[25] - Roman picisan

21.4K 1.4K 14
                                    

Sinar mentari mulai menyeruak ke dalam ventilasi kamarnya. Terlihat seorang laki-laki yang tengah bersiap-siap untuk pergi bekerja, lain halnya dengan seorang perempuan yang masih terlelap dalam tidurnya. Namun, selang beberapa detik kemudian matanya mulai terbuka, menetralkan setiap cahaya yang masuk, remang-remang ia melihat suaminya yang tengah sibuk mengenakan pakaian.

"Sudah bangun?" tanya laki-laki itu, yang kini tengah memakai dasinya.

"Kau tidak membangunkanku?"

"Kau masih perlu istirahat, Grace."

"Aku sudah tidak apa-apa," jawabnya. Perempuan itu pun membenarkan posisinya menjadi duduk, menguap. Lalu, mengikat rambutnya dengan asal.

"Jangan dulu berangkat, aku buatkan sarapan dulu, ya?" Perempuan itu mendekat ke arah suaminya—Ansell—dengan wajah bantalnya.

Ansell meletakkan bagian punggung tangannya tepat di kening sang istri, sekadar memastikan apa benar perempuan itu sudah kembali sehat? Ansell terdiam. Heran, ternyata Grace sudah tak lagi demam, padahal semalam ia masih menggigil panas dingin, tetapi sekarang perempuan itu sudah terlihat seperti sedia kala. Secepat itukah?

Ansell lagi-lagi terdiam, selama tiga hari terakhir ini Grace tidak bisa tertidur dengan nyenyak, selama tiga hari itu pula Grace mendiamkannya. Namun, tadi malam Grace bisa tidur dengan nyenyak, bahkan dia ingat betul jika tengah malam Grace meminta camilan dan juga segelas susu ibu hamil. Padahal tiga hari terakhir nafsu makannya berkurang, bahkan sampai tidak terisi sama sekali.

"Kok diam?" tanya Grace keheranan.

"Baru jam enam. Aku akan mandi, setelah itu menyiapkanmu sarapan." Perempuan itu mengambil handuk miliknya, lalu segera ia memasuki kamar mandi untuk membersihkan tubuhnya yang terasa sangat lengket. Bagaimana tidak? Selama sakit, Grace enggan untuk mandi, untung saja Ansell masih bersedia tidur bersamanya.

Ansell tak menolaknya sama sekali. Ia masih bingung dengan keadaan sang istri yang mengalami morning sickness disaat-saat tertentu saja. Terlebih lagi, ketika dirinya berbuat kesalahanan yang bisa menyinggung perasaan sang istri, entah itu masalah sepele atau tidak. Maka perempuan itu akan mengalami morning sickness yang berlebihan. Apa mungkin itu berpengaruh besar?

"Aku akan mencobanya." Ansell bermonolog, setelah itu ia melangkah keluar—segera berangkat kerja. Tak ingin lama-lama menunggu sang istri masak, lebih tepatnya Ansell hanya ingin menguji perempuan itu.

Sekitar lima belas menit Grace membersihkan tubuhnya. Lalu, ia pun langsung pergi ke dapur untuk membuatkan Ansell sarapan. Beberapa saat kemudian, masakannya sudah selesai, dirinya akan segera menyiapkannya di meja makan. Namun, setelah semuanya siap, Grace tidak melihat Ansell sama sekali, beberapa kali ia mengecek seisi ruangan, tetap saja tidak menemukan keberadaan sang suami. Dia mencoba meneleponnya, tetapi Ansell sama sekali tak menjawabnya.

Tak ingin, masakannya terbuang, akhirnya Grace memutuskan untuk memindahkan makanan tersebut ke kotak yang berukuran sedang, dia juga mengambil sebotol air hangat, Grace akan mengantarkannya langsung ke kantor laki-laki itu.

Sekitar sepuluh menit Grace menempuh perjalanannya, dengan penuh semangat ia memasuki kantor sang suami. "Saya ingin bertemu dengan Bapak Ansell," ucap Grace kepada resepsionis.

"Sudah membuat janji, Bu?"

"Belum. Bilang Grace yang mencarinya," jawabnya.

Resepsionis itu langsung menelpon sekretarisnya, mengatakan jika ada seorang perempuan yang ingin bertemu dengan Ansell—bosnya. Lalu, pesan tersebut pun disampaikan oleh sekretarisnya kepada Ansell. Setelah Ansell mendengar dan melihat siapa perempuan itu. Ansell pun enggan bertemu dengannya. "Katakan, saya sedang tidak menerima tamu mana pun dan siapa pun!" ujarnya dengan tegas.

Pengantin Pengganti Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang