laki-laki itu memang memendam rasa kepadanya atau kepada Tssalisa. Namun, apa ini sebuah bentuk balas dendam? Karena yang seharusnya menjadi pasangannya adalah sang kakak, tetapi dia malah menikahi adiknya. Seperti inikah cara dia membalas semua rasa kecewanya, dengan cara membuatnya terbang lalu dijatuhkan lagi dengan sangat kencang.

Sakit? Tentu.

Namun, rasa sakit itu semakin besar, ketika dia membalasnya secara perlahan, sedikit demi sedikit. Benar kah seperti itu? Lalu, bagaimana dengan janjinya, yang mengatakan bahwa dia tidak akan membiarkan dirinya jatuh cinta sendirian dalam jangka waktu yang lama. Apakah hanya omongan belaka yang tak akan pernah memberikannya sebuah bukti?

Lalu, bagaimana bisa dirinya terus berada di samping laki-laki yang sama sekali tak mencintainya. Laki-laki yang masih teguh mempertahankan rasa cintanya hanya untuk satu perempuan, yang jelas ia tahu jika perempuan itu bukanlah dirinya.

Seolah semua sudah direncanakan oleh semesta. Memang, manusia itu berhak mempunyai keinginan dan juga harapan, tetapi ingat! Semesta punya kenyataan. Haruskah dirinya melawan takdir? Secepat inikah semesta memberikannya luka? Padahal baru saja kemarin, dirinya diperlakukan sangat manis. Kini, tombak rasa yang sebelumnya ia takuti justru menusuknya lebih cepat dari yang ia perkirakan.

Siang telah berganti, malam menyambutnya. Waktu sudah menunjukan pukul 23.11 WIB, tetapi laki-laki itu masih belum menginjakkan kakinya di rumah. Namun, beberapa saat kemudian suara pintu diketuk dan juga suara bel yang terus berbunyi itu terdengar, perempuan itu beranjak dan membukakan pintu utama. Melihat suaminya yang baru pulang dengan pakaian sedikit berantakan, ini adalah yang pertama kalinya semenjak ia menikah, laki-laki itu pulang selarut ini.

"Ansell?" Perempuan itu menyambut kedatangan Ansell dengan terkejut. Pasalnya, Ansell berjalan dengan sempoyongan, membuat perempuan itu langsung merangkulnya.

Laki-laki itu tersenyum. "Carla," gumamnya dengan suara yang begitu berat.

Siapa Carla?

Mendengar itu semua, sontak membuat Grace menjauhkan tubuhnya dari Ansell. Membuat Ansell berdiri dengan tidak seimbang. "Kau mabuk?" tanya Grace dengan spontan, ketika aroma alkohol itu menyeruak ke dalam indra penciumannya.

Ansell tersenyum. Lalu, laki-laki itu menarik paksa lengannya untuk memasuki kamar, secara tidak sadar Ansell mematikan lampu menggantikannya dengan lampu tidur. Lalu ....

"Ansell, jangan!" teriak Grace ketakutan.

***

Grace menatap dirinya di pantulan cermin kamar mandi, dengan shower yang dibiarkan menyala. Perlakuan Ansell malam tadi cukup mengejutkan, terlebih lagi Ansell meninggalkan begitu banyak bekas merah di tubuhnya. Grace tersenyum lirih, sebelum Ansell melakukan itu kepadanya, Grace juga ingat ketika Ansell mengucapkan nama perempuan lain. Siapa lagi?

Grace keluar dari kamar mandi hanya menggunakan sebuah kimono berwarna putih, rambutnya yang basah ia biarkan tergerai begitu saja. Melihat Ansell yang masih tertidur pulas itu membuat perasaannya kembali sakit, mengingat kembali perlakuan kasar Ansell tadi malam. Sebelumnya, Ansell tidak pernah berlaku kasar seperti itu, sekalipun laki-laki itu tidak mencintainya. Apakah perlakuan tadi malam itu sebagai bentuk kejujuran yang selama ini dia tutupi rapat-rapat?

