Ceklek!

"ASTAGA!" Pekik Dona sambil mengusap dadanya kaget.

Edwin nyengir kuda. Ia kembali menegakan badan setelah bersandar ria pada tembok yang berhadapan langsung dengan toilet yang di gunakan Dona.

"Ngapain lo disini?" Tanya Dona.

"Lo lama banget sih? Udah kaya beruang hibernasi aja." Ucap Edwin mengabaikan pertannyaan sebelumnya.

"Aneh deh lo! Buruan ah, keluar, entar di kira macem-macem lagi." Dona berjalan mendahului, di susul Edwin di belakangnya.

"A, mending lo duduk di sini dulu deh. Kak Rangga juga belum dateng kayaknya?" Ucap Dona sambil menunjuk satu bangku yang kosong.

Sesuai dengan intruksi Dona, Edwin mendudukam dirinya di meja nomer 15. Mata Dona menatap sekeliling, membuat Edwin mengerutkan kening.

"Lo lagi cari siapa?" Tanya Edwin.

"Audy, bentar lagi kan dia manggung. Tuh anak kemana sih?" Jawab Dona kesal. Tamu sudah pada penuh, tapi artisnya belum muncul juga. Ini kalau Rangga tau pasti marah.

"Nanti juga muncul," ucap Edwin sambil melihat orang-orang yang masuk melalui pintu.

"Tapi kan-"

"Dona, Audy mana?" Potong Rangga yang tiba-tiba ada di belakangnya.

Dona reflek berbalik sambil memegangi dadanya kaget. "Astagfirullah kak, ngagetin Dona aja." Kesal Dona.

"Hehehe, sorry." Kekeh Rangga, Dona hanya medengus kesal.

"Hai win," sapa Rangga langsung duduk Di depan Edwin. Ia tau bahwa Edwi-sahabat baiknya- sudah pulang. Berterima kasihlah karna Dona yang memberi tahunya langsung akan kepulangan Edwin.

"Lo pulkam kapan? Kok nggak ngabarin gue sih." Tanya Rangga.

"Tadi pagi," jawab Edwin. "Lo makin hari makin cakep ya Rang, jadi iri gue." Sambungnya.

Rangga tertawa, "lo bukanya nanya kabar gue, malah muji-muji gue." Ucap Rangga di akhiri kekehan.

"Lo masih suka ngejar janda muda?" Tanya Rangga dengan satu halis terangkat, menggoda.

"Masih, tadi pagi aja tuh kuping merah di jewer bunda. Itu, karna gangguin mbak sella, janda muda depan komplek itu."

Edwin mendelik tajam menatap Dona. Ya, yang tadi menjawab adalah Dona, adik laknatnya. Rangga tertawa mendengar jawaban Dona. Dari dulu memang temannya tidak berubah. Untung itu hanya sebuah permainan, cuma menggoda tidak ada unsur serius di dalamnya. Tapi tetap aja itu salah.

Mainin hati orang itu salah, apalagi sampai baper. Karna hati bukan hal untuk di permainkan, tapi untuk di jaga perasaannya.

"Dona, Audy mana ya? Kok dari tadi belum keliatan." Ucap Rangga setelah berhenti tertawa.

"Katanya sih ketoilet sebentar, bentar lagi juga naik." Jawab Dona mencoba tenang, berbeda dengan hatinya yang sudah mengeluarkam sumpah serapahnya.

"Nah, itu dia." Tunjuk Dona ke arah panggung. Rangga dan Edwin menoleh ke arah yang di tuju Dona. Dona menghela napas lega. Meskipun Rangga adalah orang yang essy going, tetap saja Rangga akan marah kalau para pekerjanya tidak tepat waktu.

Suara tepuk tangan bergemuruh. Lagu berjudul 'biar aku yang pergi' mengulum merdu di telinga para pendengarnya. Dona sangat menikmati lagu yang di bawakan sahabatnya itu. Lagu tersebut sangat mewakili perasaannya saat ini.

Di tengah kenikmatan dan penghayatan yang ia rasakan, satu tepukan di bahunya membuatnya terbangun dari dunianya.

Sisil, dengan nampan di tangganya berdiri di samping Dona.

"Ada apa sil?" Tanya Dona ramah.

Sisil tersenyum sambil menyodorkan nampan yang ia pegang.

"Tolong anterin ini ke meja nomor sepuluh ya, di dapur sibuk banget soalnya. Bang Bayu juga sibuk nganterin pesanan." Jawabnya.

Dona tersenyum, mengambil alih nampan tersebut kemudian mengangguk.

"Meja sepuluh, ok." Ucapnya menyanggupi.

"Tanks, kalau gitu gue balik ke dapur dulu." Pamit Sisil, ia menepuk bahu Dona pelan lalu pergi menuju dapur.

Dona menganggukan kepalanya sekali. Memandangi punggung Sisil yang menjauh sambil menghirup napas panjang.

'Ok, Dona, waktunya kerja.' Batinnya.

"Kak Rangga, A Edwin, gue mau kerja Dulu." Ucap Dona.

Dona berjalan setelah Rangga Dan Edwin mengangguk. Mereka berdua terus memandang punggung Dona yang semakin menjauh. Terutama Rangga, ia terus menatap lekat Dona yang sedang melayani pelanggan dengan senyum manis yang tersungging di bibirnya.

"Lo masih suka sama adik gue?" Tanya Edwin yang mengerti arti tatapan sahabatnya ini.

Rangga menoleh lalu mengangguk. "Makin hari gue makin suka sama Dona," ucapnya.

Edwin mengangguk. "Kenapa gak lo tembak aja?"

Rangga kembali menoleh menatap Dona lekat. Pandangan mereka bertemu. Dona tersenyum sekilas lalu kembali mengerjakan pekerjaannya. Rangga ikut tersenyum, senyum pedih karna kenyataannya bahwa ....

Dona masih mencintai Aldo.

Follow me.
Fb. Ida ayu literasi
Wp. Ida_ayu93
Wa. 085794718750

Vote and komen jangan lupa!

Bersambung....

HELLO DONA (Tamat)Where stories live. Discover now