Arini tersenyum. Duduk di depan sang anak, lalu menepuk pelan kepalan tangan Rara yang berada di depan.

"Tidak ada pengaruhnya sayang. Kalian tetap bisa kuliah meski kalian sudah menikah. Siapa yang akan berani mengeluarkan kalian? tidak ada." Ucap Arini memberi pengertian.

"Bagaimana kalau misalnya Aldo mempunyai kekasih, apa dia mau menerima perjodohan ini?" Tanya Rara.

"Bukankah Aldo memang telah memiliki kekasih." Ucap Arina.

Rara menatap Arina tak percaya, "ibu tau?"

Arini mengangguk, "ayah dan ibu Aldo yang cerita."

Rara merenung, kepalanya menunduk pelan. Kalau ayah Dan ibu Aldo sudah tau, berarti mereka sudah kenal dengan Dona.

"Meski begitu, ibu tau bahwa Aldo selalu mengutamakan kamu dari pacarnya itu. Benar bukan?" Tanya Arina.

Rara mendongak, menatap Arina yang tersenyum lembut padanya. "Tapi-"

"Sejak kecil kalian selalu bersama. Di mana ada Rara, di situ pasti ada Aldo. Meski kalian pernah berpisah empat tahun, kedekatan kalian tidak berkurang sedikitpun. Ibu percaya bahwa Aldo memang di takdirkan untukmu."

"Ibu-"

"Nenek kamu benar, Ra. Kalian itu cocok. Bunda yakin Aldo akan menerima perjodohan ini." Arina menatap jam tangannya sekilas. "Ibu harus pergi, kamu baik baik di rumah, ya." Ucapnya. Arina mengecup kening Rara sebelum meninggalkan anaknya yang membatu.

Rara menatap kepergian Arina dengan pandangan kosong. Binar sendu terlihat jelas di matanya. Ia kembali menoleh menatap langit. Di sana, ada dua burung merpati yang saling berkejaran. "Tapi itu dulu, sekarang semua sudah berubah, Aldo bukan lagi milik gue, tapi milik dia." Ucapnya sambil tersenyum pahit.

"Akh!" Rara menjambak rambutnya frustasi. Bersandar pada tembok sambil memejamkan matanya secara perlahan. Bodo amat dengan dinginnya lantai, ia dengan pasrah menerima kegelapan yang menggrogoti kesadarannya secara perlahan.

Masih dalam diam. Dua pemuda itu sama sekali tidak ada niatan untuk memecah keheningan. Sudah beberapa kali Aldo menghela napas untuk mengusir rasa bosan, sedangkan laki-laki berparas imut di depannya ini dengan santai terus menatapnya.

"Bang-"

"Bayu! Umur kita gak jauh beda." Potong bayu cepat.

Aldo mengangguk cepat. Ia menatap pintu kostsan wanitanya yang masih tertutup lalu kembali menatap Bayu. Harapannya saat ini hanya satu, Dona cepat keluar untuk membantu nya.

"Oke bang- eh, Bay." Ucap Aldo sedikit terbata.

Bayu terus memperhatikan Aldo sambil bersidekap dada. Dari cerita yang ia dengar dari Audy, Bayu sedikit tidak menyukai seorang Aldo, yang katanya pacar tidak tau diri sahabatnya itu.

"Gue harap lo gak nyakitin Dona lagi, di." Ucap Bayu tiba-tiba.

Aldo menatap Bayu dengan dahi menyernyit.

"Gue tau lo dari Audy. Mendengar kisah Dona, gue sedikit benci sama lo. Tapi melihat Dona bahagia akhir-akhir ini, gue rasa lo udah ngambil jalan yang benar." Sambungnya blak-blak kan.

Aldo terdiam, mencerna baik-baik apa yang Bayu katakan. Seperkian detik berpikir, akhirnya Aldo mengangguk mengerti.

"Gue tau. Sebisa mungkin gue gak akan buat Dona nangis lagi." Ucap Aldo penuh keyakinan.

Bayu tersenyum setipis benang, kemudian mengangguk mengiakan.

"Ngomongin apa sih? Serius banget." Tegur Dona yang melangkah mendekati kedua pemuda tersebut, di ikuti Audy di belakang.

HELLO DONA (Tamat)Where stories live. Discover now