[16] - Sakit yang berkepanjangan

Mulai dari awal
                                    

***

Sinar mentari sedang terik-teriknya. Grace yang merasa sangat lemas itu berdiri di depan rumahnya. Sesekali matanya celingak-celinguk ke kanan dan ke kiri. Dia menunggu sambil berjongkok. Menurut tetangganya, tukang rujak biasanya suka lewat di jam 12.00 WIB. Grace pun bersedia menunggunya, entah kenapa perempuan itu sangat menginginkannya.

"Masuk," titah Ansell. Ketika dia sedang berada di balkon kamarnya, dia tak sengaja melihat Grace yang tengah berdiri di depan rumahnya, beberapa kali perempuan itu mengusap pelipisnya, menumpu badannya yang sudah lemas tak bertenaga.

"Nggak mau." Meski dalam keadaan tubuh yang tidak stabil, Grace masih bersikeras untuk tetap diam di tempat.

"Sedang apa?"

"Nunggu tukang rujak. Kata ibu-ibu komplek biasanya suka lewat sini."

"Nunggu di dalam. Di sini panas."

"Nggak mau."

Ansell menarik napasnya dalam-dalam. Tidak biasanya Grace seperti ini, merengek sampai bersedia menunggu di bawah matahari yang begitu terik. "Aku carikan. Kau masuk," titah Ansell.

Mendengar itu senyum pun mengembang. Grace mengangguk lalu ia memasuki rumahnya, seraya menunggu Ansell kembali. Grace akan istirahat terlebih dulu. Jadi, ketika ia bangun nanti, rujak cuka yang ia idamkan hari ini tinggal disantapnya.

***

Ansell menepikan mobilnya. Sudah hampir empat jam ia berkeliling mencari tukang rujak. Namun, ia tak kunjung menemukannya. Dirinya sudah berkeliling sampai penjuru Jakarta Pusat, tetap saja dia masih tidak menemukannya. Di era zaman sekarang mungkin sudah jarang orang yang berjualan makanan tersebut, bahkan Ansell saja tidak mengetahuinya.

Ansell mengotak-atik ponselnya. Lalu, sebuah telepon pun terhubung. "Aku sedang berada di Jln. Delima. Kau tahu yang berjualan rujak cuka, di mana?"

"Rujak cuka?" tanya seseorang di balik telepon sana. Dari nadanya saja, sepertinya dia juga tidak tahu apa itu rujak cuka.

"Aku tidak tahu. Lagi pula mana ada cuka yang dirujak. Aneh-aneh saja!"

Ansell membuka situs web yang bernamakan google. Dicarinya kata kunci "Rujak Cuka' setelah itu ia mengambil gambarnya dan dikirimkannya kepada seseorang di balik telepon tersebut, Erlangga.

"Asinan buah?" tanyanya. Setelah dirinya mendapat pesan yang berisikan sebuah gambar.

"Tidak tahu."

Ansell memutuskan teleponnya secara pihak. Erlangga saja tidak tahu, lalu ke mana ia harus mencari jenis makanan tersebut? Bahkan, langit pun sudah mulai gelap, tetapi ia memaksakan untuk tetap mencari. Tidak akan pulang sebelum ia mendapatkannya.

Ansell tak suka ingkar, seberapa tak pedulinya dia. Jika sudah bersangkutan dengan janji maka Ansell akan menempatinya, tanpa terkecuali. Kini, Ansell menepikan mobilnya di pinggir jalan, laki-laki itu memutuskan untuk mencari dengan bejalan kaki, karena lelah seharian menyetir mobil Ansell memilih istirahat sejenak.

"Bu? Mau tanya, kira-kira tukang rujak cuka di daerah sini di mana, ya?" Ansell bertanya kepada seorang wanita tua yang tengah disibukkan dengan dagannya. Yakni, makanan khas sunda.

"Rujak cuka kalo jam segini mah udah nggak ada atuh, A." Ibu-ibu tua itu menjawabnya.

Ansell memasang wajah lelahnya tarikan napasnya pun bisa mendeskripsikan betapa lelahnya hari ini. Jika sudah seperti ini, kemungkinan besar ia pulang tanpa membuahkan hasil. "Terima kasih, Bu."

"Memangnya teh si Aa nyari rujak cuka buat siapa? Meuni jam segini pisan."

"Istri saya. Daripagi minta dibelikan rujak cuka."

"Oh, buat istrinya. Pasti lagi nyiram si Nengnya. Hayuk atuh, ari kitu mah ibu bikinin, karunya bisi teu kacumponan," anjurnya.

"Nyiram?" Ansell bergumam, setelah itu ia mengangguk setuju. "Maaf saya merepotkan," ujarnya.

"Heh, atuh tidak apa-apa, jangan sungkan."

Setelah itu, tanpa berpikir panjang Ansell pun mengikuti langkah ibu tua tersebut. Kebetulan rumahnya tidak terlalu jauh dari tempatnya berjualan, bahkan hanya membutuhkan waktu sekitar delapan menit untuk tiba di rumahnya. Sebelumnya, Ansell sempat berbelanja bahan yang dibutuhkan.

"Ini teh makanan khas Bandung. Kebetulan Ibu teh asli Bandung, jadi bisa bikin rujak cuka mah. Da zaman sekarang mah udah susah nyari makanan kayak gini teh," ujar wanita tua itu.

Ansell hanya menganggukan kepalanya, sebenarnya dia tidak terlalu paham akan perkataan ibu tua tersebut. Namun, sebisa mungkin ia tetap bersikap ramah dan juga sopan. Beberapa saat kemudian, rujak cuka tersebut pun sudah jadi, lalu dimasukkan ke dalam wadah kotak yang berukuran sedang.

"Terima kasih banyak, Bu. Ini uangnya." Ansell menyodorkan selembar uang kertas berwarna merah, sebagai tanda terima kasih karena beliau sudah membuatkan makanan yang sudah menyulitkannya hari ini.

"Sama-sama, A. Tidak usah, tidak apa-apa. Kasian si Neng-nya. Perempuan hamil muda mah beda lagi adatnya," ujar Ibu itu sambil terkekeh.

Setelah itu Ansell segera pulang. Setibanya di rumah ia melihat Grace yang sudah menunggu kepulangan suami dengan tidak sabarnya. "Ada?" Grace berdiri ketika manik matanya tak sengaja melihat ke arah pintu utama, menampilkan sosok sang suami.

"Lain kali cari makanan yang mudah dicari. Hari ini kau benar-benar menyulitkanku."

To be continued ....

Pengantin Pengganti Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang