DEEP [ENAM PULUH]

149 22 4
                                    

HAIII!! WELCOME BACK!

PART PALING DITUNGGU NIH SEBENERNYA WKWK

REKOMENDASI: BACA PART INI SAMBIL DENGERIN LAGU DARI MAUDY AYUNDA-CINTA DATANG TERLAMBAT.

SELAMAT MEMBACA!

.

..

...

....

.....

Seorang laki-laki tengah menyusuri bandara sambil menyeret koper abu-abunya. Kacamata hitam yang nangkring di hidungnya yang mancung membuat kadar ketampanannya bertambah lima puluh persen. Matanya nanar mencari seseorang sepertinya. Dan benar, ternyata ia sedang menunggu supirnya menjemput.

"Mas Dekka? Maaf mas agak sedikit
terlambat, jalanan macet."

Dekka melepaskan kacamatanya dan tersenyum ramah "Santuy Pak, lagian baru aja nyampe."

"Sini Mas saya masukin kopernya ke bagasi, silakan masuk Mas."

Dekka mengangguk pelan. Ia memasuki mobil. Dan mobil itu pun melaju menuju rumah yang sudah dua tahun ia tinggalkan. Yah dua tahun lebih ia meninggalkan semua. Ya kota Jogja ya kenangannnya, ya gadisnya. Mengingat gadisnya membuat Dekka tersenyum. Oh iya dan apa kabar teman-temannya? Dan gadis kecilnya si Abel. Ah rindu sekali Dekka dengan gadis bawel itu. Pasti handphone yang ia titipkan ke bibi di rumah sudah di penuhi pesan-pesan dan panggilan dari mereka. Pasti. Dekka tidak sabar untuk sampai ke rumah. Setidaknya pelariannya tidak sia-sia. Ia lari bukan sekedar ingin lari dari maslaah. Namun ia juga menenangkan hatinya dan menetralkan perasaan yang dia punya. Dan Dekka rasa dua tahun cukup untuk meredam semua dan menenangkan perasaannya agar stabil kembali. Yah cukup. Karena ia rindu dengan semua yang ada di kota kecil ini.

Sekarang Dekka sudah sampai persis di depan pintu rumahnya. Ia mengamati lamat-lamat bangunan di depannya. Dekka menarik nafasnya dalam-dalam. Mengambil udara di sekitarnya lalu dihembuskan pelan-pelan. Entahlah apa yang berbeda. Namun udara dan aroma rumah ini seakan menghujaninya rindu bertubi-tubi. Andai saja Dekka bisa memeluk rumah di depannya pasti sudah di peluknya dengan sangat erat. Berlebihan? Biarlah. Nyatanya tak ada yang berlebihan soal rindu akan suatu hal bukan?

Dekka membuka pintu rumah itu, lagi. Kerinduan demi kerinduan terobati satu persatu. Seperti sulaman, rindu itu merajutkan helai demi helai benang menjadi sebuah kerinduan yang utuh.

"Mas Dekka, sudah pulang mas? Gimana kabarnya? Baik to?"

Ah suara itu. Suara yang dulu memenuhi hari-harinya ketika masih ada di sini. Suara yang selalu meneriakinya sarapan pagi-pagi. Suara yang selalu meneriakinya untuk bangun agar tidak kesiangan. Ah lihat. Tak ada perubahan satu pun pada wanita paru baya di depannya itu. Wajahnya masih seteduh terkahir Dekka melihatnya.

"Eh bibi, baik Bi."

"Kopi hitam sama roti?"

Dekka mengangguk semangat. Ah memang tak ada yang senyaman dan semenenangkan rumah memang. Setidaknys begitu yang Dekka petik dari pelariannya itu.

Beberapa menit kemudian kopi dan rotinya datang.

"Ini mas silakan di minum, oh iya mas dua hari setelah kepergian mas waktu itu saya menemukan surat di kotak. Saya ndak berani bukak isinya. Sepertinya itu penting. Saya langsung simpen di lemari saya. Gak sempet saya baca pengirimnya. Monggo mas di lihat. Saya tak ke belakang dulu."

Dekka menerima surat itu dengan kening yang berkerut dan alis yang menyatu. Ia keheranan. Di bolak baliknya amplop berwana merah ditangannya. Tunggu. Dekka menemukan tulisan di bagian pojok kanan. Matanya terbelalak. Ada nama gadis kecilnya di sana. Dekka memejamkan mata dan membuka matanya lagi. Berharap ia bermimpi. Namun nyatanya tidak. Surat itu memang dari gadis kecilnya. Abel. Dan di sana tertera tanggal berserta tahunnya. Jika di hitung-hitung surat ini dikirim dua tahun lalu. Benar kata Bibi bahwa surat yang ada ditangannya tepat di kirim sehari setelah keberangkatannya ke luar negeri dan ditemukan keesokan harinya lagi. Entah mengapa tiba-tiba tangannya jadi gemetar memegang surat itu. Yah. Pikirannya melayang jauh sekali. Apa yang dituliskan gadis itu. Apa yang dipikirkan gadis itu sehingga mengirimnya surat tanpa mengabari dahulu lewat whatsapp. Perasaan tidak enak mulai mengerogoti akal sehatnya. Dengan cepat Dekka memecah pikiran negatif itu dan memilih membuka suratnya. Pelan. Ia buka sura itu. Ditariknya kertas yang ada di amplop. Ia bentangkan perlahan-perlahan. Sempurna. Tulisan bak ketikann terserat rapi memenuhi halaman kertas. Dekka menarik napasnya dalam-dalam. Surat ditangannya terasa penuh makna. Penuh sesuatu yang akan menggoyahkan seluruh raganya. Dekka mulai membaca.

-DEEP-Where stories live. Discover now