Aldorado 21

743 74 0
                                    

Tersesat🍃

Happy reading....

Shila membagikan tongkat itu satu persatu sebelum menjawab.

"Tongkat ini yang jadi penentu siapa kelompok kita nanti. Jadi kata panitia, kita sebagai team cewe cuman duduk manis nunggu si team cowo yang akan jadi kelompok kita nyamperin. Karna tongkat milik kita berwarna biru, maka team kita bernama blue. Sedangkan untuk team cowo cara milih team untuk kelompoknya melalui undian. Nanti si cowo maju kedepan buat ngambil satu kertas yang sudah ada nama kelompok team cewe secara acak, di dalam kertas itu juga terdapat warna tongkat dan nama teamnya. Baru setelah itu tuh cowo nyari team yang akan jadi kelompoknya, gitu." Jelas Shila panjang lebar.

Dona dan Audy mengangguk mengerti, berbeda dengan Arin yang menggeleng pelan. "Gue gak paham," ucapnya.

Audy menepuk jidat, sepertinya teman satu teamnya itu agak sedikit lemot.

"Maksud Shila itu, kita sebagai team cewe cuman duduk manis aja nunggu team cowo nyari kita. Nih tongkat sebagi bentuk dari nama team kita, sesuai sama warna tongkatnya. Paham!" Ulang Audy sedikit lebih singkat.

"Nggak," ucap Arin membuat Audy mendesis gemas.

"Lo-"

"Ekhem." Ucapan Audy terpotong oleh deheman seseorang. Semua atensi menoleh ke asal suara. Terlihat di sana tiga pemuda dengan tongkat hitam di masih-masih orang.

"Kalian team blue kan?" Tanya seorang cowo jangkung dengan rambut sedikit keribo.

"Ya tuhan Ridho, kita satu kelompok." Pekik Arin bersemangat.

"Hm, ya mungkin. Jika kalian beneran team blue." Jawab Ridho ragu-ragu.

"Kita Team blue. Selamat bergabung Ridho, Alex, Restu dan ... kalian cuman bertiga?" Tanya Shila.

"Tidak, kami berempat. Yang satunya nanti nyusul." Ucap Alex.

Audy menatap Dona yang sedikit gelisah. Ia tersenyum kemudian menyusap punggung Dona mencoba menenangkan. Ada Restu pasti akan ada Aldo juga.

"Lo gak papa?" Bisik Audy pelan.

Dona menoleh kemudian tersenyum singkat. Audy mengerti senyum itu, senyum yang menjadi topeng di balik kegelisahan sahabatnya.

Sepanjang perjalan Aldo terus tersenyum. Itu karena, cerita Restu yang membuatnya melayang ke udara. Mendapat perhatian kecil dari Dona mampu membuat semangat untuk mendapatkan kembali pujaan hatinya semakin berlipat ganda.

Tadi malam, ia sudah menyanyikan sebuah lagu untuk menggambarkan perasaannya pada orang yang di cinta.  Dan kini, keberuntungan mungkin sedang memihak lagi padanya. Karna tadi sekilas ia melihat bayangan Dona yang sedang memegang tongkat berwarna biru, kelompok yang akan menjadi phatner nya nanti sebelum ke toilet untuk membuang air kecil.

"Lex." Panggil Aldo sambil memukul pelan pundak seorang pemuda dengan jaket hitam di depannya. Terlihat tidak jauh dari sana ada empat orang wanita yang salah satu dari mereka adalah belahan hatinya.

Dona kembali menegang saat suara itu terdengar. Ia terpaku di tempat saat Aldo berada di depannya, tersenyum kepadanya.

"Hai Dona." Sapa Aldo.

Dona membuang muka ke sembarang arah. Enggan untuk membalas bahkan melihatnya. Senyum Aldo luntur. Meski cuman sesaat, tapi di hatinya tertimbun rasa perih karena di abaikan lagi, lagi, dan lagi.

Restu menepuk pundak Aldo singkat memberi dukungan yang di balas dengan senyuman tipis, terkesan di paksakan.

"Ayo, acara sebentar lagi di mulai." Ajak Alex, semua mengangguk singkat kemudian satu persatu menyusul Alex yang sudah lebih dulu melangkah.

Audy memegang pundak Dona mencoba menenangkan. Ia tersenyum penuh arti kemudian mengangguk saat Dona melihatnya. Dona mendesah pelan kemudan mengangguk singkat.

'Andai bisa nawar, gue gak mau sekelompok sama dia.' Batin Dona.

