[07] - Tssalisa Rivana

Start from the beginning
                                    

"Cuti untuk beberapa hari ke depan."

Setelah itu, Ansell berlalu pergi melanjutkan langkahnya yang sempat terhenti. Setibanya di kamar, ponsel Ansell pun berbunyi menandakan ada satu panggilan yang masuk. Segera ia mengambil gawai tersebut dan mengangkatnya.

"Ya, ada apa? " ucapnya kepada seseorang di seberang sana.

"Aku sudah menemukannya."

"Kau bisa mengurusnya tanpa aku? Hari ini aku harus pergi ke Bogor."

"Baik," ucap Erlangga—pengacara sekaligus teman dekatnya. Setelah itu, Ansell pun mematikan telepon tersebut.

Erlangga adalah pengacara pribadi Ansell, dia sudah bekerja dengannya selama hampir tiga tahun penuh. Selain menjadi pengacara, Erlangga juga termasuk orang yang paling dekat dengan Ansell. Di usia mereka yang masih terbilang cukup muda itu keduanya sudah menjadi seseorang yang sukses.

Ansell saat ini berumur dua puluh lima tahun, selisih tiga tahun dengan Grace—istrinya, dan selisih satu dengan Dean—sepupunya. Semasa kuliahnya dulu, Ansell mengambil Fakultas Bisnis Management, karena sang ayah yang terus memintanya agar ia bisa mengembangkan bisnis Willy—sang ayah di kemudian hari.

***

Malam kian larut, seorang gadis yang tengah duduk di kursi itu terlihat sangat gelisah. Seolah ada masalah besar yang akan menghampiri. Derap langkah mendekat ke arahnya. Heran, apa yang membuatnya segelisah itu?

"Sudah malam, kau tidak tidur?"

Seorang wanita paruh baya yang mengenakan piyama biru muda itu mendekat. Sedangkan, gadis itu hanya memberikan sebuah gelengan, lalu ia tersenyum. "Belum mengantuk. Bunda kenapa belum tidur?" tanyanya.

"Bunda haus."

Tidak banyak pertanyaan yang dilontarkan sang ibu. Sekarang, wanita paruh baya itu kembali memasuki kamarnya. Namun, tiba-tiba pintu rumah terbuka, menampilkan empat orang yang berseragam coklat dengan begitu gagah. Mereka membekuk dirinya bak seorang pembunuh.

"Jangan bergerak!" Mereka langsung memborgol tangan gadis itu.

"A ... ada apa ini?" Wanita paruh baya itu berlari mendekat.

"Anak anda harus ikut dengan kami. Untuk kejelasannya, akan kami infokan secepatnya."

Bak disambar petir di siang bolong. Kini, keempat polisi itu membawa separuh napasnya pergi. Di waktu yang bersamaan wanita paruh baya yang ia panggil bunda itu tiba-tiba jatuh pingsan, meninggalkan jejak tangis di pipinya yang sudah mulai keriput. "Bunda," lirihnya Tsalissa. Namun, ia tak bisa berbuat banyak hal ketika tangannya sudah terborgol.

***

Enam jam dirinya terlelap. Dia terbangun ... disambut suara gemericik hujan yang membuat pagi ini menjadi terasa sangat dingin. Gadis itu mengedarkan atensinya. "Cuma mimpi," ujarnya dengan napas yang menderu. Peluh pun bercucuran dari keningnya.

Dirinya baru saja pulang kemarin malam, setelah kabur dari acara pernikahannya. Setibanya di rumah, Damian sama sekali tidak berbicara dengannya. Hanya sang ibulah yang terus melontarkan pertanyaan, di mulai dari, ke mana dia pergi selama beberapa hari ini? Apakah baik-baik saja? Namun, Tssalisa sama sekali tak mau menjawabnya, ia langsung memasuki kamarnya tanpa sepatah kata pun.

Tssalisa mengurung diri selama satu hari di kamarnya, membuat sang ibu mencemaskan dirinya. Tssalisa bahkan tak bertanya sama sekali perihal pernikahan itu, datang dan pergi tanpa sepatah kata pun. Namun, semenjak terjadinya kecelakaan tersebut, Tssalisa menjadi seorang pendiam, dia sadar dirinyalah yang menjadi pelaku utama kecelakaan tersebut.

Perempuan itu semakin cemas, ketika media menyebarluaskan kasus kecelakaan tabrak lari yang berhasil merenggut nyawa pembisnis terkenal. Yakni, Willy Kyle, kecelakaan itu terjadi tepat di jalan saat di mana ia menyalip sebuah mobil truk, hingga truk tersebut hilang kendali. Mobil Tssalisa sempat berhenti sebelum dirinya memutuskan untuk kabur.

"Jangan sampai mereka melacak plat nomorku." Tssalisa semakin gelisah, hingga sang bunda tak sengaja melihat gerak-gerik anehnya.

Rani melihat Tssalisa sedang mondar-mandir di sekitar taman. Sesekali gadis itu menggigit ujung nyarinya, cemas. "Tssa? Akhirnya kamu keluar kamar."

"Bunda siapkan sarapan, ya?" ucap Rani penuh kelembutan. Namun, Tssalisa hanya menggeleng.

"Nggak, Bunda. Tssalisa tidak ingin makan apa pun." Tssalisa berucap dengan senyum penuh ketakutan.

"Bunda, ada yang mau Tssalisa katakan." Gadis itu menggenggam tangan sang bunda dengan erat.

"Katakan saja, Tssa."

"Yang menyebabkan kematian om Willy i ... itu aku. Aku dalam pengaruh alkohol, lalu tak sengaja menyalip sebuah truk hingga truk itu hilang kendali."

"APA!" teriak seorang laki-laki yang baru saja tiba di rumahnya itu tak sengaja mendengar semua pernyataan Tssalisa. Dia mendekat, menatap gadis itu dengan tajam.

To be continued ....

Pengantin Pengganti Where stories live. Discover now