*****

"Galaa..." Riri menggoyang-goyangkan lengan Gala. Cowok itu asyik bermain game di ponsel.

Tadi sesampainya di apartemen. Gala langsung membawa kucing yang ia tabrak ke satpam, agar segera dikubur. Dan sekarang dua insan itu sedang duduk di depan televisi apartemen. Tentu saja setelah mengganti seragam sekolah dengan pakaian biasa.

"Hm," jawab Gala cuek. Gala masih fokus pada game nya. "Bangsat!"

Melotot. Riri menatap Gala terkejut. "Gala ngatain Riri bangsat?"

"Engga," jujur Gala. Karena Gala memang mengumpat ke game nya bukan mengunpat ke Riri.

"Tapi barusan Gala bilang bang...."

"Ayo ngomong?!" tantang Gala mendelik tajam. Gala tidak suka kalau gadisnya, eh ralat tapi mantan pacarnya mengucapkan kata-kata kasar. Meski hanya sekedar untuk candaan.

Nyali Riri menciut. "Ih, orang Riri mau bilang, bang toyib, bang toyib, kenapa tak pulang-pulang, an..."

"Ck, udah, Ri. Napa lo jadi dangdutan?" potong Gala cepat. "Napa tadi manggil-manggil?" Gala meletakkan ponselnya di meja. Kemudian menatap Riri dengan sebelah alis terangkat.

"Kucingnya udah dikubur?"

"Udah, kenapa emang?"

"Jaket Gala gimana?"

Dahi Gala mengernyit, heran. Gala kira Riri ingin bertanya hal penting. Ternyata Riri hanya bertanya mengenai jaket yang ia gunakan untuk membungkus kucing yang tadi kena tabrak.

"Lo nanyain jaket gue? Buat apa? Ya udah gue buang lah," jawabnya santai.

"Kok dibuang sih!" keluh Riri. Riri mdrasa sayang jika jaketnya dibuang. Padahal jaket Gala masih sangat bagus.

"Udah kena darahnya kucing, Ri."

"Tapi 'kan bisa dicuci. Sayang aja, jaket Gala mahal tauuu...."

"Sepuluh juta doang," enteng Gala. Tidak berniat sombong. Bagi Gala uang segitu memang tidak ada artinya. Kekayaan dari perusahaan yang almarhum kakeknya berikan pada Gala bisa menghidupi Gala bahkan hingga tujuh turunan. Gila ngga tuh.

"Sepuluh juta dibilang doang, tapi janji beliin Riri ikan koi belum ditepatin." Nah loh, kicep 'kan, Gal.

"Gue janjinya baru kemarin, Ri. Mana sempat gue beli. Kemaren gue pulang dari rumah lo jam tiga pagi. Terus harus berangkat ke sekolah jam enam," jelasnya. "Terus gue belinya kapan?"

"Emang Gala ngapain kok pulang dari rumah Riri jam tiga pagi?"

"Iming Gili ngipiin, kik piling diri rimih Riri jim tigi pigi," tiru Gala. "Ngapain-ngapain, lo lupa apa pura-pura lupa, hah? Tiap gue bergerak mau pulang, mata lo langsung melek kaya matanya burung hantu. Habis itu ngrengek minta diusap-usap punggungnya."

"Emang iya?" tanya Riri tak percaya. Pasalnya, Riri tipe orang yang kalau tidur tidak akan ingat apa-apa. Mau ada kebakaran, banjir, gempa bumi, sekali molor tetep aja molor.

Lagi-lagi Gala menirukan ucapan Riri saking gemasnya. "Iming iyi?"

Bibir Riri mencebik ke bawah. Gala selalu saja membuatnya kesal. "Ih Galaaa...tapi besok beliin Riri ikan koi ya?"

"Iya, gue beliin sekolam."

"Oh iya, Riri mau nanya. Kalo kucing mati bisa jadi hantu ngga?" tanya Riri dengan wajah polos. Seolah pertanyaan yang barusan ia lontarkan adalah hal wajar.

Menghela napas. Gala mencoba menjawab, "Bisa, kenapa? Lo takut?"

Oke. Gala bisa memanfaatkan keadaan ini.

MY CHILDISH GIRL [END]Dove le storie prendono vita. Scoprilo ora