Semakin masuk kedalam hutan semakin seram pula auranya. Bahkan bulu kuduk ke empat wanita itu berdiri karena suasananya yang mencengkram. Mungkin hanya satu wanita ini saja yang merasa biasa-biasa saja. Wanita yang berada di barisan terakhir bersama orang yang tidak di harapkannya hadir.

Sang pemimpin di depan menghentikan langkahnya, membuat semua kaki yang berada di belakang ikut terhenti. Pria dengan jaket hitam itu menoleh ke belakang, menatap satu persatu anggotanya.

"Dari sini kita mencar. Tapi ingat, jangan jauh-jauh!" Ucap Alex yang di angguki semuanya.

Ya, Alex adalah pemimpin kelompok mereka yang di pilih secara acak oleh panitia. Jadi alex punya kewenangan dan kewajiban untuk mengatur serta melindungi anggotanya.

"Gue sama Shila ke arah sana.  Ridho, lo sama Arin ke sebelah sana. Restu, lo sama Audy ke sebelah sana. Dan yang terakhir, Dona sama Aldo kesebelah sana." Perintah Alex sambil menunjuk ke empat arah mata angin. Lagi, mereka semua mengangguk patuh kemudian pergi ke tempat yang di tunjuk ketua.

Dona mendesah pelan, ia berjalan gontai ke arah barat di susul Aldo dari belakang. Jejak yang mereka cari adalah sebuah kertas berwarna merah, hitam, putih, dan biru. Jika beruntung, mungkin mereka akan mendapatkan semuanya dalam satu tempat. Maka dari itu alex menyuruh anggotanya untuk berpencar.

"Sampai kapan kamu mau terus diamin aku?" Tanya Aldo masih membuntuti Dona yang sedang memeriksa semak semak.

"Sampai bibir lo gak bisa bicara lagi." Jawab Dona asal.

"Akhirnya kamu bersuara juga." Aldo mendesah lega membuat Dona memutar kedua bola matanya malas.

"Don," panggil Aldo namun Dona kembali tidak menanggapinya lagi.

"Dona," Aldo memanggil Dona kembali, tapi lagi-lagi reaksinya masih sama. Diam tidak merespon.

"Dona!" Panggil Aldo, tapi kali ini sedikit merengek.

Jengah, Dona memutar kedua bola matanya malas. Ia sedikit menggeram marah kemudian berbalik, menatap Aldo dengan mata melotot.

"Apa?"

Aldo kemudian menunduk. Sungguh. Kelakuannya saat ini seperti anak yang takut karena di marahin orang tua.

"Aku ... minta maaf." Lirih Aldo sangat pelan. Dona menghela napas panjang.

"Lo gak perlu minta maaf. Gue pernah bilang kalo lo gak salah. Gak ada yang perlu di salahkan di sini. Mau lo, Rara, atau waktu. Ini sudah jalannya, ini sudah jadi akdir kita, takdirku." Ucap Dona semakin melemahkan kata katanya di akhir kalimatnya. Dona berbalik lalu kembali berjalan menjauh.

"Tapi-"

"Stop!" Potong Dona kembali menghentikan langkahnya. Tanpa berbalik ia berucap.

"Plis, gue gak mau bahas ini. Gue udah ikhlas. Ini sudah menjadi keputusan gue, tolong hargai." Tegas Dona.

Aldo mengejar Dona yang kembali menjauh. Sakit, tapi Aldo tidak ingin kehilangan Donanya lagi. Sudah cukup ia bodoh untuk melepaskan Donanya, ia tidak ingin kehilangan untuk kedua kalinya. Tanpa mereka sadari, keduanya semakin jauh dari teman kelompoknya. Masuk terus ke dalam hutan tanpa ada satupun yang curiga.

Dona tiba-tiba menghentikan langkahnya mendadak. Ia memperhatikan sekitar. Berputar ke segala arah. Tempat ini, ia tidak tau dimana dirinya sekarang berada. Tadi ia hanya berjalan tanpa memikirkan apapun. Hingga suara seseorang berteriak memanggil namanya.

"DONA!"

Dona menoleh, "Aldo."

Aldo terus berlari kemudian reflek memeluk Dona. Tadi hampir saja ia kehilangan jejak Dona. Untungnya tuhan masih mau berbaik hati dengannya sehingga ia bisa mempertemukan mereka berdua.

"Aldo ... k-kita tersesat." Lirih Dona dengan tangan sedikit gemetar.

Follow me
Wattpad : ida_ayu93
Facebook : ida ayu literasi

Vote bintang karna itu gratis! Bisa kamu ketik saat ofline, gak percaya? Coba buktikan.


Bersambung...

HELLO DONA (Tamat)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang