[17] - Berbadan dua?

28K 1.6K 43
                                    

Sebuah mobil yang bermerk BMW X6 itu melaju dengan kecepatan di atas rata-rata. Hari ini, dirinya harus pergi ke kantor untuk menyelesaikan beberapa masalah. Gio—Asisten pribadinya atau lebih tepatnya tangan kanan Ansell, dia mengatakan jika aplikasi untuk mengakses penjualan via online sedang bermasalah, membuat bagian keuangan perusahaan Kyle tidak bisa mengakses uang yang masuk dari pembeli melalui jalur aplikasi.

Selain itu, ada beberapa proposal yang harus Ansell tanda tangani. Sudah hampir seminggu laki-laki itu mengambil cuti, awalnya berjalan cukup baik karena perusahaannya dihandle langsung oleh Gio, orang yang sudah bekerja lama dengannya. Tidak hanya Erlangga, Gio juga berperan penting di sini. Jika persoalan hukum bisa diselesaikan oleh Erlangga, maka persoalan perusahaan secara tidak langsung bisa dihandle oleh Gio.

Ketiganya memang dekat. Sudah hampir tujuh tahun lamanya mereka berteman dengan baik. Ansell mengenal Erlangga dan Gio semasa kuliah dulu, Ansell dan Gio mengambil fakultas yang sama, yaitu Manajemen Bisnis, berbeda dengan Erlangga yang mengambil fakultas hukum. Karena menurut Erlangga dunia perbisnisan itu sulit.

"Bagaimana? Sudah bisa diakses kembali?" tanya Ansell kepada Gio.

"Belum bisa, sepertinya ada beberapa masalah yang membuat aplikasinya menjadi hang." Gio memberikan jawabannya.

"Dengan aplikasi itu, omset penjualan kita naik dengan pesat. Lalu, bagaimana dengan penjualan cabang pusat?" tanyanya lagi.

"Aman. Bahkan, produk terbaru kita mencetak penjualan tertinggi tahun ini."

Ansell mengangguk-anggukan kepalanya. Sudah tidak jarang jika produk terbaru yang diluncurkan perusahaannya selalu mencetak angka penjualan yang cukup fantastis. Kini, Ansell memeriksa sendiri bagaimana keadaan aplikasi, yang di mana menjadi tempat pemasaran kedua setelah beberapa cabang yang sudah dirinya dirikan.

"Tunggu sebentar lagi. Sepertinya aplikasi bisnis online ini memang sedang bermasalah," ujar Ansell kepada karyawan yang bekerja dibidang IT.

"Baik, Pak."

Kini, kaki jenjangnya melangkah masuk ke ruangan pribadinya. Ada beberapa proposal yang harus Ansell baca dan tanda tangan. Akhir-akhir ini dirinya sangat disibukkan dengan kasus kematian ayahnya yang berakhir di persidangan. Pikirannya sedikit kacau karena beberapa masalah yang akhir-akhir mengganggunya, terlebih lagi setelah ia mengetahui siapa yang menjadi pengacaranya Tssalisa.

"Ini proposal penjualan bulan ini. Bagian yang pentingnya sudah aku tandai." Gio menyerahkan beberapa dokumen tersebut kepada Ansell.

"Oke, terima kasih."

Setelah menerima beberapa proposal Ansell langsung saja membacanya satu persatu. Hasil penjualannya memang tidak pernah mengecewakan, tetapi dibalik kesuksesannya tidak semua selalu berjalan dengan mulus. Selalu ada kerikil yang harus Ansell terjang, agar bisa mencapai dititik ini. Beberapa saat kemudian, Ansell menandatangani proposal lain yang di mana isi proposal tersebut menerangkan jika perusahaan Kyle akan mendirikan cabang lagi, tentunya harus persetujuan dari direktur utama, Ansell Manuel Kyle.

"Ada lagi?" tanya Ansell.

"Tidak. Hari ini jadwalmu kosong, hanya saja ada beberapa masalah yang mengharuskanmu datang ke kantor," ujar Gio.

"Mau pergi minum?" ajak Gio. Berhubung tidak ada kegiatan lagi,  menghabiskan waktu untuk sekadar meminum kopi tidaklah masalah, itung-itung untuk merefresh pikirannya juga.

"Baiklah." Ansell berdiri, membenarkan dasinya yang sedikit miring. Lalu, laki-laki itu melangkah pergi.

"Aku akan menghubungi Erlangga!" teriak Gio, karena posisi Ansell yang sudah jauh dari pandangannya.

***

Di sebuah cafe yang letaknya tak jauh dari kantor. Kini, Ansell dan Gio berada, keduanya tampak sibuk memainkan gawainya masing-masing. Menunggu pesanan tiba dan juga menunggu kedatangan Erlangga. Tak heran jika Ansell mempercayai kedua temannya tersebut, karena Gio dan Erlangga merupakan orang yang begitu mengenal dekat Ansell, bahkan keduanya juga tahu apa yang sudah terjadi antara Ansell dan Dean di masa lalu.