Grace terdiam dengan pikiran yang melalangbuana entah ke mana. Tanpa ia sadari Ansell—suaminya sudah terbangun. Laki-laki itu membenarkan posisinya menjadi duduk. Lalu, ia menatap ke arah Grace yang saat ini tengah membelakanginya.

"Grace?" panggil Ansell dengan suara khas bangun tidur.

Grace masih bergeming, ia enggan menatap laki-laki itu, bahkan hanya untuk sekadar menoleh. 

"Rambutmu masih basah," ujar Ansell. Lagi dan lagi Grace tidak menggubrisnya.

"Kenapa?"

Karena semua panggilannya tidak mendapatkan jawaban sama sekali, akhirnya Ansell mendekat ke arah Grace dengan bertelanjang dada. Ansell menyentuh bagian pundak sang istri, tetapi perempuan itu masih enggan menatapnya. Ansell menarik napasnya pelan, ia mengambil kaos dan memakainya lalu segera beranjak untuk melihat kenapa perempuan itu hanya diam saja. Sebelumnya, Grace tidak pernah seperti ini.

Setelah, posisinya berada tepat di hadapan sang istri. Ansell tak sengaja melihat ke arah bagian leher Grace—istrinya. Di sana ... terdapat beberapa ciuman yang meninggalkan bekas berwarna merah. Terkejut? Tentu. Ini seperti bukan dirinya, bahkan sebelumnya ia tidak pernah berani untuk melakukannya lagi. Namun, kali ini sepertinya ada yang salah dengan dirinya sendiri.

"Apa ... semalam aku melakukannya?" tanya Ansell pelan seraya menatap bola mata sang istri yang terus menatap lurus ke depan.

"Grace?" panggilnya.

"Kau tidak senang?" Ansell berusaha menggenggam tangan Grace, tidak ada penolakan. Namun, perempuan itu masih diam. "Katakan sesuatu," sambungnya.

"Kau mabuk," ucap Grace tanpa menoleh. "Pulang larut malam. Entah, harus senang atau bersedih, perlakuanmu tadi malam seperti siksaan untukku."

"Mabuk? Lalu, apa kau terluka?" tanya Ansell, ia meraih tangan Grace dan digenggamnya.

"Tidak!" Perempuan itu menepisnya. Ansell sama sekali tidak mengingat apa yang sudah terjadi semalaman. Seingatnya kemarin itu ....

Riana memintanya untuk datang ke sebuah restoran, dengan alasan jika perempuan itu lupa membawa dompetnya. Mau tak mau Ansell pun menolongnya, karena laki-laki itu tahu tidak ada yang bisa membantu Riana selain dirinya, itu pun ia lakukan dengan terpaksa. Setelah tiba, Ansell sudah disuguhkan dengan segelas jus jeruk. Perempuan itu memesa kannya khusus untuk laki-laki yang masih dicintainya tersebut.

Beberapa saat kemudian, Ansell merasa tubuhnya menjadi panas atau bisa dibilang horny. Tak hanya itu, duduknya pun menjadi tidak tenang. Riana menatap Ansell lamat-lamat, setelah itu ia membawa Ansell ke villa yang disewanya beberapa waktu lalu.

Tanpa Ansell ketahui, Riana telah memasukkan obat cairan Potenzol ke dalam minumannya, yang di mana obat tersebut dikenal sebagai obat perangsang untuk laki-laki. Tidak hanya itu, setelah Riana berhasil membawa Ansell ke villanya, perempuan itu juga memberikan Ansell beberapa gelas minuman yang mengandung kadar alkohol cukup tinggi.

Kini, Ansell menggelengkan kepalanya beberapa kali, seingatnya ia hanya meminum jus jeruk saja. Namun, bagaimana bisa dirinya mabuk?

"Riana!" ujar Ansell. Setelah, itu dia segera bersiap pergi untuk menemui Riana, tanpa pamit terlebih dulu kepada istrinya. Membuat kecurigaan Grace semakin melambung.

To be continued ....

Pengantin Pengganti Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang