DEEP [ENAM PULUH SATU]

116 18 8
                                    

Selamat membaca!!

...

.....

.......

..........

Beberapa jam sebelum Dekka membuka handphonenya...

Quinta menuruni tangga rumahnya. Mamanya bilang jika teman-temannya sudah datang sejak beberapa menit yang lalu. Benar saja, Quinta melihat teman-temannya sedang duduk di ruang tamu dengan gak punyya malu maen comot makanan yang ada di meja. 

Quinta bergumam sendiri sambil meneplak jidatnya, "Susah amat dah punya temen rakus semua kek manusia terlantar" 

Arel yang melihat kedatangan si empunya rumah cuma nyengir sambil mulutnya masih penuh dengan kue kering yang ia jejalkan entah berapa biji. 

"Kagak pada makan sebulan lo?"

semua yang di situ langsung ngakak mendengar celetukan Quinta.

"Abis laper banget anjir! Ya ga gais?" Gladis dengan santainya nyeletuk tanpa dosa.

"Heem yang punya rumah kagak peka,"

"Bilang aja anjir kalo minta suruh bikinin makanan mah," Quinta melengos.

"Nah, gini nih, ini baru namanya peka." Nila memberikan jempol tepat di depan muka Quinta.

"Iya-iya gue bikinin abis ini, tapi bentar deh kalian pada inget kan tujuan ke sini ngapain?"

seketika semua hening. Kegiatan kunyah mengunyah mendadak berhenti. Semua memandang satu sama lain. Tampaknya tiba-tiba pikiran mereka berjelajah ke satu waktu yang sama. ke kejadian yang sama. Apalagi jika bukan tentang Abel dan Dekka. Yah, hari ini tepat dua tahun mereka kehilangan manusia itu tanpa jejak, tanpa kabar. Hilang bagai ditelan bumi. 

Arel tiba-tiba berdiri, ia menaruh makanan dipangkuannya. Ia mengajak semua duduk di karpet dan melingkar. semua sudah hafal, jika seperti ini maka akan ada sesuatu yang perlu dibahas. ketika semua sudah duduk dan nyaman di posisinya, Arel berdehem dan membuka pembicaraan.

"Kalian semua tahu kan kalo hari ini tepat 2 tahun kita semua kehilangan Abel dan Dekka. Sampai sekarang satu di antara kita pun sama sekali engga ada yang tahu gimana keadaan mereka berdua, di mana mereka sekarang?"

semua mengangguk. 

Tiba-tiba udara di sekitar mereka menjadi sesak. Seperti oksigen yang berubah menjadi karbondioksida. Semuaa tetiba terseret ke moment-moment indah bersama dua manusia itu. 

"Kita harus gimana lagi?" terdengar suara Gladis menahan tangis. Semua tahu, Gladis sangat sesak dengan kehilangan gadis cerianya itu. 

"Gue punya ide, gimana kalo semisal kita hubungin mereka berdua, lagi. This is the last one. Yang terakhir kali. kalo sampe ga bisa, masing-masing dari kita siap merela. Bukan merela dalam arti engga nganggep sahabat. Tapi merela untuk menunggu tanpa mencari mereka sampe mereka ngasih kabar lagi. Gimana?"Usul Nila.

"No!" Tegas Arel.

"Tapi Rel ini udah dua tahun! Dan kita harus rela buat nunggu mereka yang ngabarin kita!" Suara Nila meninggi.

"Ya gue tau Nil. Tapi seenggaknya kita berusaha terus kan?"

"Lo pikir selama ini kita ga usaha? dua tahun Rel!"

"Stoped! bisa ga gausah pake emosi!" Gladis menengahi. 

"Oke  gais, kalem. Gausah pake emosi. Oke-Oke. Kita sekarang ngehubungin mereka berdua. Urusan gimana-gimananya kita bahas abis makan. Oke?"

-DEEP-Where stories live. Discover now