Tiga tahun lalu, Ansell pergi ke luar negri bersama Gio dan juga Erlangga, karena Ansell membutuhkan keduanya, mereka berdua memang bekerja untuk Ansell. Namun, ketika di luar pekerjaan mereka adalah seorang teman, tidak ada yang namanya atasan dan bawahan, semua sama rata. Jika Ansell mempunyai sifat yang tempramen dan sedikit cuek itu, sedangkan Gio dan Erlangga mempunyai sifat yang ramah tamah kepada siapa pun, bedanya Erlangga lebih dewasa dari Gio dan juga Ansell.

Erlangga terkadang bisa menempatkan posisinya sebagai seorang kakak. Karena sifat dewasanya yang begitu melekat, laki-laki yang memiliki nama panjang Erlangga Galandra itu lahir di Semarang, tetapi besar di Jakarta. Sedangkan Gio bernama lengkap Giovano Mahesa lahir di Jakarta.

Ketiganya mempunyai katakter yang berbeda, jika Ansell tidak suka letupan balon permen karet, berbeda dengan Erlangga yang sangat-sangat tidak menyukai segala jenis serangga, untuk Gio sendiri, laki-laki itu tidak ada yang tidak dia sukai, kecuali satu. Dia tidak menyukai perempuan yang hobby memakai pensil alis.

Jika Ansell bercita-cita untuk membalaskan dendamnya, berbeda dengan Gio. Laki-laki itu mempunyai cita-cita yang begitu sederhana. Yaitu, memberikan sang ibu seorang menantu. Lalu, Erlangga? Laki-laki itu hanya mengikuti alur takdir saja, ke mana takdir membawanya. Maka, Erlangga siap untuk melangkah.

Setelah menunggu hampir lima menit, Erlangga pun tiba. Laki-laki yang berpakaian kemeja hitam itu duduk di samping Gio. "Ada apa?" tanya Erlangga kepada Gio.

"Tidak ada apa-apa. Hanya ingin menghabiskan waktu saja," ujarnya.

"Memangnya tidak sibuk?" tanya Erlangga, laki-laki yang akrab dipanggil Angga oleh kedua temannya tersebut.

"Tidak terlalu," timpal Ansell. Erlangga mengangguk sebagai jawaban.

"Ngomong-ngomomg, kemarin kau mencari rujak cuka untuk siapa?" tanya Erlangga, mengingat ketika Ansell tiba-tiba meneleponnya kemarin malam.

"Grace."

"Kau menemukannya?" Ansell mengangguk.

"Aneh. Dua hari terakhir wajahnya pucat, disertai mual dan pusing." Ansell menceritakan kepada dua temannya tersebut, karena dia sendiri masih merasa janggal dengan keadaan sang istri, yang entah kenapa.

"Sekalinya minta sesuatu, membuatku repot setengah mati!" Ansell mendengkus, betapa kesalnya jika diingatkan dengan kejadian kemarin.

"Sedang berbadan dua mungkin?" tanya Gio spontan. Membuat Ansell dan Erlangga langsung menatapnya tanpa ekspresi.

"Maksudmu, Grace hamil?" tanya Ansell, Gio pun mengangguk.

"Ck! Mana mungkin!" sanggah Ansell seraya meneguk minumannya.

"Tapi, jika kau pernah melakukannya, itu bukanlah hal yang tidak mungkin." Erlangga membenarkan ucapan Gio.

"Benar kata Angga."

Ansell terdiam. Jika Grace benar-benar hamil, maka .... "Tidak mungkin!" Ansell lagi-lagi menyangkalnya.

Erlangga mau pun Gio tidak berkata apa-apa lagi, keduanya disibukkan kembali dengan gawainya masing-masing, sedangkan Ansell masih memikirkan perkataan kedua temannya tersebut. Ansell sangat yakin jika Grace tidak hamil. Hanya melakukannya sekali, bagaimana bisa perempuan itu hamil?

"Jangan terlalu dipikirkan, belum tentu juga dia hamil. Jika pun iya, tidak masalah bukan?" tanya Gio.

"Untuk memastikannya, kau bawa dia periksa ke dokter kandungan saja," simpul Erlangga, yang dibalas anggukan oleh Gio.

Ansell mengangguk. Meski begitu, ada yang mengganjal di hatinya. Seolah antara menerimanya atau tidak. Jika pun memang benar Grace hamil, entah dirinya harus senang atau tidak.

Tiba-tiba ponsel Ansell berdering. Menandakan satu pesan telah masuk. Dilihat dari nama kontaknya, si pengirim pesan tersebut adalah Grace.

[Kau masih kerja? Kapan pulang? Aku ingin makan sesuatu.]

Dibalik kata 'Sesuatu' membuat Ansell menarik napasnya dengan gusar.

"Merepotkan!" gumamnya.

To be continued ....

Pengantin Pengganti Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang